XIV - Cumulonimbus

925 33 7
                                    

Akhirnya, setelah tiga minggu gue baru bisa posting lagi. Maaf ya karena gue kemaren ingkar janji. Chapter ini gue buat di sela-sela aktifitas Ujian dan Try Out yang bikin gue 'gumoh'. Hahaha, gue jadi curhat. Yaudahlah ya, temen-temen semua tolong ya. Cerita ini setelah dibaca, di-vote lah gitu terus dikomentarin. Hehehe, nggak maksa kok cuma memelas..

Yaudahlah yaa, hepi-hepi deh baca cerita ini. Walaupun chapter ini banyakan ....

Hahaha, I love you all!

XIV – Cumulonimbus

Asha tengah mematut dirinya di depan cermin nakas dengan malas. Ia tampak tak bersemangat untuk memulai aktivitasnya hari ini. Andai Asha bisa meliburkan diri hari ini, namun membolos bukanlah tipikalnya. Baginya tanggung jawab perlu diutamakan.

Selesai dengan penampilannya, Asha segera berjalan keluar kamarnya dan menuju ruang makan. Baru saja ia ingin mendaratkan diri di atas kursi makan, Prana-adik laki-lakinya- memanggilnya setengah berteriak. “Yuk, ada tamu tuh nungguin. Kayaknya mau jemput Ayuk* deh.” ucap Prana yang berjalan santai ke arahnya sambil mengedipkan sebelah matanya.

Asha terpaksa menunda sarapannya. Padahal perutnya sudah sangat lapar, tapi ia penasaran dengan tamu di pagi harinya. Siapa pula namu pagi-pagi gini? Bikin gue pengen nelen pogi-pogi aja, umpatnya dalam hati. Asha berjalan dengan terburu-buru, ingin segera memaki orang yang bertamu di pagi harinya tanpa memberi kabar terlebih dahulu. Hingga ia tak menyadari sosok tamu yang sedari tadi ia maki-maki dalam hati.

“Selamat pagi, Latisha.” ucap tamu pagi harinya sambil tersenyum dari celah pagar besi yang membatasi mereka.

Terkejut bukan main. Asha tak menyangka bahwa ialah tamu menyebalkan itu. Seseorang yang saat ini sangat tak ingin ia temui. Ketika Asha hendak menyemburkan kata-kata pedasnya, sosok itu masuk melewati pagar tanpa izin dan meraih tangannya. Hal itu berlangsung begitu cepat. Hingga Asha mengalami shock untuk yang kedua kalinya.

“Tolong jangan marah dulu. Niat aku baik. Kalo kita nggak berangkat sekarang, kamu bisa telat. Nanti sambil di jalan, kamu boleh maki aku sampe kamu selesai dan lega.” ucapnya tegas dan tak ingin dibantah.

Asha berusaha melepaskan cengkeraman tangan yang cukup kuat. “Lepasin tangan aku! Mending aku telat daripada dianter kamu!!” ucapnya ketus.

“Sha, please. Kali ini, aku mohon. Kita mesti bicara. Aku nggak akan pergi tanpa kamu.” Ia menatap tepat di kedua manik mata Asha.

Asha memutar bola matanya. Kali ini, mungkin lebih baik ia mengalah. “Huh, dasar Fatah! Ini sih pemaksaan!” Dengan malas, Asha berjalan menuju pintu penumpang di bagian belakang.

Fatah hanya menatap perilaku Asha dengan senyuman. Ia mengekor di belakang Asha, menuju ke arah yang sama. Ia mengambil tempat di sebelah Asha dan dihadiahi tatapan membunuh dari Asha.

“Ngapain kamu duduk di sini?”

“Ya gapapa. Aku mau deket kamu.”

Asha mengerutkan dahinya. “Terus siapa yang nyetir?”

“Saya, Non.” Sebuah jawaban singkat dari suara yang tak dikenali Asha.

“Itu Pak Arman. Hari ini kita diantar beliau. Gapapa kan kita bertiga? Oh iya Pak, kalo kita berdua lagi ngobrol, anggap aja Bapak lagi di dalem mobil sendiri aja.” ujar Fatah dengan tatapan menggoda.

Pak Arman hanya diam dan tersenyum menanggapi perintah majikannya. Sementara Asha, semakin merasa tersudut. Awalnya, ia memilih duduk di belakang untuk menjauh dari Fatah. Ia tak mengira bahwa Fatah hari ini datang bersama supirnya. Ia merasa seperti senjata makan tuan. Mana mungkin ia meledak dengan lega jika ada orang lain di antara mereka?

Come and Back!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang