Author: emili_brav45
Judul: Terompet Kecil***
"Terompet! Terompet! Ayo Dek, sini-sini. Terompetnya bagus lho!" rayuku pada anak kembar yang tengah digandeng Ibunya. Mereka melirik dengat penuh minat, kemudian menarik-narik baju Ibunya meminta untuk dibelikan.
"Yang naga satunya berapa Mbak?" tanya si Ibu.
"Dua puluh ribu Bu."
"Nggak bisa kurang Mbak?"
"Ibu maunya berapa?"
"Sepuluh ribu."
"Kalau segitu tidak bisa Bu. Tujuh belas boleh." tolakku halus.
"Nggak bisa turun lagi? Tiga puluh ribu dua ya." pintanya sambil menunjuk terompet naga yang sudah di pegang anak kembarnya. Aku berfikir.
"Baiklah Bu." aku menyerah, yang penting laku.
Setelah Ibu itu pergi, aku kembali merayu orang yang lalu lalang di alun-alun. Lokasi berjualanku memang di alun-alun kota. Tempat yang identik dengan anak-anak dan nuansa percintaan. Seperti yang dilakukan Kakakku di sana. Huuhh, seharusnya Riana membantuku berjualan saat ini. Tapi lihat dia sekarang, asyik pede kate ria dengan Raka yang sama-sama jualan terompet tidak jauh dari gerobakku.
Segala pikiran tentang Kakakku buyar ketika melihat seorang laki-laki mendekati gerobakku. Aku segera bangkit bersiap melayani.
"Mau beli terompet Tuan?"
Laki-laki itu mengangguk, lalu mulai memilah-milah.
"Kalau yang itu dua puluh ribu." timpalku ketika ia menunjuk terompet kupu-kupu, "yang naga juga dua puluh ribu." lanjutku.
Laki-laki itu lumayan lama memilih terompet. Sesekali ia menggaruk kepalanya dengan wajah bingung. Aku jadi sedikit memperhatikan penampilannya. Ia memakai celana selutut dan kaos bertuliskan INDONESIA. Rambutnya sedikit acak, kulitnya putih. Ia tampan juga.
Lamunanku pecah saat laki-laki itu menjentikkan jarinya di depan wajahku. Kurasakan wajahku menghangat karena kedapatan menatapnya.
"Ehh, anda sudah memutuskan akan membeli yang mana Tuan?" tanyaku salah tingkah. Ia tersenyum, lalu memberikan dua terompet kecil yang sudah dipilihnya.
"Semuanya sepuluh ribu Tuan." ucapku sambil memasukkan terompet ke dalam plastik. Laki-laki itu memberikan uang bernilai besar.
"Tunggu sebentar, aku akan mengambil kembaliannya." Namun ia segera menggeleng sambil tersenyum, kemudian berlalu pergi. Aku menganga, lalu segera tersadar.
"Terima kasih banyak Tuan!" aku setengah berteriak sambil melambaikan tangan. Namun laki-laki itu sepertinya tidak mendengarnya karena ramainya alun-alun. Aku tersenyum, sepertinya dia baik.
Esoknya, laki-laki itu datang lagi. Seperti kemarin, ia membeli dua terompet kecil. Ia tidak pernah bicara, yang ia lakukan hanyalah mengangguk dan tersenyum sebagai interaksi. Mungkin saja itu sudah sifatnya.
Sudah dua minggu aku dan Kakakku berjualan. Semakin mendekati tahun baru omset yang kami dapat semakin banyak. Dan sudah dua minggu ini pula laki-laki itu membeli terompet di gerobakku. Entah kenapa, aku selalu merasa senang ketika ia datang. Jujur saja, aku selalu menantikan kedatangannya. Mungkin itu berlebihan, tapi begitulah adanya.
"Beli terompet lagi Tuan?" sambutku ketika laki-laki itu datang. Secara, ia sudah jadi langgananku sekarang. Pria itu tersenyum dan mengangguk. Lalu ia mulai memilih.
"Kau tahu harganya Tuan." kataku sambil mengemas dua terompet kecilnya. Ia tersenyum, lalu memberikan uang pas padaku.
"Eh, Tuan!" cegahku sebelum ia pergi. Ia menoleh sambil mengangkat sebelah alis.
YOU ARE READING
Graphicnesia Contest
De Todo[CLOSED] Kamu merasa punya bakat menulis? Atau punya bakat graphic? Daripada bakatmu terbuang sia-sia dan cuma disimpan di galeri atau work kamu, mendingan ikutan kontes ini aja! Memang sih hadiahnya gak bisa ngobatin kegalauan kamu tapi se...