XI - Different Way

1.3K 33 9
                                    

Aholaa kawan-kawan wattpad!! Apa kabar kalian semuanya? Semoga pada sehat-sehat aja ya. Gue juga lagi sehat banget nih, sampe tiga hari berturut-turut gak males ngetik buat ngelanjutin cerita abal ini. Betapa lagi sehat dan warasnya gue? Ah, jangan ditanya. Gue lagi semangat banget gak tau kenapa. Apalagi kalo votes sama commentsnya nambah terus. Makin semangat deh kayaknya. #kode

Oh iya, untuk cast-nya Divo yang tadinya Herjunot Ali gue ganti jadi Rio Dewanto boleh kan ya? Setelah berdiskusi dan dapet masukan dari dua sahabat gue, juga menimbang-nimbang, kayaknya Rio lebih cocok meranin karakter Divo. Semoga sesuai deh sama imajinasi kalian ya, guys!

Maaf kalo banyak kekurangan. Selamat membaca.. Jangan lupa votes dan commentsnya. And this is it!

 

 

 

Chapter 11: Different Way

Delia masih terus terisak. Ia tak mampu membendung tangisnya setelah Gatra membawanya ke dalam mobil. Mulutnya masih terkunci rapat, selain mengeluarkan isak tangisnya. Tanpa ia sadari, ia telah menyenderkan kepalanya pada bahu Gatra yang berada di sampingnya. Gatra memegangi kedua bahunya yang tadi sempat bergetar hebat. Ia menatap Delia penuh iba. Gatra adalah satu dari sekian lelaki yang tidak dapat melihat seorang wanita menangis di hadapannya. Namun, kini ia hanya mampu menguatkan Delia dengan keberadaannya dan berdo’a. Delia masih enggan untuk bercerita.

Delia mengangkat kepalanya dari sandaran bahu Gatra. Ia menghapus sisa peluh di pipinya dengan punggung tangannya. Gatra meriah selembar tissue di atas dashboard mobilnya dan ia berikan kepada Delia sambil tersenyum. Delia menerimanya masih dengan wajah yang kusut tanpa ada kata yang keluar. Gatra paham. Delia sedang dalam situasi yang tidak baik, dan itu membuatnya merasa tak nyaman. Ingin sekali rasanya ia melakukan sesuatu utuk membuat perasaan wanita di dekatnya itu lebih baik dan kembali seperti sedia kala.

“Del?” panggil Gatra lembut.

Delia segera mendongakkan wajahnya. Masih tanpa suara. Hanya menatap Gatra dengan enggan.

“I have something for you.” ucapnya sok misterius.

Delia menyipitkan matanya. “Apa?” tanyanya singkat.

Dari balik punggungnya, tangan Gatra menggenggam sebatang cokelat yang berbungkus keemasan. “Milk Chocolate. Kata orang, cokelat bisa bikin suasana hati jadi lebih baik. Good food, good mood.” ujar Gatra sambil menyodorkan cokelat tersebut.

“Kapan belinya?” tanya Delia datar.

Gatra melongo mendapati respon yang diberikan Delia. “Kenapa nanyanya gitu, Del?” tanyanya heran.

Delia terkekeh. “Ya abisan kan lo daritadi di sini nemenin gue. Terus kapan belinya? Apa lo udah tau kalo mala mini gue bakal nangis makanya lo prepare bawa cokelat?” tanya Delia.

Gatra menepuk dahinya pelan. Tak menyangka jalan pikiran Delia ke arah sana. “Ya ampun, Del. Mana bisa gue punya kemampuan indigo membaca masa depan gitu? Kebanyakan nonton kartun fantasi deh. Ini cokelat punya gue kok. Kemana-mana gue selalu bawa cokelat buat persiapan kalo tiba-tiba mood gue berantakan. Chocolate makes me feel better..” terang Gatra.

Ia kembali meraih cokelat dari tangan Delia, kemudian membuka bungkusnya perlahan. Cokelat itu mengeluarkan aroma perpaduan susu dan cokelat yang manis. Dan Delia adalah pecinta makanan manis yang pasti langsung tergiur melihat pemandangan yang demikian.

Come and Back!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang