[C] - teloivv

169 23 6
                                    

teloivv

Rindu dan Senja

***

 Malam itu adalah malam di mana seluruh orang beramai-ramai keluar rumah hanya untuk menikmati jeritan kembang api yang tiada henti-hentinya, malam pergantian tahun. Di sebuah pameran di Hokkaido, Jepang, seorang wanita baru saja usai membelikan anaknya es krim dengan rasa yang berbeda, karena kembar tak melulu harus sama. Kemudian ia menggandeng erat kedua putrinya seperti perasaan yang begitu takut akan sebuah kehilangan. Wanita paruh baya itu duduk di bangku panjang bersama kedua putrinya. Kedua anak kecil itu duduk di samping kiri dan kanan wanita itu. Mereka begitu menikmati pemandangan dan suasana yang tercipta saat itu juga, dimana para penjual manisan, aksesoris, mainan anak-anak, dan lainnya sedang sibuk melayani pelanggan masing-masing. Orang-orang yang lalu lalang, anak-anak kecil yang tertawa ria dan anak-anak yang berlari sana sini, serta yang menangis dan terjatuh sekali pun mereka menikmatinya.

 Pameran ini adalah acara tahunan yang sudah digelarkan bertahun-tahun lamanya. Penikmatnya adalah semua usia, dari yang berumur jagung hingga lansia dan ada juga turis dari mancanegara. Disini, semua orang berkumpul untuk menantikan gemercik dan letupan kembang api yang begitu mempesona. Duduk menunggu kembang api tiba adalah hal yang sangat di sukai wanita itu, terlebih bersama anak-anaknya.

 “Ibu, aku ingin bertanya.” sahut salah satu putrinya yang sedang menikmati es krim yang baru saja mereka beli.

 “Apa sayangku?” Wanita itu menjawab, sambil mengeluarkan sapu tangan dari kantong jaketnya untuk membersihkan pipi anaknya yang cemong karena memakan es krim.

 “Kenapa kita setiap tahun selalu kesini?” tanyanya langsung.

 Wanita itu terdiam. “Karena Ibu dan Ayah suka, dan karena Ibu dan Ayah ingin kalian merasakan hal yang sama.” Seorang laki-laki dengan jaket coklat tiba-tiba datang menghampiri dengan membawa kantung plastik yang berisikan empat jagung bakar, dia yang menjawab pertanyaan putrinya, lalu mengakhirinya dengan senyuman.

 “Ibu, aku juga ingin bertanya.” kata anak perempuannya yang lain.

 “Iya sayangku?” 

 Anak itu berhenti menjilat es krim miliknya. “Senja itu apa?” tanyanya.

 “Senja itu namamu!” ujar saudara kembarnya.

 Wanita itu tersenyum, ia lalu menarik nafas dan mulai bercerita. “Senja itu perhiasan, perhiasan langit.” katanya. “Komponen langit yang sangat Ibu suka, setiap kali melihatnya Ibu selalu jatuh cinta dan merasa begitu tenang. Warnanya yang jingga kemerah-merah sangat menyejukkan mata, begitu sedap untuk di pandang.”

 “Lalu, kenapa namaku Senja?”

 Wanita itu mengelap pipi putrinya sebelum kembali menjawab pertanyaan. “Karena dia indah. Senja bisa datang kapan saja. Setelah hujan, senja akan datang dan di hari yang tidak hujan pun ia terkadang datang. Senja selalu di nanti-nanti oleh semua insani. Di hari yang panas, orang-orang yang menahan amarah bisa tenang melihatnya. Pun hari yang hujan, di mana orang-orang bersedih akan tersenyum karena senja menemani.

 Putri kembarnya itu mengangguk pelan. Entah mereka mengerti atau tidak yang Ibunya bicarakan, yang jelas mereka begitu menyimak yang Ibunya ceritakan barusan. Ibu ini adalah wanita yang begitu tergila-gila dengan sesuatu yang mungkin jarang sekali orang akan menyukainya juga.

 Salah satu Putrinya kembali bertanya. “Bagaimana denganku? Kenapa Ibu menamaiku Rindu?”

 Wanita itu kembali tersenyum. “Sayangku, setiap kali Ibu melihat senja, Ibu selalu memandang yang indah dan Ibu selalu merindukannya untuk kembali. Jika ada orang yang menjual senja, betapa bahagianya Ibu hidup di dunia. Dulu Ibu adalah gadis yang merindu atau bahkan sampai sekarang. Rindu adalah perasaan yang tertahan akan sesuatu yang begitu ia sukai bahkan cintai. Rindu adalah kata-kata kesukaan Ibu, kata-kata yang mendalam, kata-kata tak bisa di definisikan dengan jelas pada penggunaannya, kata-kata yang membuat orang berkaca-kaca mendengarnya, kata-kata puitis bagi hati yang kritis, dan lagi Ayahmu lah si penawar rindu itu.” ceritanya panjang lebar.

 “Lalu, bagimana Ayah dan Ibu bisa bertemu?” tanyanya. “Iya? Bagimana?” tanya mereka berdua penasaran.

 Laki-laki dan wanita itu langsung diam dan saling menoleh serta saling menganggukan kepala satu sama lain. Seperti ragu namun mengiyakan langsung permintaan putri kembarnya. “Ayah yang akan bercerita.” kata laki-laki itu. “Dulu saat Ayah masih bujangan,” mulainya dengan berlagak tampan. “Ayah adalah seorang peselancar, Ayah hidup dengan menikmati pemandangan pantai dari pagi hingga malam tiba. Ayah selalu melihat senja dan Ayah jadi tergila-gila, bahkan rasanya ingin tinggal di tepi pantai untuk seumur hidup agar bisa menikmati senja sepuasnya. Lalu, datanglah Ibumu, wanita cantik yang datang pada Ayah untuk berselancar dan untuk dipinang. Dia penyuka senja, penyuka yang begitu fanatik. Ayah kalah dengannya, tapi dia punya satu kelemahan. Mau tahu kelemahanya?”  kedua anaknya mengangguk dan wanita itu mulai mencubit suaminya. “ Saat Ayah mengatakan rindu, hatinya langsung luluh. Itulah Ibumu, itulah bagimana Ayah bertemu.”

 “Benar, rindu dan senja itu satu paket. Tak bisa di pisahkan. Ibu suka senja, Ayahmu suka senja. Ibu merindu, Ayahmu datang sebagai penawar yang syahdu.”

 “Ohh…” ucap kedua putri mereka serentak seperti langsung memahami apa yang Ayah dan Ibunya tuturkan.

 “Kenapa Ibu dan Ayah menamai kami seperti itu?” tanyanya lagi. “Iya? Kenapa yah? Kenapa bu?”

 “Karena Ibu dan Ayah jatuh cinta pada hal yang sama.” jelas Ibunya singkat.

 “Cinta itu buta, sayangku. Tak melulu yang harus tampan, tak melulu yang harus mapan. Bertemu dengan Ibumu seperti anugerah. Ayah berhenti jadi peselancar, karena Ayah sudah menemukan senja Ayah, yaitu Ibumu.” sambung sang suami.

 “Rindu Ibu terbalaskan karena Ayahmu selalu bercerita tentang senja tak henti-hentinya.”

 “Aku harus menamai anakku nanti apa ya?” ucap salah satu putrinya yang langsung di beri kekehan oleh Ayah dan Ibunya.

 “Ayah, Bahasa Jepang kembang api apa?” giliran putrinya yang lain bertanya.

 “Hanabi. Hanabi sayangku. Kalian berniat menggilai kembang api?” Mereka menggangguk setuju.

 “Aku akan bertemu seseorang seperti Ayah di sini!”

 “Iya disini! Dimana aku menikmati kembang api dan bertemu pujaan hati!” sambung kembarannya.

 Ayah dan Ibu mereka hanya terkekeh mendengar apa yang putri kembarnya baru saja lantunkan. Mereka—keluarga yang bahagianya sederhana—kini berpeluk hangat ketika sang kembang api mulai menebarkan bulir-bulirnya ke langit. Melakukan pertunjukan yang membuat mata terbelakak melihatnya. Malam ini terasa indah, malam pergantian tahun yang sangat-sangat indah bagi mereka semua karena telah menceritakan sejarah pada anak-anaknya dan bernostalgia ria pada peristiwa yang begitu di rindukan.

Tentang Rindu dan Senja.

 Rindu dan Senja adalah perihal yang berbeda, satu membahas hati, satunya lagi membahas bumi. Namun, keduanya sama-sama bisa menenggelamkan sesuatu dengan pasti, menenggelamkan suasana dan menenggelamkan rasa di lubuk hati.  

Graphicnesia ContestWhere stories live. Discover now