"Lo mau makan apa?"
Aku menatap Andro bingung, "Enggaaa"
"Jangan sok manja gitu, gue bukan Rey"
Aku memberengut kesal, "Rey manasih?"
"Sama Carlo ke kepala sekolah buat urus pendaftaran lomba-lomba"
Aku menelungkup lagi dengan malas, "Terus nanti gue pulangnya gimana?"
"Sama gue"
Aku langsung kaget mendengar suara Rey yang sudah duduk di kursi Farel. Aku mengerjap pelan dan kemudian menunduk lagi, malu.
Rey mengangkat daguku dengan jarinya, "Maaf lama ya, yuk pulang"
"Dari tadi tuh, ngambek kayaknya. Tumben amat begini Rey, lo mau tobat ya?"
"Pulang gih, Ndro. Makasih udah jagain Kirana"
Andro mengangguk lalu meninggalkanku dan Rey berdua. Tega. Andro kenapa ninggalin aku? Berdua sama Rey? Kenapa?!
"Kenapa dih mukanya nekuk-nekuk?"
Aku sebenarnya sedari tadi sudah tidak bergerak dan duduk dengan diam di posisiku semula. Bukannya kenapa tapi, tamu bulananku tiba-tiba datang dan perutku melilit. Rasanya sangat tidak enak karena aku bahkan tidak memakai pembalut, maka sudah dipastikan aku tembus. Lagi pula, aku sangat lemas dan tidak bisa bangkit dari tempat dudukku.
"Yuk pulang" ajak Rey yang sudah berdiri di depanku
Aku melirik sekitar, sekolah memang sudah sepi sejak satu setengah jam yang lalu. Dan aku belum bisa pulang karena tembus ini dan menunggu Rey. Aku tidak mau membayangkan betapa banyaknya yang keluar di bawah sana
"Loh? Mau nginep di sekolah?"
Aku menggelengkan kepalaku lemah, "Bukan..."
"Kenapa?" Tanyanya melembut dan menunduk menatapku, matanya yang hitam legam seperti masuk mengunciku dan mencari-cari kegelisahanku
"Hm..."
"Bilang aja, Kirana"
Aku memandangnya ragu. Sumpah! Ini hari kelima aku mengenal Rey dan ini terjadi padaku! Seandainya saja tadi Claudia tidak dispensasi pasti aku sudah minta tolong padanya
"Kenapa? Apanya yang sakit?"
"Rey, gue tembus" kataku lemah dan sepelan mungkin
Rey tampak bingung dan berusaha mencerna kalimatku, "Apa?"
"Gue dapet, terus ini tembus..."
Dan Rey cuma tersenyum memandangku, ya ampun aku malu sekarang. Ingin rasanya menjauhi Rey sesegera mungkin. Sayangnya Rey sudah menyuruhku berdiri dan membenahi tali ranselku
"Rey jangan liat..."
"Ih, suaranya loh. Manja banget. Jadi makin gemes. Udah tenang aja" katanya sambil memakaikan tasku dan benar saja ransel itu menutupi rokku pada bagian basahnya
"Terus nanti mobilnya?"
"Yah di cuci, yuk" ajaknya dan memegang bahuku persis seperti kami bermain kereta api
Dia berjalan di belakangku, ya ampun aku malu sekali setengah mati berharap dia tidak melihat bercak noda darah di rokku. Dan aku setengah mati berusaha menutupi rokku walaupun rasanya tidak mungkin
Sesekali dia menyapa beberapa anak laki-laki yang kami lewati. Manis, bagaimana Rey langsung menutupi rokku dengan tubuhnya yang berdiri di belakangku. Sampai masuk ke mobil, aku sedikit ragu untuk menjatuhkan pantatku di jok mobilnya. Tapi Rey hanya tersenyum memberikan isyarat baik-baik saja. Akhirnya aku duduk dengan pasrah.
Rey menyalakan mobilnya dengan tenang kemudian melirikku yang menatapnya bersalah, "Duh jangan manyun gitu, gue gak suka liatnya" katanya lalu membelai rambutku
"Rey, nanti cuci mobilnya bareng gue aja ya"
"Iyaaaa, udah jangan manja-manja gitu, jadi gemes pengen meluk"
Aku hanya bersandar dan sesekali meliriknya,
"Siniin tangannya"
"Lagi?" Kataku sambil mengulurkan satu tanganku
Dan Rey menggenggamnya hangat seperti tadi pagi, "Kalo misalnya gue bilang gue sayang sama lo gimana, Ki?"
Aku terdiam, "Apasih? Bohong banget, kenal juga baru, aneh"
"Gue udah ngira lo bakal susah di bikin percaya" katanya sambil menggenggam tanganku lebih erat
"Apasih? Kok bahasnya kayak gitu"
"Gue beneran kali, gue suka sama lo Kirana"
"Ih, bohong banget. Nyetir gih, ini kalo lama nyampenya nanti merembes sampe kaki gue"
"Ck! Iya iya"
Aku menghela nafas lega, tapi genggaman Rey malah semakin membuatku resah. Rey, tangannya hangat. Dan aku suka
"Gue beliin pembalut apa?"
"Jangan! Ih beneran deh"
"Pake sayap apa pake sayang?"
"Apasih, nyetir sampe rumah deh gak usah becanda"