-Kembang api milik ku-
*****
Bicara tentang negeri sakura, sama dengan membuka helai demi helai gugur kenangan seiring kedatanganku kembali dari tanah air. Ada dua alasan yang membuatku berada kembali di kota Tokyo kali ini, yang pertama adalah untuk mengunjungi adik bungsu-ku yang kebetulan mengikuti jejak untuk melanjutkan kuliah, dan yang kedua adalah untuk menghadiri acara reuni di festival musim panas esok hari.
Usai membersihkan tubuh dan mematut diri pada cermin untuk memberi krim malam pada wajah, aku menjatuhkan diri pada tempat tidur cadangan yang sudah disiapkan olehnya. Dia masih saja memasang badan seperti itu, duduk pada meja belajar yang disorot oleh lampu belajarnya, terlihat sedang sibuk mencatat. Aku memakluminya, dia sangat berharap bisa cumlaude dan berkumpul dengan kami kembali sekeluarga di Indonesia secepatnya. Adikku itu, memang jarang mencurahkan isi hatinya padaku, tetapi kertas-kertas pemberi semangat yang sengaja ia tempel di dinding itu sudah cukup membuktikan, bahwa apa yang dia inginkan saat ini hanya bisa menyelesaikan studinya secepat mungkin.
Drrrrtt.... Drrttttt....
Ah, ponsel yang kutaruh disamping bantal itu bergetar, nama yang sudah tak asing kemudian muncul. Salah satu teman dari beberapa yang akan menghadiri acara reuni besok.
"Hallo?"
'Mi? aaaahhh! Udah sampe Tokyo?'
"Udah tadi sore, ini baru mau tidur tiba-tiba ditelepon, besok jadi kan?"
'Jadi-jadi-jadi... eh, Mi, masih punya yukata kan? Berhubung kita ketemuan di festival besok, jadi anak-anak saranin pake yukata. Aku telepon soalnya kamu sendiri yang nggak respon di chat grup.'
"Maaf-maaf tadi pas baru sampe tempat Sinka, langsung bersih-bersih sama bantuin dia beresin kamar. Ini baru selesai, kayaknya kalo yukata nggak ada deh, semua barang-barang aku kan udah dibawa semua, nanti coba ditanya Sinka deh ya?"
"Ada kok punyaku, pake aja Ci," Belum juga bertanya, Sinka seolah menyimak obrolan lalu kemudian merespon apa yang hendak ditanyakan olehku. Meski tidak membalik tubuhnya, dari balik punggung Sinka yang membungkuk di meja belajar itu sudah cukup menggambarkan bahwa dia adalah tipikal orang yang memiliki sifat dingin namun tetap memberikan perhatiannya sebagai adik padaku. Akhirnya setelah semenjak kedatanganku sore tadi kami masih sangat minim bicara, dia membuka suara.
"Sinka bilang ada, postur badan dia sama aku juga nggak beda jauh kok."
'Oke, ketemu di depan kuil deket persimpangan jalan aja ya? Biar nggak susah carinya nanti. Oh iya, aku denger kabar dia ikut juga tuh, sampe ketemu jam lima sore besok. Jangan pake jam karet dari Indonesia loh mentang-mentang udah pulang ke indo!'
Kekehan kecilku menutup percakapan kami di telepon. Hening kembali, bedanya, Sinka sudah usai dengan urusan belajarnya. Menutup seluruh buku dan bahan-bahan yang digunakan untuk belajar kemudian melangkah menuju kamar mandi untuk bersih-bersih.
Aku denger kabar dia ikut juga tuh,
Sekelebat kenangan lain muncul. Perempuan yang lama tak kujumpai, seperti apa dia sekarang? Bagaimana kabarnya? Sudah tiga tahun semenjak kepulanganku dari tempat ini, rasanya agak canggung jika harus bertemu esok hari.
"Cici nggak mau makan dulu? Dari tadi sore belum makan kan?"
"Besok aja deh, ini cuma cape aja kelamaan duduk di pesawat."
![](https://img.wattpad.com/cover/69464247-288-k42178.jpg)