Kakak!

2.4K 224 57
                                    

"Kinal!"

"Ck! Errrghhhh!" Langkah kakinya memutar kembali membawa tubuh yang semua tegap itu menjadi sedikit membungkuk. Memasuki rumah yang cukup mewah dimana dia dan keluarganya tinggali semenjak tujuh belas tahun silam. Rumah yang memiliki guratan kenangan yang dicampur padu menjadi satu.

Laki-laki itu kini sudah kembali ke dalam, menuju meja makan dimana keluarganya masih lengkap berkumpul. Adiknya, masih mengunyah selembar roti yang dibalur dengan selai cokelat kacang favoritnya tanpa merasa terganggu dengan derap langkah kaki Kinal yang seolah memprotes lewat hentakan kaki yang ia akhiri di akhir langkah.

"Mama kan udah bilang, tunggu Sinka. Kamu tuh kenapa sih?"

"Sinka udah gede, ma! Nggak perlu lah diketekin Kinal terus. Manja banget, kan bisa naik grab, uber, gojek, taksi, banyak! Kinal ada pelajaran tambahan pagi ini buat persiapan try out. Mama liat dong! Dia sarapan aja lama banget! Lemot! Kayak siput jalan di tembok!"

"Kalian kan satu sekolah, Kinal. Apa salahnya kalo adik kamu ikut? Keberatan?"

"Keberatan! Sinka lama! Kinal buru-buru!" Satu telunjuk Kinal kini sudah mengarah pada Sinka yang baru saja meneguk habis susu vanilla hangatnya. Sinka memang tidak pernah mau mengambil pusing, dia hanya meraih tas ransel yang sedari tadi ia letakkan di bawah meja untuk kemudian dipikul di bagian belakang punggungnya.

Perempuan yang agak sedikit gempal ini hanya berjalan seolah acuh pada Kinal yang masih saja memprotes kelakuannya. Memang sudah biasa, Sinka sudah kebal akan ocehan Kinal di pagi hari, dan pada ujungnya mereka akan berada kembali dalam satu motor Kawasaki merah kebanggaan Kinal hingga tiba di sekolah.

"Kinal, kamu nggak boleh gitu sama adik kamu!" Sang papa yang mulai ikut membela Sinka akhirnya memilih untuk mengakhiri bungkamnya sambil melipat kertas koran pagi. Sudah menjadi kebiasaan, Kinal pada akhirnya akan selalu kalah.

"Nggak boleh gini, nggak boleh gitu. Harus anter jemput Sinka, harus nemenin Sinka, emangnya dia pacar Kinal? Gara-gara dia Kinal sering diledek di sekolah. Kinal nggak bebas, nggak bisa pergi bareng temen-temen Kinal cuma gara-gara dia doang."

"Kak Kinal mau sampe kapan di situ? Katanya udah telat," Sinka yang sudah berada di ambang pintu memastikan bahwa Kinal masih saja berdebat dengan kedua orang tua mereka. Ya, Sinka Kinal Juliani yang masih enggan melepaskan embel-embel Prasetya di ujung namanya adalah bagian dari keluarga Kinal semenjak usianya menginjak tiga tahun dan Kinal pada saat itu berusia lima tahun.

Mereka berdua tidak tahu pasti mengapa saat itu akhirnya kedua orang tua mereka bertemu dan memutuskan untuk bersama. Sayup-sayup saja Kinal tahu mama dari Sinka ini sepakat memutuskan berpisah dan menggenggam Sinka dalam hak asuhnya. Lalu bertemu dengan sang papa, yang saat itu sudah sendiri, karena ibunda Kinal sudah lebih dahulu pergi menghadap sang pencipta saat melahirkan dirinya.


'Aku punya kakak, cuma papa bawa dia pergi. Jadi aku seneng punya kakak lain selain kak Shinta. Hiks... kak Kinal jangan marah...'


Hal itu dilontarkan Sinka ketika Kinal kecil membentaknya hingga menangis. Di taman bermain, yang tidak jauh dari tempat tinggal mereka karena Sinka terus mengikutinya kemanapun Kinal pergi. Yang paling menjengkelkan, Kinal juga menjadi bahan ledekan teman-temannya karena terlalu sering bermain dengan anak perempuan.


'Kamu kakaknya, jaga Sinka ya? Jagoan papa kan hebat, harus bisa lindungin adiknya.'

ONE SHOOT!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang