XIII - Tears of Sorrow

1.1K 28 4
                                    

Maaf, update malem-malem gini. Kebetulan lagi mood. Hehehe, semoga menyenangkan dan memuaskan yaa. Maaf kalo masih banyak typo dan kalo ceritanya kurang ngena. Gue udah berusaha semampu gue. Buat yang masih baca, makasih banget ya. Apalagi yang udah votes dan comments, makasih banget banget ya.

Happy reading guys, don’t forget to appreciate this story by giving some votes and comments! LOVE YOU SO MUCH ALL READERS!

(Oh iya, btw, chapter ini gue dedikasikan buat new readers yang rajin komentar dan votes yang artinya di udah bikin gue seneng. Makasih banget ya @Qachua

Salam hangat,

Juffrouw Magda

XIII – Tears of Sorrow

Gadis cantik yang kini berada di hadapan Asha dan Fatah tak lain adalah Shilla. Shilla tampak begitu berang dan gusar. Bola mata bulatnya tampak memerah, air mukanya tampak begitu sakit hati. Wajah putihnya tampak memerah menahan amarah. Ia telah bersiap menyemburkan kata-kata pedasnya kepada Asha.

“Heh, cewek gatel! Gak tau diri banget sih lo pake gendong-gendongan di tempat umum. Nggak tau etika abis!! ALAY!!!!” Shilla berteriak keras tanpa mempedulikan orang-orang yang memandangi mereka dengan tatapan yang beragam, seolah mereka hanya bertiga di taman tersebut.

Fatah mengetatkan rahangnya. Ia menurunkan Asha dari gendongannya. Perilaku kekanak-kanakan Shilla sungguh keterlaluan dan ini telah yang kedua kalinya semenjak peristiwa pertengkarannya dengan Asha di Wedding Party Nara dan Divo.

Shilla masih ingin memancing perhatian sekitar. Ia begitu membenci Asha karena ia mampu merebut hati Fatah padahal mereka baru saja bertemu sedangkan ia telah berjuang ratusan kali namun hasilnya tetap nihil. Shilla maju beberapa langkah dan mengangkat tangan kanannya hendak mendaratkan sebuah tamparan di pipi Asha. Namun sayang, refleks Fatah lebih cepat untuk mencegahnya.

“Shilla, stop doing like this! Looking around, this is a public place. Jangan permalukan diri kamu sendiri, La. Enough!!” Fatah membentak Shilla sambil memegangi pergelangan tangan Shilla yang sewaktu-waktu dapat menyakiti Asha.

Hati Shilla seperti tersayat pisau. Berdarah-darah. Tak terima dengan sikap Fatah yang memilih melindungi Asha daripada membela dirinya. Hatinya hancur. Matanya mulai berkaca-kaca. Dadanya mulai dipenuhi sakit yang menyesakkan. “Kenapa Kakak belain cewek gatel ini sih? Aku kan bicara kenyataan!” Kemarahan Shilla mulai diselingi isak tangis. Pipinya basah karena air mata yang mengucur.

“Shilla, I say enough! Asha bukan cewek gatel. Sekali lagi kamu bilang begitu, aku gak akan segan-segan—“

“APA KAK?! KAK FATAH MAU TAMPAR AKU?!!” Shilla menyela perkataan Fatah dengan emosional.

Asha yang sedari tadi terdiam mulai tak tahan dengan adegan sinetron yang kini ia saksikan. Gemuruh amarah yang sedari tadi ditahannya karena sadar dengan perhatian sekitarnya. “Fatah, cukup. Lebih baik kamu anter pulang anak kecil ini. Malu diliat sama orang banyak gini.” Asha mencoba merendahkan suaranya, mengendalikan emosi yang hampir menguasainya.

Asha hendak meninggalkan Shilla dan Fatah, namun Fatah mencekal lengannya, menahannya untuk tetap bersamanya. “Sha, kamu pulang sama aku. Aku anter kamu pulang ya.” pintanya.

Asha tersenyum getir sambil menggeleng pelan. “Gak Tah. Kamu anter dia pulang, sebelum dia berlaku makin kacau. Kamu selesaiin urusan kamu sama dia, aku bisa pulang sendiri.” Asha berkata tanpa bisa dibantah. Kemudian kakinya melangkah menjauhi Fatah yang terdiam dan Shilla yang menggelayut manja di lengan Fatah. Matanya mulai berkaca-kaca, namun Asha menahan diri dan berusaha terlihat normal seolah tak terjadi apapun.

Come and Back!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang