Judul : The Time We Think We Have
Story by criminalmonkeys
***
Dentingan sendok dan garpu yang membentur piring beradu dengan suara orang bercakap-cakap dalam gedung. Adrian, yang sejak satu jam lalu sudah duduk di sebelah ibunya belum mengeluarkan sepatah kata pun. Laki-laki itu hanya memakan hidangan makan malam pelan-pelan sambil memperhatikan beberapa anggota keluarga besarnya yang kebanyakan tidak familiar di matanya.
Malam ini adalah malam tahun baru, karena itu semua keluarga besar Handoyo berkumpul di sebuah restoran besar di Jakarta untuk berkumpul.
"Maaf telat!"
Suara wanita paruh baya itu membuat semua orang yang sedang berada di dalam gedung langsung menolehkan kepalanya kepada tiga orang yang baru saja keluar dari lift.
Dua detik kemudian, suara sumpit yang jatuh membuat semua orang kembali mengalihkan pandangannya kepada laki-laki remaja yang masih menatap perempuan yang seumuran dengannya yang baru saja keluar dari lift.
"Drian!" Suara ibunya membuat laki-laki itu kembali tersadar.
"Maaf," ujarnya sambil menundukkan kepalanya. Dua detik setelahnya, laki-laki itu kembali menatap ke arah perempuan yang kini tengah berjalan dan duduk tepat di hadapannya.
"Kamu kok gak nyapa Cindy? Bukannya kalian satu sekolah?"
Dua pertanyaan yang dilontarkan oleh ibu Adrian tidak dapat mencairkan suasana canggung yang tercipta diantara dua anak remaja yang hanya mampu saling bertukar pandangan itu.
Setelah beberapa tahun tidak pernah bertemu, ada banyak sekali hal yang ingin ditanyakan Adrian kepada perempuan yang duduk di depannya itu. Begitu banyak hingga ia tidak tahu harus memulai dari mana.
Namun pertanyaan yang paling mengusiknya saat ini adalah gedung ini kan sudah disewa khusus untuk perjamuan makan malam keluarga besar Handoyo, sehingga tidak mungkin ada orang dari keluarga ain yang dapat masuk ke dalam gedung malam ini. Jadi, bagaimana bisa ia bertemu dengan perempuan ini di sini?
"Halo, Adrian," sapa Cindy sambil tersenyum canggung.
Adrian menelan ludah. "Ma, Drian ke toilet dulu ya."
■■■
Adrian berdiri di depan kaca yang ada di kamar kecil. Ia menatap bayangan dirinya dan jam tangan yang dikenakannya secara bergantian untuk memastikan kalau ia tidak sedang berada di dalam mimpi.
Setelah membasuh wajahnya dan membenarkan posisi rambutnya, laki-laki itu berjalan keluar dari pintu kamar mandi pria. Baru dua langkah, ia berhenti lagi. Raut wajahnya kembali menegang ketika ia melihat sosok perempuan yang berdiri tidak jauh dari pintu masuk kamar mandi pria.
"Dri, gue mau ngomong," ujar Cindy sambil berjalan mendekat.
"Kita... bukan saudara kan?" tanya Adrian pelan.
Adrian tidak tahu apa yang harus ia lakukan untuk mengusir rasa takut yang ada di dalam dadanya. Yang ia ingin lakukan sekarang hanyalah bangun dari mimpi buruk ini, dan kalau pun ini bukan mimpi, maka ia hanya ingin lari. Ia tidak ingin mendengar pernyataan bahwa ia bersaudara dengan orang yang dicintainya.
Yang ditanya tersenyum tipis. "Nggak. Kita nggak ada hubungan darah kok, Dri."
Adrian menatap mata Cindy dalam-dalam. Ia berusaha mencari titik kebohongan di dalamnya, namun ia tidak dapat menemukannya. "Terus kok lo bisa diundang ke sini?"
"Karena keluarga kita deket, Dri. Oma lo itu deket banget sama nyokap gue, sampe-sampe nyokap gue udah dianggep kayak anak sendiri sama oma lo."
Adrian tidak menanggapi. Ia tahu omanya memang wanita yang baik, sehingga perkataan Cindy terdengar masuk akal di telinganya. Walaupun Adrian tidak menunjukkannya, namun ia kini merasa lega setelah mendengar perkataan Cindy.
YOU ARE READING
Graphicnesia Contest
Casuale[CLOSED] Kamu merasa punya bakat menulis? Atau punya bakat graphic? Daripada bakatmu terbuang sia-sia dan cuma disimpan di galeri atau work kamu, mendingan ikutan kontes ini aja! Memang sih hadiahnya gak bisa ngobatin kegalauan kamu tapi se...