XVIII - Decision

604 44 4
                                    

Here I am with the new chapter.. Check this out and enjoy the new chapter! Hope you’ll like it, guys! Vote and comment, don’t forget them!!

XVIII – Decision

“Silahkan duduk, Del.”

Delia mengikuti instruksi atasannya, memenuhi panggilannya untuk datang ke ruangan Pak Rahmad, manajer dari Wilmer Psychology Consultant tempatnya bekerja. Delia duduk dengan mantap sambil mempersiapkan diri mendengarkan apa yang akan disampaikan oleh atasannya tersebut.

“Jadi, begini Fidelia. Saya memanggil kamu kemari untuk sebuah penawaran. Perusahaan kita ini berencana untuk membuka cabang baru di Singapura. Untuk itu, saya memerlukan beberapa agen untuk merintis cabang baru tersebut. Saya melihat kamu sebagai agen yang potensial, maka dari itu saya menawari kamu. Bagaimana?” ucap Pak Rahmad to the point.

Delia tampak menimbang-nimbang. Ini merupakan kesempatan emas yang dapat dijadikan batu loncatan untuk meningkatkan kualitas kariernya. Namun, ia masih harus mempertimbangkan lebih lanjut urusan pekerjaannya. “Mm, maaf Pak. Saya izin minta kelonggaran waktu untuk berpikir?”

“Dua hari. Saya kasih kamu waktu dua hari untuk bikin keputusan. Bagaimana?”

Delia tersenyum. Kemudian menjabat tangan Pak Rahmad. “Terima kasih Pak atas tawaran dan kelonggaran waktu yang Bapak berikan. Saya permisi.”

***

Asha terdiam sejenak sebelum memasuki ruangan CEO Bright Neon, sebuah perusahaan pemilik sekaligus pengelola situs Easy Trade—situs perantara penjualan online terbesar dan terkenal di Indonesia— yang saat ini banyak digandrungi kaum muda, baik sebagai pembeli maupun penjual. Asha menatap pintu jati tersebut cukup lama. Hingga ia meyakinkan hatinya, demi profesionalisme ia harus menjalankan misi ini dengan baik. Atau Pak Radith akan benar-benar menikahinya.

Mengingat hal tersebut membuat Asha gerah dan ingin rasanya meninju kepala atasan sableng-nya itu untuk membantunya memperbaiki posisi otak Pak Radith yang berpindah terlalu jauh dari tempatnya. Sabar, Sha. Sabar.. Atas nama karier dan profesionalisme lo!

Asha mengetuk pintu tersebut dan melangkah masuk. Ia mendapati seorang lelaki duduk di meja yang bertuliskan SEKRETARIS. Asha memandang ke arah papan nama yang bertuliskan Dimas Heryana. Asha mengerutkan dahi. Jadi, sekretaris Fatah laki-laki? Wow, apa dia—

“Maaf mbak, ada yang bisa saya bantu? Saya Dimas, sekretaris pribadi Pak Ishaq.” ucap lelaki di hadapan Asha menginterupsi lamunannya.

Asha tersadar. Ia menggaruk tengkuknya yang tak gatal, menutupi rasa malu karena bertingkah bodoh. “Eh, He hh, maaf ya Pak Dimas. Pak Fatah, eh Pak Ishaqnya maksud saya, ada?” tanya Asha terbata.

Dimas masih tersenyum sambil memperhatikan sekilas penampilan Asha dari atas sampai bawah. “Hmm, Mbak Latisha? Wartawan dari majalah Speak Up?”

Asha mengangguk pelan dan tersenyum. Ia sudah bisa mengatasi emosinya dan menemukan kembali kendali dirinya. Dimas beranjak dari posisinya. “Mari Mbak, silahkan masuk. Pak Ishaq sudah menunggu Anda.” ucapnya sambil membukakan pintu ruangan CEO.

Asha melangkah perlahan sambil sesekali mengamati dan menilai dekorasi ruang kerja Fatah. Ketika ia mengarahkan pandangannya ke meja kerja CEO, ia mendapati sosok Fatah yang tengah serius berhapan dengan laptop-nya. Sepertinya Fatah masih belum menyadari kehadirannya, pikir Asha.

Come and Back!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang