" Sulli, dibelakang rumahmu, tanpa bunga, tanpa cincin , dan tanpa hal-hal romantis aku melamarmu untuk jadi istriku. Maukah kamu menikah denganku? " Ucapnya dengan penuh pengharapan, tapi Sulli hanya tersenyum lalu melepaskan tangannya yang berada dalam genggaman Minho. Ia berdiri dan membantu Minho mengikutinya, ia mensejajarkan tingginya dengan tinggi Minho. Dikecupnya Pipi Minho dengan lembut, Minho hanya diam tak mengerti dengan apa yang dilakukan Sulli. Tapi hatinya melambung tinggi karena Sulli bersikap lembut padanya dan tak menolaknya.
" Aku pernah bermimpi kamu melamarku Minho " Ucapnya dengan sedikit jeda, ia masih menatap mata Minho dengan pandangan sendu khas orang merindukan kekasihnya yang hilang. Tapi pandangan itu kian berbeda, ada hal kurang yang Minho rasakan dalam pandangan wanita yang telah lama mengaduk-aduk perasaannya ini.
" Tapi tidak dengan keadaan seperti ini. Kamu melamarku karena kamu begitu mencintaiku, tak benar-benar menginginkanku menjadi pendampingmu bukan karena perjodohan ini dan dendam konyolmu ini " Katanya lagi dengan pelan. Sungguh , sebenarnya ia tak bisa tapi mau bagaimana lagi, orang tuanya bahagia kalau dia bersama Minho.
" Dendam konyol? Dendamku tidaklah konyol, aku punya alasan melakukan hal itu " Sahutnya. Sulli hanya diam, jadi memang benar Minho punya tujuan lain dibalik ini semua.
" Aku sudah mengiyakan permintaan Eomma dan Appa untuk menikah denganmu. Jadi kamu tidak perlu repot-repot melakukan ini, berlutut dan memintaku untuk menjadi istrimu, karena Kedua orangtuamu pun sudah memintaku untuk menerima lamaranmu jadi tidak usah khawatir Aku akan jadi istrimu dan menuruti semua perintahmu " Ucapnya dengan lantang, bersamaan dengan itu ia langsung meninggalkan Minho dengan kekesalan memuncak. Pria itu.. Pria itu sungguh tak bisa ditebak. Tapi lihat saja, kalau memang Minho ingin main-main dengannya kenapa ia tidak bisa.
****
Minho kembali dengan perasaan kacau, setelah ucapan Sulli mengenai balas dendam konyolnya ia tak bisa memejamkan barang sedikitpun, ucapan wanita itu dan wajah penuh kemarahan yang diperlihatkannya sudah membuktikan bahwa wanita itu tidak senang dengan tindakannya. Apa seharusnya ia menyiapkan makan malam romantis agar Sulli bungkam dan tak bicara sembarang seperti tadi.
" Aku sudah mengiyakan permintaan Eomma dan Appa untuk menikah denganmu. Jadi kamu tidak perlu repot-repot melakukan ini, berlutut dan memintaku untuk menjadi istrimu, karena Kedua orangtuamu pun sudah memintaku untuk menerima lamaranmu jadi tidak usah khawatir Aku akan jadi istrimu dan menuruti semua perintahmu "
Sialnya ia tak bisa melupakan sedikitpun ucapan Sulli. Ia memang tak tahu menahu perihal perjodohan yang memang sudah dipersiapkan oleh kedua orangtuanya dan siapa sangka kalau itu adalah Sulli. Wanita yang pernah mengisi hatinya.
Ia akan menjadi istrinya, ia sudah pasrah dengan hidupnya karena yang ia tahu Sulli keluar dari perusahaannya karena dia tak suka dengan sifatnya, seperti yang dikatakannya ia tak suka Bos yang senangnya mengungkit masa lalu dan juga menuduhnya tanpa bukti yang akurat.
Sebelum bertemu Sulli ia sama sekali tak ada masalah dengan Hyeri, pekerjaannya baik-baik saja. Tapi selama dua hari kemarin memang perasaannya sedikit kacau, apalagi pertemuan pertamanya dengan Sulli membuat perasaannya tak karuan dan otaknya tak bekerja seperti biasanya, wanita itu selalu menyulut emosinya entah apa yang dilakukannya tetap saja mulutnya berbicara tajam dan juga tak terkontrol , jika dilihat-lihat sebenarnya pekerjaan Sulli tak ada yang salah.
Ia masa bodo. Yang terpenting sekarang ia harus segera bertemu dengan Sulli lagi mengenai apa yang akan dilakukannya setelah menikah nanti karena Kamis depan, tepatnya musim panas pertama seperti yang dikatakan calon mertuanya mereka akan menikah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bosku Mantan Pacarku ✔
FanfictieCinta dan Benci memang beda tipis. Pernikahan mereka terjadi karena campur tangan orang tua. Minho merasa untung karena bisa membalaskan dendamnya lebih mudah pada mantan kekasih sekaligus wanita yang akan menjadi istrinya karena insiden tujuh tahun...