42.

2.1K 158 32
                                    

Tata pov.

"Aku tak habis pikir, kenapa Aku memiliki kakak dan sahabat yang menyebalkan seperti kalian. Kalian benar-benar merepotkan!."

Gerutuan marah bebarengan dengan suara langkah yang Kian mendekat, membuatku mengulum senyum lebar, lalu berlari berhambur memeluk Adis. namun tidak sepertiku yang sangat merindukan sahabatku ini, Dia malah terlihat menatapku kesal, dengan kedua tangan berpangku pada pinggangnya.

Sepertinya bukan waktu yang tepat, untuk melepas rindu saat ini.

Aku melangkah mundur, memasang senyum lebar. kelewat lebar hingga membuat Adis menatapku dengan mata memicing, seolah tengah berusaha mencari rencana apa lagi yang aku siapkan untuknya, setelah beberapa hari yang lalu aku dan Kak Gab memaksanya untuk pulang.

"Apa?!."

Tak mau menghadapi temperamen Adis. aku memilih melewati wanita itu, bergerak kearah Mama, sedari tadi wanita dari pria yang kucintai itu hanya terkekeh melihat kekesalan putri bungsunya. Sebenarnya aku tak punya muka untuk bertemu Mama, mengingat secara Tiba-Tiba kami mengabarkan tentang rencana pernikahan kami, padahal sebelumnya Aku dan Kak Gab bukanlah siapa-siapa. Aku hanyalah sahabat adiknya, yang secara kebetulan bernasib baik disini, lalu dianggap anak oleh Mama.

Berhadapan dengan Mama, ternyata lebih canggung dibandingkan saat berhadapan dengan Adis. Aku hanya mampu berdiri memandang Mama dengan Canggung. Seperti tahu
apa yang sedang kupikirkan, Mama mendekat, memelukku. Ia menepuk punggungku beberapa kali. dan seperti tersihir, aku membalas pelukanya. punggung yang mulai renta termakan usia, kuusap dengan lembut. Entah kenapa, bayanganku malah mengarah pada wanita itu. bukankah nasihat lama sering mengatakan, ketika kau berteman dengan tukang besi, maka kau akan kecipratan besi juga. jika kau berteman dengan orang yang baik, maka kau akan menjadi baik juga. jika kau berteman dengan seorang penjahat, maka kau bisa menjadi penjahat juga. lalu kenapa? Tante Rahma dan mama berteman, tapi kenapa mereka berdua seperti dua sisi berlawanan.

"Kenapa kalian tidak menceritakan pada Mama sebelumnya." bisik wanita itu lembut. Aku hanya bisa terdiam, sambil tersenyum. Bagaimana bisa bercerita, Aku saja tidak pernah membayangkan bahwa akhirnya putra sulungnya itu berhasil membuatku memutuskan untuk menikah denganya, bahkan sampai memaksa untuk dilaksanakan dalam waktu dekat.

"Tapi mama bahagia saat mendengar kabar ini."

"Awww... kak,,, Lhheehhpass!," Suara teriakan Adis membuat kami berdua melepaskan pelukan, lalu menatap kearah Adis dan Kak Gab. aku sontak menahan tawa, melihat Adis yang menggerutu, dan tengah berusaha melepaskan tangan kak Gab yang menjepit kedua bibir wanita itu.

"Dari tadi kamu menggerutu tak jelas. dan ini cara yang sangat praktis untuk menghentikan gerutuanmu," Ucap Kak Gab dengan santai.

Tapi, kemudian...

"Adaw..." Kak Gab langsung memegang lenganya yang dipukul dengan keras oleh Adis, hingga bibir wanita itu terbebas dari jepitan tangan Kak Gab.

Aku dan Mama hanya bisa menggelengkan kepala sambil tertawa. melihat Kelakuan kakak beradik yang sudah lama tak kulihat lagi.

"Jangan Bilang Lo hamil?!" pertanyaan penuh nada curiga dari Adis sontak membuatku melotot tak percaya.

Menarikku kekamar, hingga kami berdua duduk berhadapan di tepi kasur. Aku tak menyangka bahwa secara tiba-tiba Adis akan mengeluarkan pertanyaan ambigu itu.

Aku menjitak kepalanya, yang dibalas pelototan kesalnya.

Rasakan. dia pikir aku ini apa?.

"Dan aku harus bertanya, jitakan ini untuk apa?!" sungutnya, sambil mengusap dahi.

Dasar lebay!. padahal jitakanku tidak terlalu keras.

My guardian angelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang