Hide and Seek
“Sst! Coba dengar suara itu!”
Tap, tap.
Suara langkah kaki itu terdengar gaduh. Kamu hanya bisa bungkam. Detik setelahnya, air mukamu sudah berubah. Aku bisa melihat jelas gurat khawatirmu yang terpampang di wajah pasimu. Tanganmu yang gemetar hebat mengamit lenganku. Sentuhanmu pada lenganku terasa dingin.
“Cepat! Sembunyi!”
Instruksiku segera kamu turuti. Secepat kilat, kamu sudah melesat duluan ke dalam ruang tengah, tentunya aku harus mengikutimu mengingat tanganku masih di dalam dekapanmu. Kamu sampai di ruang makan, namun kamu tak dapat menemukan celah sebagai tempatmu bersembunyi.
“Bagaimana ini, kak?! mereka pasti akan menemukan kita!”
Aku menggeleng, lantas kamu menarikku dan berjalan ke arah ruang dapur.
Hancur.
Deskripsiku untuk ruang dapur kami. Kursi dan meja makan yang terbalik, plafon yang ambruk, wastafel yang terbelah jadi dua, dan bohlam lampu yang pecah yang bertebaran di lantai. Benar-benar hancur. Merasa tak ada tempat untuk sembunyi, kamu kemudian berlari ke arah kamarku.
Tap, tap.
Sial, mereka sudah semakin dekat.
Aku menarikmu masuk ke kamar. Kucari sebuah tempat untukmu bersembunyi. Aku menelisik setiap inci ruangan. Ah, ketemu!
Lemari!
“kamu diam disini, ya,” ucapku padamu, “kakak nanti sembunyi di tempat lain.”
Kubuka pintu lemari dan kusingkirkan baju-bajuku yang mempersempit lemari. Kujejalkan tubuh mungilmu kedalamnya, lantas kututup pintu itu serapat mungkin.
“adik manis, kamu dimana?”
Suara bariton itu menggema. Aku bisa merasakan sekujur tubuhku yang merinding. Keringat dingin sudah mengalir melewati pelipisku. Aku buru-buru bersembunyi di bawah kasur sementara kamu masih berdiam di dalam lemari.
Di bawah sini aku mengawasimu. Tenanglah.
“Sudah ya main petak umpetnya, sekarang keluarlah, nak.”
Aku melihat kegaduhan yang terjadi dalam tempat sembunyimu. Diamlah sebentar, kamu pasti akan selamat.
“Ayo keluar, nanti paman beri lollipop.”
Aku mengepalkan tanganku, kupejam mataku erat. Mulutku sibuk berkomat-kamit merapalkan doa. Tuhan tolong kami, hanya nama-Mu yang sekarang jadi bulan-bulanan bibirku.
“Ayo keluar. Paman hitung ya,” ucapnya dengan suara seraknya yang semakin jelas terdengar, “lima.”
Kamu masih sibuk dengan urusanmu yang membuat lemari itu berdecit nyaring. Apa yang kamu pikirkan?!
“Empat.”
Duar!
Terdengar suara ledakan dari luar rumah. Aku tahu betul suara itu. Walaupun malam ini adalah malam tahun baru, tapi warga kota kami tak sedang merayakannya. Bukan kembang api, tapi granat.
Bukan ayam panggang, melainkan manusia yang terpanggang
Bukan terompet, tapi AK-47.
“Tiga.”
Kulihat pria itu menyambangi kamarku dengan langkah yang senyap. Mendengar lemari yang berdecit, tungkai pria itu beralih ke arah lemari. Gawat, dia pasti menemukanmu!
“Dua.”
Tangan besarnya meraih pintu lemari, tak lupa M-16 yang berada dalam apitannya yang akan memberondong siapun yang berada di belakang lemari.
Berita buruknya, kamu yang berada di belakang pintu lemari.
“Satu.”
Dengan sigap, M-16 miliknya sudah menempel di pelipismu. Pria itu menarik pelatuknya,
“adik manis, selamat tahun baru.”
Selanjutnya, hanya desau mesiu yang dapat kudengar.
**
Aleppo, 1 Januari 2017
“Seorang anak perempuan berusia sepuluh tahun ditemukan tewas di dalam kamarnya, diduga kelompok bersenjata ISIS telah menjatuhkan rudal dan melakukkan penembakan secara brutal di kawasan perumahan warga sipil pada malam tahun baru. Diduga korban tewas dan luka akan bertambah. CCN News melaporkan dari tempat kejadian”
YOU ARE READING
Graphicnesia Contest
Random[CLOSED] Kamu merasa punya bakat menulis? Atau punya bakat graphic? Daripada bakatmu terbuang sia-sia dan cuma disimpan di galeri atau work kamu, mendingan ikutan kontes ini aja! Memang sih hadiahnya gak bisa ngobatin kegalauan kamu tapi se...