5. Banjir Darah di Bojong Gading

4.9K 48 0
                                    

"Auuunggg

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Auuunggg...!"

Lolongan anjing hutan terdengar menggaung panjang, membuat suasana malam yang sudah menyeramkan, menjadi semakin seram.

Dalam suasana malam yang agak gelap itu, nampak sesosok bayangan kuning berkelebat. Dan menilik dari gerakannya, bisa diketahui kalau bayangan kuning ini memiliki ilmu meringankan tubuh yang tinggi.

Sosok bayangan kuning itu berlari terus dengan kecepatan tinggi. Ketika kebetulan cahaya sinar obor menjilat wajahnya, tampak kalau sosok bayangan kuning itu adalah seorang kakek berusia sekitar enam puluh tahun. Tubuhnya kecil kurus, dan wajahnya kecil mirip wajah seekor tikus. Kumisnya hitam dan jarang-jarang.

Si wajah tirus itu baru memperlambat langkahnya ketika mendekati sebuah bangunan besar yang berhalaman luas. Pagar yang terbuat dari kayu bulat yang kokoh kuat mengelilingi bangunan itu. Di atas pintu gerbang, terpampang sebuah papan tebal yang berukir indah. Di situ tertulis huruf-huruf yang ber- bunyi "Perguruan Naga Api".

Kakek berwajah tirus itu menghentikan langkah­nya di depan pintu gerbang perguruan yang tertutup rapat itu. Perlahan-lahan diketuknya pintu gerbang itu.

Tok...! Tok...!

Kelihatannya pelan saja kakek itu mengetuk, tapiAkibatnya cukup dahsyat. Seolah-olah pintu gerbang dari jati tebal itu digedor oleh balok kayu yang besar. Dan karuan saja suara berisik itu membuat para murid Perguruan Naga Api yang tengah bertugas jaga, berlarian mendekati pintu gerbang.

"Buka pintu gerbang...!" perintah salah seorang dari mereka yang bercambang bauk lebat.

"Tapi, Kang Somali," bantah seorang yang bertahi lalat besar di pipinya. "Bagaimana kalau orang yang mengetuk itu tidak bermaksud baik?"

Si cambang bauk lebat yang bernama Somali menatap tajam pada orang yang menyatakan dugaan itu.

"Tidak mungkin, Adi Prawira! Kalau orang itu bermaksud tidak baik, tak mungkin datang terang- terangan begitu."

Orang yang dipanggil Prawira mengangguk- anggukkan kepalanya, tanda menerima alasan Somali.

Segera Prawira melangkah maju. Diangkatnya palang kayu yang mengunci pintu gerbang itu, kemudian baru ditariknya daun pintu gerbang itu.

Kriiittt...!

Suara bergerit tajam terdengar mengiringi ter- bukanya pintu gerbang itu.

"Ah...! Kiranya Ki Temula...!" kata Prawira kaget. "Silakan masuk, Ki!"

Kakek berwajah tirus yang dipanggil Ki Temula hanya tersenyum. Kemudian dilangkahkan kakinya masuk ke dalam. Begitu kakek itu masuk, Prawira segera menutup pintu kembali.

"Apakah Adi Gayadi ada?" tanya Ki Temula, seraya memalingkan wajah ke arah Somali.

"Ada, Ki. Guru ada di dalam," jawab Somali.
"Apakah Aki ada keperluan dengan Guru?"
"Benar!" sahut kakek berwajah tirus itu singkat.
"Kalau begitu, mari kuantar untuk menemui beliau!"

Serial Dewa Arak - Aji SakaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang