Maaf ya, gue selalu late post. Maaf gak bisa jadi author idaman yang selalu punya cerita bagus dan rutin posting. Harusnya, chapter 8 di-post kemaren. But, berhubung gue sakit dan ada bagian yang belum rampung, jadi gue baru bisa menyelesaikannya hari ini.
Semoga ini menyenangkan hati kalian ya. Happy reading, guys! Maaf kalo banyak typo dan gak nyambung. Otak penulis lagi error. Love you all!
8. Chapter 8 : The Secrets
Delia sedang sibuk merapikan berkas-berkas pasien yang berserakan di meja kerjanya. Dia sedang menyusunnya berdasarkan urutan abjad nama para pasien. Ia harus segera menyelesaikannya. Delia mendengus sebal saat suara ponselnya berdering. Satu panggilan masuk. Lalu, Delia menekan tombol hijau setelah melihat caller id yang tampil di layar ponselnya.
“Siang Bu Delia maaf mengganggu waktu Anda. Saya Githa dari perusahaan penerbit yang akan mempublikasikan buku karangan Anda. Siang ini Anda diminta untuk bertemu dengan Editor yang akan menyunting buku Anda.” ucap suara di seberang sana dengan nada sopan.
Delia menghela nafas panjang. “Hmm, oke. Dimana saya bisa bertemu dengannya?”
“Anda bisa datang langsung ke kantor kami siang ini jam satu usai makan siang. Temui ruangannya di lantai 3.”
“Oke. Jam satu siang ini di lantai 3. Terimakasih ya, Git.” Delia memutus sambungan telepon.
Ia harus segera menyelesaikan pekerjaannya ini kemudian makan siang dan bergegas menuju ke kantor penerbit. Enam bulan belakangan, Delia tengah disibukkan dengan pekerjaan sambilannya menulis Buku Psikologi tentang remaja. Setelah yakin, ia pun mengajukan hasil tulisannya kepada penerbit yang ternyata mendapatkan respon positif. Siang ini, ia harus bertemu dengan calon editor bukunya.
***
Ini merupakan bulan kedua setelah Asha keluar dari rumah sakit akibat peristiwa penculikannya yang dilakukan oleh Rakka. Asha telah kembali kepada aktifitasnya seperti sedia kala. Kegiatannya sebagai jurnalis di sebuah harian utama ibukota yang cukup ternama. Terutama aktifitasnya akhir-akhir ini yang harus meliput banyak berita tentang gencarnya kasus korupsi seorang kepala daerah di salah satu provinsi di Indonesia.
Saat ini Asha masih tetap berkutat dengan computer di hadapannya. Ia harus menyelesaikan sebuah artikel yang akan dijadikan headline news sebuah Koran elektronik yang juga merupakan salah satu produk perusahaannya pada website mereka, mengingat kecanggihan teknologi yang semakin menanjak membuat semua industri termasuk media massa, harus mengikuti arus tuntutan zaman.
Tiba-tiba, ia mendengar langkah kaki pelan yang berjalan ke arahnya. Namun Asha tetap tak bergeming, dan hanya terfokus pada layar computer di hadapannya. Hingga satu suara berat yang ragu menyapanya.
“Neng Asha, punten.”
Asha menolehkan wajahnya, menemukan satu sosok yang kini tengah berdiri tak jauh dari tempat ia duduk. Kemudian ia mengerutkan dahi.
“Mang Dadang, aya naon? Kunaon eta mawa-mawa bunga sagala? Buat saha?” tanya Asha heran.
Kemudian, sosok yang dipanggil Mang Dadang itu menyerahkan bunga kepada Asha. Asha menerimanya masih dengan tatapan penuh tanda tanya.
“Ceuk Pak Mono, eta teh bunga buat Eneng. Dari laki-laki yang katanya nitipin ke Pak Mono. Mamang mah cuma diminta tolong sama Pak Mono buat kasihin ke Neng Asha.”
Asha masih terus memandangi bunga mawar putih di tangannya sambil membolak-baliknya. “Kemaren cokelat, kemarennya lagi novel roman. Sekarang bunga?” ucap Asha bertanya pada dirinya sendiri setelah Mang Dadang pergi meninggalkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Come and Back!
RomanceDi saat cinta pergi menghilang. Dengan segala upaya mencoba untuk mempertahankan segalanya tanpa berniat meninggalkannya. Dan ketika cinta itu datang untuk pulang dan kembali, akankah semua berujung pada kebahagiaan? *** Asha, seorang jurnalis muda...