"Ayah...," suara pelan mengandung isak terdengar memecah kesunyian pagi. Suara itu berasal dari sebuah mulut mungil berpakaian serba putih yang duduk bersimpuh di depan sebuah gundukan tanah merah.
Wajah sosok tubuh ramping ini tidak terlihat karena kepalanya tertunduk .
"Aku menyesal sekali, Ayah...," kembali suara mengandung isak itu terdengar. Menilik suaranya yang begitu menyayat, dapat diperkirakan kalau sosok tubuh ramping ini adalah seorang wanita.
"Kalau aku tidak datang terlambat, mungkin Ayah tidak meninggal. Aku menyesal sekali. Tapi, tenanglah di dalam kuburmu. Akan kubalaskan sakit hatimu. Akan kubunuh mereka yang telah secara curang mengeroyok mu. Dengar janjiku ini, Ayah. Kalau tidak berhasil memenuhi janjiku ini, maka akan kuganti namaku, Ayah. Akan kubuang nama Melati!"
Tegas dan mantap sekali ucapan terakhir yang keluar dari mulut sosok yang berpakaian serba putih, dan ternyata bernama Melati itu. Apalagi kata-kata itu ditutup dengan kepalan tangannya di depan dada, sambil mengangkat wajah! Tangan yang terkepal itu begitu indah! Jari jemarinya terlihat lentik, halus, dan berkulit putih mulus.
Punggung tangannya yang tidak tertutup baju bertangan panjang itu pun putih, halus, dan mulus! Tetapi bila dibandingkan dengan wajah yang kini nampak jelas itu, tangan itu tidak berarti apa-apa. Wajah sosok serba putih itu begitu cantik
jelita, laksana Dewi! Kulit wajahnya putih, halus, dan mulus. Hidungnya mbangir, dan bibirnya yang tipis dan mungil itu berwarna merah segar.
Hanya satu yang menyeramkan pada gadis berusia sekitar sembilan belas tahun itu. Sepasang matanya yang tajam mencorong, dan bersinar kehijauan! Persis seperti sorot mata kucing dalam gelap.
Setelah mengucapkan sumpahnya, Melati bangkit dari duduknya, kemudian melesat dari situ. Cepat sekali gerakannya. Sehingga dalam sekejap mata saja, hanya terlihat sebuah titik di kejauhan yang semakin lama semakin mengecil dan akhirnya lenyap.
***
Seraut wajah cantik jelita berpakaian serba putih, dengan sikap tak acuh melangkah memasuki sebuah kedai di Desa Waringin. Dihampirinya sebuah meja yang masih kosong. Dan dengan malas dihenyakkan tubuhnya ke kursi. Tak dipedulikan berpasang-pasang mata yang menatap liar ke arahnya.
Sang pemilik kedai, seorang setengah tua yang berwajah totol-totol hitam, tergopoh-gopoh datang menghampirinya.
"Mau pesan apa, Nisanak?" tanya pemilik kedai ramah.
Wanita yang tidak lain dari Melati ini lalu memesan makanan yang disukainya. Suaranya begitu merdu.
Sang pemilik kedai mengangguk-angguk mengerti, kemudian berlalu untuk menyiapkan pesanan itu. Sebelum berlalu, mulutnya sempat berbisik pelahan pada Melati."Hati-hati, Nisanak. Di sini banyak orang jahat. Kalau bisa, cepatlah pergi dari sini..."
Melati hanya tersenyum sinis. Sama sekali tidak digubris peringatan. pemilik kedai itu.
Tidak lama, pemilik kedai itu sudah kembali sambil membawa makanan pesanan Melati. Setelah mempersilakan, ia pun berlalu dari situ.
KAMU SEDANG MEMBACA
Serial Dewa Arak - Aji Saka
Художественная прозаHari masih pagi, ketika di kaki lereng Gunung Waru berkelebat beberapa bayangan yang bergerak cepat menuju ke puncak. Menilik dari gerakan yang rata-rata ringan dan gesit, dapat diketahui kalau bayangan-bayangan itu adalah orang-orang persilatan yan...