Author pov
Ace berjalan santai memasuki rumahnya. Ara dan mamanya terlihat sedang menonton TV bersama di ruang keluarga.
"Masih inget pulang lo? Gue kira lo gak akan balik lagi kerumah ini" ucap Ara sarkastik saat melihat Ace berjalan melewati ruang keluarga
"Dasar anak gak tau terima Kasih. Udah disekolahin dan dibiayain hidup malah lebih milih jadi simpenan lelaki hidung belang. Dasar bitch" ucap mamanya menimpali ucapan Ara
"Huh memangnya kenapa jika saya memilih untuk menjadi simpanan lelaki hidung belang? Toh tidak ada yang mengetahui bahwa saya adalah anak anda kan? Dan kau Ara, apa kau ingin aku pergi? Baiklah jika itu maumu. Aku juga sebenarnya sudah tidak tahan tinggal dirumah ini" ucap Ace dengan pembawaannya yang tenang tanpa emosi sedikitpun
Ace langsung pergi kekamarnya dan mengemasi barang-barang miliknya. Ia sudah lelah menghadapi sikap kakak kembarnya. Entah apa yang diucapkan Ara sehingga mamanya kini malah menuduhnya sebagai simpanan lelaki hidung belang. Astaga harga dirinya tak serendah itu. Ia bahkan mampu membeli sebuah mansion mewah tanpa menggunakan sepeserpun uang dari mamanya.
Ace menarik kopernya ke halaman depan rumahnya lalu memasukkan kopernya ke bagasi mobilnya. Ace meninggalkan rumah itu dan mengendarai mobilnya ke tree house nya.
Sesampainya di tree house Ace langsung memasukkan pakaiannya di lemari bajunya. Yah... Sebenarnya Ace hanya membawa pakaiannya yang ada di rumah mamanya. Ia tak memiliki satupun barang berharga di rumah mamanya. Semua barang berharga dan kenangannya ada di tree house nya.
Dering ponsel membuat Ace menghentikan kegiatannya dan beralih ke ponselnya yang berdering. Rupanya Rian meneleponnya.
"Halo?" ucap Ace membuka percakapan
"Lo dimana? Gue tadi gak sengaja liat lo pergi bawa koper" tanya Rian dengan nada khawatir
"Gue gak kenapa-napa kok. Gue pergi dari rumah dan sekarang gue tinggal di tree house" jawab Ace tenang
"Tapi lo baik-baik aja kan?" tanya Rian memastikan
"Ya" jawab Ace singkat
"Thank's God. Yaudah lo jangan kecapekan. Jangan telat makan. Jangan lupa minum obatnya. Dan jangan tidur larut malam. Okay?" ucap Rian
"Hmmm. Udah ya gue mau tidur. Bye" ucap Ace langsung memutuskan sambungan teleponnya
Ace mengambil obatnya di laci nakas sebelah tempat tidurnya. Ia duduk di tepi ranjang sambil menatap botol obatnya.
"Percuma gue minum ini. Gue gak akan sembuh. Obat ini cuma akan memperlambat kematian gue doang" lirih Ace
Ia tahu itu. Ia tahu bahwa perkembangan kesehatannya semakin memburuk. Jujur saja ia lelah menahan sakit setiap hari. Ia lelah menghadapi sikap kakak kembarnya. Ia lelah berpura-pura kuat padahal sebenarnya ia rapuh. Ia lelah. Namun ia masih ingin menjaga 'dia'. Orang yang sangat berharga dalam hidupnya.
Icy datang menghampiri Ace yang duduk terdiam di tepi ranjangnya sambil melamun.
"Hi icy" sapa Ace memaksakan senyum pada burung hantu kesayangannya
Icy mencengkeram pelan tangan Ace, takut melukai Ace. Ia menuntun Ace ke balkon tree house nya. Ace terkejut saat mendapati banyak burung hantu yang berada di pagar balkonnya. Burung hantu itu berbaris menyamping sambil menahan kertas bertuliskan 'don't cry' diparuhnya. Ace membelalakan matanya terkejut. Tulisan itu adalah tulisan Rian beberapa Bulan lalu saat ia mengetahui penyakitnya. Ia tak menyangka bahwa icy akan melakukan ini untuknya.
Ace langsung memeluk icy. Ia bersyukur memiliki icy. Icy sangat cerdas dan mengerti perasaannya.
"Thank's all" ucap Ace pada semua burung hantu yang menemaninya malam ini
'Apapun yang terjadi, gue akan terus melindungi lo. Gue rela ngorbanin nyawa gue buat lo. Demi kebahagiaan lo' batin Ace
Ace berjalan ke toilet untuk membersihkan diri. Setelah membersihkan diri, ia merebahkan tubuhnya di ranjangnya. Ia menatap kosong ke atap kamarnya hingga ia ketiduran. Ah ia melupakan makan malam dan obatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ice Queen
Teen Fiction"Menangislah kalau itu bisa ngurangin beban lo" "Pergi" "Setidaknya lo berbalik dan tatap lawan bicara lo"