Kepak sayap kelelawar, kukuk burung hantu, kerik suara jangkrik, dan serangga malam lainnya menguak keheningan malam sepi yang hanya disirami sinar bulan sepotong di langit.
Malam itu langit memang terlihat agak kelam. bulan sabit disaput awan kelabu yang tipis. Tapi sinar sang dewi malam tidak mampu menembus awan, sehingga cahayanya tertahan. Dan, suasana di bumi pun menjadi remang-remang.
Dalam suasana malam seperti itu, di sebuah tanah lapang luas di dalam Hutan Jambak, banyak sekali orang berkumpul. Ditilik dari dandanan dan gerak-geriknya, mereka adalah tokoh-tokoh persilatan aliran hitam.
Jumlah mereka tak kurang dari tiga puluh orang, dan membentuk lingkaran luas mengelilingi tanah lapang yang di tengahnya terdapat gundukan batu setinggi setengah tombak. Bentuknya lebar dan pipih. Sebatang tongkat berujung tengkorak kepala manusia terhunjam di atasnya.
Mendadak terdengar lolongan serigala mengaung panjang. Seketika semua kepala tokoh-tokoh persilatan yang hadir di situ tertunduk. Mereka tahu suara lolongan itu tanda akan hadirnya tokoh yang mereka nanti-nantikan, Raja Tengkorak!
Benar saja! Begitu lolongan serigala itu lenyap, dua sosok bayangan melesat di atas kepala tokoh tokoh persilatan yang berdiri di situ.
Dengan gerakan indah dan manis, dua sosok bayangan berwarna kuning dan hitam bersalto di udara. Kemudian mereka mendarat di atas gundukan batu lebar dan tipis.
"Angkat kepala kalian semua... seru sosok tubuh berpakaian hitam yang mengenakan seragam tengkorak. Dialah Raja Tengkorak! Sementara sosok tubuh berpakaian kuning adalah Turgawa!
"Siapakah ayah dan ibuku, Paman?" tanya Raja Tengkorak dengan suara parau. Jelas, dia merasa terpengaruh dengan cerita kakek berpakaian kuning itu.
Serentak kepala tokoh-tokoh persilatan yang hadir di situ tertengadah. Agak terperanjat hati mereka melihat orang lain di sebelah pimpinan mereka.
"Kalian lihat orang yang berada di sisiku ini?" tanya Raja Tengkorak dengan suara khasnya yang peIan, berat, tapi bergaung.
Bagai diberi aba-aba semua kepala tokoh persilatan yang ada di situ terangguk.
"Dia adalah pamanku! Turgawa namanya!"
Kepala tokoh-tokoh persilatan itu terangguk-angguk pertanda mengerti. Suara percakapan yang berisik seperti segerombolan lebah yang sarangnya diusik segera terdengar mengaung.
Raja Tengkorak mengangkat tangannya. Kontan suara-suara berisik itu lenyap.
"Perlu kalian ketahui, aku merasa gembira sekali. Gembira dan bangga. Usaha-usaha yang telah kita lakukan berhasil dengan baik. Semula kita berhasil melenyapkan Dewa Arak. Lalu, Perguruan Gajah Putih. Semua usaha kita telah berjalan lancar. Dunia persilatan akan berhasil kita kuasai. Tapi sayang ......
Laki-laki berseragam tengkorak itu menghentikan ucapannya sejenak.
Para tokoh-tokoh persilatan yang hadir di situ mengernyitkan alisnya ketika mendengar kalimat terakhir dari mulut pemimpin mereka. Nada suaranya menyiratkan penyesalan, bukan kegembiraan. Mereka merasa heran bukan kepalang. Pasti ada sesuatu yang membuat hati Raja Tengkorak tidak senang.
"Orang yang kusangka telah tewas ternyata masih hidup! Dewa Arak belum mati! Inilah yang membuatku menyesal bukan kepalang. Aku terlalu ceroboh. Tapi kecerobohan itu tidak akan kuulangi lagi! Dewa Arak harus mati!"
"Ya! Dia harus dilenyapkan selama-lamanya!" teriak Dulimang keras.
"Betul!" sambut Juriga tak mau kalah.
"Kita sapu bersih semua tokoh aliran putih!" yang lain pun tak mau ketinggalan.
Sebentar saja, suasana di sekitar tempat itu jadi hiruk-pikuk oleh teriakan-teriakan tokoh persilatan. Tindak-tanduk yang liar, membuat mereka berteriak semaunya. Tapi suara-suara teriakan itu kontan lenyap, ketika Raja Tengkorak mengangkat tangannya ke atas.
![](https://img.wattpad.com/cover/96589041-288-k705340.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Serial Dewa Arak - Aji Saka
Ficção GeralHari masih pagi, ketika di kaki lereng Gunung Waru berkelebat beberapa bayangan yang bergerak cepat menuju ke puncak. Menilik dari gerakan yang rata-rata ringan dan gesit, dapat diketahui kalau bayangan-bayangan itu adalah orang-orang persilatan yan...