Perpisahan

986 94 0
                                    

Setelah hampir dijadikan sebagai bahan persembahan. Frankenstein dan Miho melanjutkan perjalanan mereka mencari sang Noblesse.

Mereka melwati sungai,danau dan juga lembah. Tak jarang mereka singgah sebentar di sebuah pemukiman, untuk membeli bekal.

Disebuah tebing yang lumayan curam, mereka berjalan melewatinya.

"Kau baik baik saja?" Tanya Frank pada Miho.

"huh? Tentu! Aku baik baik saja. Kenapa kau bertanya?"

"Tidak. Sudah lama kita tak beristirahat. Jika kau ingin,katakan saja"

Miho tersenyum.

"Tidak. Aku baik baik saja. Aku ini sangat kuat!"

Frankenstein menatap Miho

"Kau yak seperti yang kubayangkan dulu ya" ujarnya.

Miho menoleh.

"Kupikir kau hanya seorang wanita,aneh. Tiba tiba muncul penuh luka, dan terlalu banyak tingkah. Tapi ternyata semua itu berubah"

"Eehh? Apa dulu aku seperti itu?!"

Frankenstein mengangguk.

"Haah.. ya ampun. Aku terlihat bodoh"

"Memang" jawab Frankenstein singkat.

"A-Apa?!"

Kiiiiiikkkk....kiiiikkkk...

Tiba tiba saja, suara aneh disambung bayangan besar melintasi mereka. Spontan Miho dan Frankenstein mendongkak, tapi mereka tak menemukan apapun disana.

"Apa itu tadi?" Tanya Miho.

"Entahlah.. mungkin burung"

"Apa ada burung yang seperti itu,ya.."pikir Miho.

Mereka pun terus berjalan tanpa memikirkan hal itu lagi. Hingga akhirnya mereka sampai pada sebuah lembah atau rawa yang lumayan lembab.

Perlahan Frankenstein berjalan didepan Miho. Miho berpegangan pada tas Frank, seraya melihat sekeliling rawa.

Tanpa Miho sadari, kakinya tersangkut dan hampir saja jatuh. Tapi Frakenstein berhasil menangkapnya.

"Perhatikan langkahmu,Miho"

"T-Terima Kasih,Frank"

"Baru kali ini, aku ketempat yang berkabut dan lembab seperti ini" lanjut Miho.

"Bukankah kau dan bangsamu sering berpindah tempat? Bagaimana bisa kalian tak melewati tempat ini?"

"Para penjaga yang mencari jalan. Kami para bangsawan, hanya tinggal mengikuti dan memimpin barisan." Jawab Miho.

"Mudah sekali hidupmu" ujar Frankenstein.

"Haha.. tidak juga"

Setelah beberapa saat, mereka melihat sebuah cahaya diujung rawa.

Frankenstein dan Miho keluar dari rawa, dan dilihatnnya tebing curam di sekeliling mereka.

Kiiiiikkk....kiiiiiiikkk....

Dan suara itu terdengar kembali. Tapi Frankenstein menyuruh Miho agar tak menghiraukan suara tersebut,dan terus berjalan.

Miho memandang sekelilingnya. Batu.. Pohon yang mengering.. dan... Burung?

Burung burung bermata merah, menatap ke arahnya dan juga Frankenstein.

"Hei Frank.. menurutmu, mereka ini burung macam apa?"

Frankenstein menoleh, dan memandang burung burung disekitarnya.

"Mungkin mereka menunggumu menjadi santapan mereka nanti" ledek Frankenstein.

"B-Benarkah?!" Miho terlihat gemetar, dan Frankenstein hanya tertawa.

Kiiiiikkkk.... kiiiiiiiikkk...
Sudah ke sepuluh kalinya, Miho mendegar suara itu. Dan ia merasakan sesuatu yang aneh.

"Frank.. tunggu" Miho menarik Frankenstein.

"Ada apa?"

"Sebaiknya.. kita kembali ke rawa, dan mencari jalan lainnya. Aku merasa hal buruk akan terjadi"

"Kembali kesana? Apa kau bercanda? kita sudah sejauh ini, kau ingin kita kembali?"

Bukan jawaban ini,yang Miho inginkan.

"Tapi.. burung itu. Dan suara itu.. aku yakin, hal buruk akan segera terjadi"

"Sudahlah Miho, kau ingin mencari Tuan Raizel atau kembali kesana? Jika kau memang berhenti, baiklah. Aku akan mencarinya sendiri"

"A-Apa?! Bukan itu maksudku!! " Kesal Miho.

"Lalu apa?! Kau mau Tuan menunggu lebih lama lagi!? aku bukan bangsamu, yang bisa kau perintahkan untuk mengikutimu." Frankenstein pun menaikan nada bicaranya.

"K-Kau.."

"Jika kau ingin kembali, lakukan saja sendiri. Aku akan lewat jalan ini" Frankenstein meneruskan jalannya meninggalkan Miho sendirian.

Miho terbelak.. melihat punggung Frankenstein menjauh. Ia berbalik, dan kembali menuju rawa.

Ia berjalan sambil menundukan kepalanya. Entah apa yang ia rasakan, rasanya bercampur aduk. Antara kesal dan..

Dan...

"...sepi.." Miho menendang nendang batu yanh ada didepannya.

KIIIIIKKKK....KIIIIKKK....

WUUSSSSHHHH....

Suara itu semakin kencang terdengar, dan menghasilkan angin yang begitu kuat.

Sesosok tubuh besar, dengan sayap dikedua sisinya. Kedua tangan dan juga kaki. Tak luput pula sepasang tanduk besar yang mengkilap.

Ia mendarat, sambil mencari cari sesuatu.

Miho tak tahu harus bagaimana. Ia masuk ke celah celah sempit, yang ada pada dinding tebing. Ia merapatkan tubuhnya pada tembok.

Dan berharap makhluk itu tak menemukannya.

"Mungkin aku salah tempat"
Suara besar yang mengerikan.

Kiii..kiii...
Seekor burung kecil bermata merah menghampirinya.

"Makhluk? Berambut pirang? Baiklah, kerja bagus"

Makhluk itu bersiap untuk terbang, dan akhirnya mengepakan sayapnya dan pergi.

perlahan Miho keluar dari celah itu, dan menatap hilangnya makhluk itu.

"Rambut pirang..? Frankenstein!!"

Miho segera berlari mencari Frankentein dan mengatakan jika ia benar benar dalam bahaya.

Tapi ia berhenti, dan kembali berjalan ke rawa.

"Untuk apa aku memberitahunya? Diakan bisa menghadapinya sendiri" kesal Miho.

Ia terus berjalan, namun langkahnya berhenti. Ia mengigit bibir bawahnya.

"Ukhh.. Sial.." keluhnya.

Bersambung.

Maaf ya, lama menunggu. Hehe..
Baru dapat inspirasi juga pagi ini, dan juga jangan lupa baca Noblesse Fanfiction yang satunya ya.

Ketika sang Noblesse atau Cadis Etrama Di Raizel kehilangan orang yang dicintainya ratusan tahun yang lalu. Alasan Raizel selalu menatap keluar jendela.

Thanks for vote,comment,pesan and follow!

NOBLESSE FANFICTION [SEDANG REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang