31.

1.3K 111 5
                                    

Tata pov.

Apa yang menyakitkan?

Aku tak tahu.

Apa yang membuatku sakit?

Kadang juga aku tahu.

Tiba-tiba sakit itu menyerangku tanpa alasan yang logis. Bukan fisik! Karna sesungguhnya sakit fisik itu baru secuil dari rasa sakit batin yang sebenarnya. Jika disuruh memilih tentu aku lebih memilih berurusan dengan fisik daripada batin.

Sayangnya dua-duanya sedang ku alami.

Muntah yang sering terjadi dan pusing yang kualami, hingga aku harus terpaksa menelan beberapa butir obat, yang hanya meredakan, namun tak kunjung membuatku membaik.

Lalu, sakit batin. Kadang aku tak tahu penyebabnya kenapa tiba-tiba hatiku sakit. Seperti saat ini.

Hanya karna jawaban kak Gab, hanya karna dua kata , "emang iya."

Aku tak tahu apa yang menyerang hatiku, ketika rasa aneh itu tiba-tiba datang.

Hanya merasa aneh sekaligus nyeri, saat tiba-tiba kak Gab mengatakan bahwa Dini memang calon tunanganya, disaat beberapa waktu lalu dia mengatakan akan menungguku.

Apa dia menyerah?

Bukankah itu yang ku mau, lalu kenapa? Keegoisanku sepertinya muncul lagi.

Hingga aku menjawab hanya dengan kata, "oh."

Setelah itu diam, banyak hal tengah berperang dalam pikiranku.

Aku tak melihat tanda-tanda rasa bersalah dalam diri Kak Gab. Dia malah tengah senyum-senyum aneh. Hingga suara lurus kedepan itu membuatku menoleh kepadanya.

"Emang iya, menurut Tante Nurul. Tapi kalau menurutku tidak "

Cukup lama hingga aku bisa mengerti maksud dari perkataan itu . Dan saat aku mengerti, Kak Gab malah tertawa-tawa tak jelas sambil memeluk perutnya, dia bahkan hendak tertidur dikasurku.

Aku menatapnya penuh tanya,
Dia menunjuk-nunjuk mukaku.

Dan itu membuatku sedikit kesal, moment-moment melow itu hilang sudah,bahkan saking kesalnya sekarang aku ingin sekali menyiram air kobokan dibawah sana dengan wajahnya.

Bisa kalian bayangkan kan, gimana rasanya, ketika Aku menatapnya penuh serius dan aneh, disaat Ia sendiri seperti kerasukan setan, berguling-guling menunjuk wajahku sesekali, lalu menutup matanya sambil tertawa menggelegar.

Mungkin perutnya sudah sakit; hingga Ia menghentikan tawa, tapi bibirnya masih saja bergetar.

"Kenapa sih!," bentakku. Aku sudah tidak tahan ya dengan sikap anehnya ini.

"Kamu cemburu kan,"

Aku tidak mengerti ucapan Kak Gab.

Cemburu?

Apa kekesalanku pada Dini itu cemburu namanya?

Apa kekesalanku saat melihat orang lain lebih dekat dengan Kak Gab? Atau saat pria itu berbicara dengan bahagia dengan wanita lain, apa itu cemburu?

Aku belum sempat menjawab saat Kak Gab membawaku kepelukanya, seperti biasa aku tak ingin menolak.

"Kakak suka reaksi itu."

Aku masih diam.

"Jangan pernah berpikir bahwa aku menyukai orang lain. Bukankah sudah ku katakan bahwa aku hanya menyukaimu. Bahwa aku akan menunggu jawaban dari wanita yang kupeluk ini. Bahwa aku akan menunggu kapanpun dia membuka hatinya untukku, menerimaku dengan tangan terbuka."

My guardian angelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang