IX - The Chances

1.3K 23 5
                                    

Maaf late post selalu. Lagi banyak banget tugas nih. Baru aja kelar beberapa tugas penting. Maaf banget ya. Semoga masih ada yang setia baca cerita alay ini ya. Dan semoga ini bisa membayar sedikit keterlambatan gue ya. Jangan lupa votes dan comments. Happy reading, lovely readers! Salam Come and Back!

Chapter 9: The Chances

”Gimana, Sha? Ide gue barusan? Oke gak?” Delia tersenyum dengan penuh kebanggaan usai mengutarakan idenya menolong Asha menyelesaikan masalahnya.

Asha mengangguk. Kemudian ia kembali menyeruput jus jambu di hadapannya. Lelah setelah mendengarkan penjelasan panjang Delia sambil berbisik. Tiba-tiba, ponsel Nara berbunyi.

“Halo..”

“…”

“Iya deh, La. Aku udah atur semua jadwal kamu. Besok kita ketemu di kantor agensi.”

“…”

“Yaudah pokoknya kamu sekarang istirahat aja. Oke, bye. See you tomorrow!”

Klik! Nara menutup pembicaraannya dengan seseorang di telepon.

Delia mengerutkan dahi. Penasaran dengan orang yang barusan menelepon Nara.

“Itu artis baru gue. Baru orbit, nanyain masalah jadwal.” Nara seolah tahu apa yang ingin ditanyakan oleh kedua sahabatnya.

“Lo gak manajerin si Lukas lagi, Ra?” tanya Asha. Nara adalah seorang manajer artis pada salah satu kantor agensi bakat.

Nara menggeleng. “Gue udah gak sanggup deh ngadepin si Lukas. Makin famous, makin tengil dan banyak gaya. Dan kebetulan, gue dapet tawaran buat jadi manajer artis yang baru orbit dan dia cewek. Lumayan lah, ngatur cewek kayaknya bakal lebih sehati.” Nara curhat.

Delia dan Asha serempak memasang wajah ‘Ohhh’ dengan bibir yang membulat membentuk huruf O. Setelah menyelesaikan makan, mereka beranjak pergi dan memutuskan untuk berpisah. Pulang ke rumah masing-masing.

***

Ada seseorang yang tengah mondar-mandir memperhatikan keadaan sebuah kantor dengan gedung bertingkat. Raut wajah yang ditampakkan seperti bingung dan ragu. Setelah beberapa kali berjalan bolak-balik sambil berpikir keras. Ia memutuskan untuk masuk ke dalam kantor tersebut. Entah mengapa, ia merasakan suatu firasat yang tak mampu dimengerti baik dan buruknya.

Perlahan ia masuk melewati gerbang raksasa yang mengelilingi gedung besar tersebut. Ia berjalan ke arah sebuah pos yang letaknya tak jauh dari gerbang. Ketika ia mendekat, ia mendapati pintu yang terbuka. Di dalamnya, ia melihat seseorang sedang tertidur dengan seragam kemeja putih dan celana biru yang khas.

Melihat hal tersebut, ia jadi ragu dengan niatnya. Akhirnya, ia memberanikan diri untuk menyapa seseorang yang tidur tersebut. “Pak, permisi..” ucapnya seraya mengguncang pelan bahu orang tersebut.

Namun orang tersebut tak kunjung bangun. Cukup lama ia terdiam dalam kebingungan. Kemudian ia melihat sebuah kertas kosong tergeletak di atas meja cokelat kayu. Melihat itu, ia mendapatkan sebuah ide. Ia ambil kertas tersebut kemudian menuliskan sesuatu menggunakan bolpoin yang selalu ia letakkan di saku kemejanya.

Setelah selesai menulis, ia meletakkan sebuah kotak berwarna merah dengan pita emas di atas kertas tersebut. “Pak, nanti kalau bangun tolong dilihat ya. Saya permisi dulu.” ucapnya seraya meninggalkan orang tersebut yang masih terlelap.

Di langkah kelimanya, ia terhenti. “Bapak mau kemana? Kok tumben jam segini baru dateng, pak?”

Ia pun terpaksa membalikkan tubuhnya karena rasa bersalah. “Maaf ya pak, saya jadi ganggu istirahat Bapak. Saya cuma mau titipin ini ke Bapak.”

Come and Back!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang