Buket bunga

6.1K 400 9
                                    

Kasur adalah bagian yang paling aku suka nomer dua setelah dapur di rumah ini. Aku suka kasurku yang nyaman walaupun berada di bawah ranjang Gita karena ranjang kami bersusun. Aku dan Gita memilih sekamar karena kami takut gelap, takut sendirian dan sebagainya. Selain itu, kami ingin menjadikan kamar kosong sebagai walk in closet ala-ala agar nantinya kami puas berdandan.

Mama dan Papa sedang merapikan taman bersama Gita di bawah. Mas Kahfi sedang tidur seperti biasa. Dan aku berganti baju menggunakan baby doll lalu turun ke bawah dan memulai rutinitas hari mingguku. Biasanya setiap minggu, kubu barat atau yang disingkat BuBar akan berkumpul di salah satu rumah dan membuat acara kecil-kecilan. Modusnya sih biasanya belajar kelompok, tapi behind storynya kami malah makan dan main. Atau biasanya kami pergi jalan-jalan sampai sore. Entah ke dufan atau ke ancol atau ke mana saja. Pernah kami iseng karena tiket promo maskapai penerbangan yang 0 rupiah ke singapura, kami main kesana. Gila. Tapi aku suka mereka.

Pernah saking bosannya, Mahmud yang punya usaha catering membawa foodtruck ke rumah Mario sampai Mamanya Mario terbengong-bengong mendapati kami beserta anggota geng mobil pimpinan Mario memenuhi rumahnya sudah seperti orang syukuran. Aku heran dengan mereka yang suka menghamburkan uang. Tapi aku tidak heran mengingat Orang tua mereka jarang di rumah. Wajar kalau kelakuan mereka seperti titisan dajal.

Waktu itu juga pernah, Andro iseng-iseng mengajak kami berkumpul ke rumah Farel yang akhirnya mengakibatkan Mamanya Farel memesankan kami catering khusus karena kami yang tiba-tiba datang pagi-pagi. Farel yang tidak tahu apa-apa dan masih tidur waktu itu hanya pasrah dan minggu depannya balas dendam ke Andro.

"Sayang, pulang jam berapa sama Alex?"

Aku mengernyit bingung sambil memotong buah, "Namanya Andro mah, tolong"

"Bagusan Alex ah, kelihatan bulenya. Sendirian dia dirumah? Suruh nginep sini aja besok-besok"

Aku mengangguk. Mama memang sudah mengenal Andro dan lebih senang memanggilnya Alex. Ya begitu. Andro adalah blasteran. Mama dan Papanya lebih sering di luar negeri, jadi Andro yang anak tunggal itu hanya tinggal sendirian di rumah. Dan Mama sudah biasa melihat Andro di rumahku, Farel dan Mario juga. Kadang mereka menginap di rumahku dan Mama sudah percaya pada mereka dan kadang mengijinkanku menginap dengan kodisi tertentu.

"Mama sama Papa mau berangkat nemenin Dek Gita cari sekolah di Singapur, mungkin sebulan. Mas Kahfi ada acara naik gunung sama temen-temennya ke Semeru, mungkin seminggu. Kamu ditemenin sama Claudia atau Alex, Mario atau Farel ya? Gak apa-apa kan?"

Aku mengangguk dan tersenyum pada Mama, "Nanti aku nginep rumah budhe kalau-kalau kesepian"

"Iya, gitu aja" dan Mama mengangguk setuju

Aku bersyukur orang tuaku tidak kolot seperti kebanyakan orang tua dengan pikiran negatif pada anaknya. Menurut Papa dan Mama, berpikiran seperti itu tidak ada gunanya. Semakin mengekang anaknya justru akan semakin membuat si anak membangkang. Maka dari itu mereka lebih sering menasihatiku dibanding mengekang. Misalnya nasihat kalau aku pergi pesta dan pulang malam

"Pulang sama Andro, nginep tempat Andro aja kan bisa ya? Kalau masih mau lanjut sekolah, inget kan batesannya"

Gitu. Kira-kira yang sering mereka ucapkan untuk mengingatkanku.

"Mbak, ada temennya di luar" panggil Gita lalu mencomot satu potong buahku

"Siapa?"

Gita melirikku, "Mas ganteng" kemudian mengedipkan matanya membuat Mama menatapku bingung

"Oh, itu Ma. Anaknya Tante Almira"

Dan Mama hanya ber-oh ria mendengarnya, "Sana! Nanti di godain Papa kamu. Tau sendiri Papa gak bisa liat cogan ngapelin anaknya"

"Ih, Mama nih" kataku lalu berjalan keluar menuju teras

Pas aku mau menyapa Rey, dia malah terbengong menatapku dan diam. Aku bisa melihat di balik badannya ada buket bunga yang besaaaaar! Gila! Rey baru tadi pagi menembakku dan sekarang dia membawa buket bunga?!

"Kamu ngapain?"

Rey terkesiap dan kemudian tersenyum lalu berlutut di depanku. Membawa buket itu diantara kami dan menatapku dengan senyumannya.

Jantungku!

"Kirana. Maaf ya tadi pagi gak romantis, soalnya aku beneran gak jago kalo nyatain cinta"

Aku melirik sekeliling dan mendapati keluargaku sedang mengabadikan momen ini dengan hp mereka. Hah! Apa ini!

"Aku mau terima kasih karena kamu mau nerima aku"

Iya terus?! Ya ampun! Aku membekap mulutku tidak percaya dengan apa yang dilakukan Rey pagi-pagi di rumahku!

"Jadi, mau kan Kirana Pramoedija ini, jadiin Geofan Trey sebagai pacarnya?"

Mama dan Papa sudah paduan suara di belakangku sok-sok ber siul dan mengatakan terima-terima dan ciye-ciye berbarengan, sementara Gita dan Mas Kahfi ber uo-uo ria. Ah!

"Reeeeey, apasih ini?"

"Jangan gitu, gemes akunya lama-lama. Ada orang tua kamu di belakang. Kamu gak mau kan aku peluk di depan mereka sambil aku cubitin pipinya?"

Aku ingin mengomelinya tapi bagaimana bisa? Bagaimana aku menahan malu karena ada beberapa tetangga yang lewat melihat kami. "Rey banguuun"

"Bilang iya dulu, sayang"

"Kan tadi pagi udaaaaah" kataku gemas

"Iya..." Lalu Rey tersenyum jahil, "Sekarang lagi... Ayoooo ambil bunganya"

Aku mau tidak mau memeluk buket besar itu sehingga Rey akhirnya berdiri dan menggenggam tanganku hangat

"Makasih loh, yang"

"CIYE KIRANA NDAK JOMBLO LAGI" ya ampun suara Mas Kahfi sialan membuatku malu

Rey mendekat padaku, "Pipinya loh, merah mirip mochi. Pengen digigit"

"Reeeeeeeey" nahloh? Suaraku kenapa manja begini?

Rey mencubit pipiku gemas, "Om, Tante. Kapan-kapan saya bawain bunga bank ya, kalau nanti udah kerja tapi. Buat bawa pulang Kirana ke rumah kami"

The Right Side Of Rock BottomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang