17. Keris Peminum Darah

3.4K 34 0
                                    

1

Hari sudah agak siang. Sinar sang surya begitu terik, menyengat kulit. Namun semua itu tidak dipedulikan oleh dua sosok tubuh yang melangkah bergegas memasuki hutan.

Dua sosok yang ternyata dua orang lelaki itu melangkah gesit, dan bersikap penuh tanggap. Jelas kalau mereka tidak asing lagi dengan ilmu silat.

"Masih jauhkah gua itu, Rakapitu?" tanya orang yang wajahnya penuh tahi lalat.

Orang yang dipanggil Rakapitu segera meng-edarkan pandangan ke sekeliling. Dia adalah seorang laki-laki bertubuh tinggi besar, kekar dan berotot. Tapi, kepalanya kecil, sehingga kelihatan lucu sekali.

"Rasanya tidak jauh lagi, Gibang," sahut Rakapitu. Tapi, nada suaranya terdengar mengambang. Jelas kalau dia merasa bimbang akan jawabannya sendiri.

"Heh...?! Jadi kau sendiri tidak tahu tempatnya, Rakapitu?" Gibang terperanjat dengan dahi berkerut dalam.

"Tentu saja tahu!" sergah Rakapitu keras seraya menatap tajam wajah rekannya.

"Hm.... Lalu..., mengapa sekarang kau kelihatan bingung?" secercah senyum mengejek tersungging di bibir Gibang.

"Siapa yang bingung?!" semakin meninggi suara Rakapitu. Sikap laki-laki yang wajahnya penuh tahi lalat itu menyebabkan amarahnya bangkit. "Aku tengah mencari patokannya. Apa kau sudah melihat pohon beringin yang batangnya sedikit terkelupas?"

Sambil berkata demikian, kepala laki-laki tinggi besar ini menoleh ke kanan dan ke kiri. Gibang pun mau tak mau ikut mengedarkan pandangannya, mencari-cari pohon beringin seperti yang dikatakan rekannya.

"Itu dia...!" teriak Rakapitu gembira, seraya meng-arahkan telunjuk kanannya pada sebatang pohon beringin.

Gibang mengikuti arah tudingan itu. Memang benar apa yang dikatakan Rakapitu. Batang pohon beringin itu terkelupas.

Seketika itu juga, Rakapitu mempercepat langkahnya. Mau tak mau, Gibang pun melakukan hal yang sama jika tidak ingin tertinggal. Dari pohon beringin itu Rakapitu menuju ke kiri. Dia berjalan menerobos kerimbunan semak dan pepohonan yang lebat.

"Itu tempatnya, Gibang," tunjuk Rakapitu seraya menudingkan telunjuk kanannya ke arah sebuah gua yang terletak tak jauh di depan mereka.

"Hm...," hanya gumam pelan dan tak jelas yang keluar dari mulut Gibang untuk menyambuti ucapan rekannya.

Begitu telah menemukan apa yang dicari, kedua laki-laki ini kian mempercepat langkah. Jelas sudah, tujuan mereka adalah ke gua itu.

Tapi, ketika jarak antara mereka dengan mulut gua tinggal sekitar tiga tombak lagi, terdengar suara gerengan. Perlahan saja suara itu, tapi akibatnya telah membuat wajah Rakapitu dan Gibang memucat. Langkah kaki mereka kontan terhenti. Tanpa melihat pun, mereka telah tahu kalau suara gerengan itu tak lain berasal dari seekor harimau.

Sebenarnya baik Rakapitu maupun Gibang sama sekali tidak merasa gentar terhadap harimau. Tapi binatang yang terdapat di gua ini tidak bisa dianggap sembarangan. Binatang itu adalah seekor macan putih ajaib, yang kebal terhadap segala macam senjata. Bahkan juga memiliki kekuatan yang menggiriskan (Untuk jelasnya, baca serial Dewa Arak dalam episode "Prahara Hutan Bandan").

Belum lagi gema gerengan itu lenyap, dari dalam gua keluar seekor macan yang berbulu putih dengan langkah tenang. Besarnya mungkin satu setengah kali macan biasa yang paling besar.

"Grrrh...!"

Kembali macan putih itu menggereng. Kali ini lebih keras dari sebelumnya. Sepasang matanya yang bersinar kehijauan menatap tajam wajah kedua tamu tak diundang itu. Mulutnya terbuka memamerkan deretan gigi-gigi yang panjang dan runcing.

Serial Dewa Arak - Aji SakaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang