Namaku Rr. Kirana Pramoedija, umurku masih 16 tahun. Sekolah? Lancar-lancar saja dan baik-baik saja, maksudku, aku hanya siswi biasa saja di sekolah, tidak menarik dan tidak menonjol tapi juga tidak terkucilkan. Hanya kalangan menengah.
Aku punya seorang kakak laki-laki yang sedang berkuliah di tahun keduanya sebagai calon civil engineer. Dan aku punya adik perempuan kebanggaanku dan kakakku yang sedang manis-manisnya duduk di tahun ke tiganya di smp. Orang tuaku, biasa saja. Kami hanya keluarga biasa saja. Sehingga akhirnya kami pun menjadi standar-standar saja di masyarakat. Hanya gelar namaku saja yang membuat semua orang heboh. Baiklah perkenalanku akan berlanjut pada akhirnya nanti karena inti dari cerita ini adalah mengenai kehidupan percintaanku di sma.
Jujur saja aku malas membahas tentang pacaran. Dan aku selalu diam ketika teman-temanku berbicara dan bergosip mengenai pacar mereka, mungkin inilah sebabnya aku lebih nyaman bermain dengan anak laki-laki. Menurutku anak perempuan itu berisik. Bukan berarti aku tidak menyukai laki-laki. Hanya saja belum ada yang berhasil menarik perhatianku. Ada, pernah yang menarik. Tapi dia berakhir menjadi pacar orang lain dan aku yang berakhir menjadi pengagum rahasia.
"Ki, lo udah ngerjain tugas bu Iin?"
Aku menatap lurus pada Claudia, temanku yang kebetulan juga senang berkumpul dengan anak laki-laki. Hanya saja dia duduk di depanku karena wali kelas kami yang memindahkannya sewaktu Claudia dengan heboh bergosip dengan Farel, yang kini menjadi teman sebangkuku.
"Kalo tugas Bu Iin gue yakin lo bener semua, jadi gue mau nyontek sama lo" ujarnya dengan tegas tanpa bantahan sehingga aku dengan tanpa ragu memberikan buku latihan sejarahku padanya
Sialnya, sindirian Claudia itu mengena pada diriku. Kenapa aku hanya pandai di pelajaran Sejarah? Membuatku resah saja karena pelajaran lain yang aku buta sama sekali.
"Kalo nanti biologi, kita nyontek Davin aja, pasti udahan dia" Farel kemudian memutar tubuhnya menghadapku, "Dap! Dap! Istirahat pinjem biologi, oke?!"
Aku melirik Davin yang sedang memukul-mukul meja seakan bermain gendang, "Yoi, broh!"
Kemudian aku menggeleng tertawa. Anak kelasku, kepintarannya bercampur rata. Hanya saja kelas kami di bagi menjadi kubu barat dan kubu timur. Kubu barat itu adalah kelompok deretan meja anak laki-laki termasuk aku. Jangan tanyakan betapa negatif image kami di kelas ini, kami sangat-sangat berpotensi untuk di nobatkan menjadi anak bermasalah.
Kubu timur adalah deretan meja anak perempuan yang cenderung tidak terlalu kompak seperti kami. Ada yang berkubu lebih kecil lagi, ada yang suka make up, suka gosip, suka diam, suka belajar, suka drama korea, suka ngecengin cowok, dan lain-lain. Dan sangat sering mengajak kami bertengkar.
Tapi jangan tanya soal ranking, rata-rata anak kubu barat menempati posisi 10 besar di sekolah ini. Karena sebagian besar anak laki-laki di kelasku adalah pentolan sekolah.
Farel teman sebangkuku, adalah kapten futsal sekolah. Sahabat baiknya yang duduk bersama Claudia adalah Carlo, kapten tim basket sekolahku. Davin yang tadi menggendang sambil sesekali bernyanyi adalah leader band sekolahku yang juga anggota ekskul olimpiade biologi. Angga yang duduknya di meja sebelah adalah ketua osis, sementara Danu teman sebangkunya adalah Ketua ekskul olimpiade Matematika. Dibelakangnya ada Dion yang seorang ketua pecinta alam sekolahku, dan disebelahnya ada Rama ketua ekskul olimpiade Biologi. Dibelakangnya lagi ada Andro katanya cogan di sekolahku, di sebelahnya ada Mario ketua club mobil yang entahlah namanya apa. Kemudian di belakangnya ada Satria, katanya sih kalau sudah marah bisa menghajar orang sampai koma. Disebelah Satria ada Jendra, dia ketua kerohanian hindu dan juga ketua ekskul olimpiade kimia. Sementara empat anak di belakangku, Lian, Coki, Hari dan Mahmud adalah pengikut setia anak-anak yang kusebutkan tadi. Jangan tanya Claudia, karena dia anggota dance di sekolahku. Bukan leader karena dia menjabat sebagai sekertaris osis.