25. Penghuni Lembah Malaikat

2.4K 24 1
                                    

Siang ini suasana di mayapada panas sekali. Matahari telah berada tepat di atas kepala. Sinarnya yang garang, seolah-olah hendak memanggang semua yang ada di permukaan mayapada ini.

"Hhh...!" terdengar helaan napas panjang.

Tampak seorang gadis yang berambut panjang, tengah mengusap peluh yang membasahi wajah dan leher dengan saputangan. Sebentar kepalanya menengadah ke atas. Sorot matanya memancarkan kejengkelan terhadap bola raksasa yang menyilaukan di atas sana.

Gadis itu memiliki wajah cantik bukan main. Kulit wajah, leher, dan punggung tangannya yang tidak ter-bungkus pakaian putihnya tampak putih, halus, dan mulus. Sehingga kian menambah kecantikannya. Apalagi dandanan rambutnya yang terurai sampai ke bawah bahu.

Dengan langkah tenang dan penuh percaya diri, gadis berpakaian putih itu memasuki sebuah kedai. Sejenak langkahnya tertahan di ambang pintu, memperhatikan suasana dalam kedai.

Ternyata kedai itu cukup ramai oleh pengunjungnya. Dari sekian meja yang terdapat di sana, hanya dua yang masih kosong.

Gadis berwajah cantik itu melangkah menghampiri meja yang masih kosong. Tidak dipedulikannya pandang mata liar dari semua pengunjung kedai. Bahkan ada beberapa di antara mereka yang bersuit-suit.

Tapi, gadis itu sama sekali tidak peduli. Dia tahu kalau sebagian besar orang yang berada di dalam kedai ini adalah tokoh persilatan. Hal itu bisa diketahui dari gerak-gerik, dan senjata yang tersandang.

Maka, dimakluminya saja semua itu. Selama dirinya tidak diganggu, dia akan bersikap wajar saja. Begitu keputusan yang diambilnya.

Tenang dan penuh percaya diri gadis itu duduk di kursinya. Dengan hati-hati, pedangnya yang sejak tadi tersampir di punggung diletakkan di atas meja. Jelas, gadis ini adalah seorang tokoh persilatan pula. Sepasang matanya yang tajam, dan sesekali tampak mencorong, kian memperjelas dugaan itu.

Seorang bertubuh pendek, gemuk, dan berperut gendut melangkah tergopoh-gopoh menghampiri gadis berpakaian putih itu. Usianya sukar ditaksir. Wajahnya yang tembem, memang menyulitkan orang untuk memperkirakan usianya. Tapi yang jelas, tak kurang dari tiga puluh lima tahun.

"Mau pesan apa, Nisanak?" tanya laki-laki berperut gendut ramah. Rupanya, dia adalah pemilik kedai ini.

"Ayam panggang dan teh manis, Ki...," sahut gadis berpakaian putih itu.

"Randu...," potong laki-laki bertubuh pendek itu cepat, begitu gadis berpakaian putih itu menghentikan ucapannya.

Gadis berambut panjang itu tersenyum manis. "Aku Melati...."

"Akan segera kuambil pesananmu, Nini Melati," kata Ki Randu yang merasa senang mendapat sambutan yang begitu baik dari seorang gadis berwajah begitu cantik jelita laksana bidadari.

Setelah berkata demikian, pemilik kedai itu segera beranjak untuk menyediakan pesanan gadis berpakaian putih itu. Dia ternyata Melati, putri angkat Raja Bojong Gading.

"Tunggu sebentar, Ki...."

Cegahan Melati membuat pemilik kedai itu meng-hentikan langkah, dan memalingkan wajahnya.

"Ada yang bisa kubantu, Ni?" tanya Ki Randu seraya menghampiri gadis berpakaian putih itu.

"Apakah kau pernah melihat seorang pemuda berambut putih keperakan lewat sini, Ki? Pakaiannya ungu, dan di punggungnya tersampir sebuah guci arak," kali ini ucapan Melati terdengar pelan.

Mungkin dia tidak ingin ada orang lain yang mendengar pertanyaannya kecuali laki-laki berperut gendut itu.

Ki Randu mengernyitkan keningnya sejenak, seakan akan tengah mengingat-ingat. Beberapa saat lamanya dia bersikap demikian, sebelum akhirnya menggelengkan kepala.

Serial Dewa Arak - Aji SakaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang