Cinta itu... bagaimana rasanya? Eits, jangan berfikir aku adalah seorang perempuan jomblo yang tidak pernah merasakan cinta. Suka, sayang, cinta, rindu, itu sebuah kata yang berbeda huruf vokal dan konsonan namun selalu memakai perantara yang sama. Iya, hati.
Namaku Shania Junianatha, seorang perempuan dengan perawakan tinggi dan tubuh yang orang bilang proporsional. (aku merasa tidak demikian karena setelah menimbang berat badan kemarin nyatanya aku tidak berhasil untuk menurunkan dua kilogram berat badanku).
Aku seorang mahasiswi semester ketiga di salah satu perguruan tinggi negeri. Cantik? Tentu saja semua wanita akan menyandang predikat tersebut, hanya saja itu tergantung bagaimana pandangan orang lain melihat kita , dan mereka lah yang akan menilai.
Kuliahku baik-baik saja, mendapatkan IPK tiga koma limapuluh delapan itu sudah menggambarkan bahwa aku sudah bekerja keras untuk ini bukan? Lalu, Teman? Aku mempunyai beberapa teman yang cukup menyenangkan. Sonia, Kinal, Gaby... aku tidak akan selesai dalam waktu singkat jika aku mengabsen nama yang lain satu persatu. Tetapi ketiga orang itulah yang selalu membagi cerita bersamaku.
Sejenak mungkin kalian akan mengira aku hidup dengan sangat beruntung. Tidak ada yang membebani kisah hidupku dan mempunyai teman-teman yang begitu sangat menyayangiku. Tidak, tidak demikian jika aku menceritakan suatu hal yang pelik pada kalian, oh, ataukah kalian akan mulai berfikir untuk berhenti membaca ketika aku mengatakan hal ini?
Aku sudah mempunyai seorang kekasih, Bobby namanya... baru saja dua bulan lalu aku menerimanya sebagai seorang yang special dalam hidupku. Benar kan kalian akan berhenti membaca ceritaku ketika aku mengatakan pada kalian bahwa aku sudah mempunyai seorang... pacar?
Tapi bukan itu permasalahannya, bukan itu yang ingin aku bagikan pada kalian. Aku dan Bobby memang sepasang kekasih, tetapi... dua bulan ini seolah aku dan Bobby bersikap biasa saja, iya... biasa saja, seakan dua bulan lalu itu tidak terjadi apapun pada kami berdua, seakan dirinya tidak pernah mengungkapkan perasaan cintanya padaku.
Bobby yang merupakan anak jurusan Psikologi, wajahnya yang selalu terlihat datar dengan kacamata tebal itu adalah pacarku. Tingginya bahkan tidak lebih tinggi dariku, hanya berbeda beberapa sentimeter, terlebih jika aku memakai higheels, dia akan enggan berjalan berdampingan denganku, memilih untuk berjalan lebih dulu dengan kedua mata yang tak lepas dari buku-buku tebal bertemakan psikologi miliknya.
Kencan? Bahkan hampir tiap hari aku mengajaknya untuk pergi sekedar menonton atau menemaniku untuk makan sebelum pulang. Namun... entah aku itu kadang berfikir, sebenarnya dia mempunyai kepribadian yang lain, atau tidak sama sekali berminat untuk menjalin hubungan dengan perempuan (?) karena setiap kali kami jalan, ia bahkan tidak menggenggam tanganku seperti pasangan-pasangan lain.
Jangankan untuk bergandengan tangan, duduk berhadapan di meja restoran-pun, ia selalu sibuk memandangi barisan kata demi kata yang terangkai menjadi sebuah kalimat pada buku-buku tebalnya itu, atau jika aku meraih paksa buku tebalnya, dia tetap tidak akan melihat padaku, lebih memilih untuk memandang kearah sekeliling hingga makanan kami datang.
Kadang aku iri pada pasangan-pasangan lain, yang dengan romantisnya si laki-laki akan menyuapi makanan miliknya untuk dicicipi oleh si wanita, atau saat berjalan, dengan penuh rasa kasih sayang si laki-laki akan merangkul bahu si wanita untuk menjaganya agar tetap berada dekat dengannya. Atau cium? Sudah kubilang bahkan untuk bergandeng tangan atau hanya saling menatap saja dia masih sangat-sangat-sangat enggan.
"Loe sama Bobby gimana sih sekarang? Kok gue nggak pernah liat dia nyamperin loe buat ngajak pulang bareng?"
"Yaaaa.... Hehehe, gue sama Bobby baik-baik aja kok Nal. Cuma ya itu... Bobby masih sama aja, masih canggung-canggung gitu sama gue kalo jalan."
