BAB 1

1K 52 16
                                    

ORKESTRA musik pernikahan menghiasi gendang telinga setiap insan yang berada di ballroom hotel berbintang. Tangis haru memenuhi wajah mereka. Sang mempelai pria, menunggu mempelai wanita pujaannya datang dengan diantar oleh sang ayahanda tercinta.

Sorotan lampu menyala ke arah karpet merah. Di sana terdapat ayahanda dari sang mempelai wanita tengah mengantarkan putri tercintanya untuk menuju gerbang pelaminan, dengan empat orang gadis sebayanya yang menjadi bridesmaids.

Ketika sudah sampai di pelaminan, sang ayah dengan haru menyerahkan tanggung jawabnya kepada pria yang menjadi jodoh anaknya.

Dengan uluran tangan bahagia, mempelai pria itu menyambut kedatangan sang mempelai wanita di kehidupannya yang baru. Sang mempelai wanita itu menerima uluran tangan mempelai pria yang kini sah menjadi suaminya.

Bridesmaid berjalan dengan anggun menghampiri kedua mempelai, membawa sebuah baki dengan kotak cincin sebagai salah satu bukti pernikahan mereka.

Bridesmaid lain mengambil kotak cincin itu, membukanya, lalu menghadapkan cincin itu kepada sang mempelai pria agar bisa lebih dulu meraih cincinnya, dan memasangkannya pada jari manis si mempelai wanita.

Perlahan namun pasti, cincin itu sudah tersematkan pada jari manis mempelai wanita. Tepuk tangan riuh memenuhi ballroom hotel ini.

Sekarang giliran sang mempelai wanita yang memasangkan cincin pernikahan pada mempelai pria. Entah mengapa, tangannya terasa gemetar. Ia mulai menyematkan cincin itu.

Namun, baru saja cincin itu sampai di batas kuku, tangan sang mempelai laki-laki mendadak menjauh dari tangan sang mempelai wanita, membuat cincin itu terjatuh dan menggelinding di atas karpet merah.

Seluruh tamu undangan juga keluarga mempelai terkejut melihatnya. Sang mempelai wanita langsung mengejar cincin tersebut yang semakin ia kejar, semakin cepat menggelinding. Hal ini mengundang tawa seluruh tamu undangan. Termasuk keluarga mempelai.

Sang mempelai wanita menatap sekelilingnya yang tengah menertawakannya. Begitupun sang ayah dan sang suami yang turut menertawakannya.

Seketika, semua wajah yang berada di dalam ballroom hotel itu menjadi monster yang sedang tertawa terbahak-bahak. Sang mempelai wanita panik dan rasanya ingin menangis, hingga....

BRAAAKK!!

Alana tersentak dengan suara gebrakan meja yang sangat memekakkan telinga serta getaran sebagai efeknya. Jantungnya berdegup dengan cepat karena rasa terkejut yang sangat nyata. Keringat dingin mengalir di pelipisnya dengan berbagai macam pikiran yang terkecamuk.

"Mimpi indah, Nona Alana?"

Kedua bolamata Alana membesar karena tasa terkejut yang kini bertambah menghinggapinya. Pak Satrio, guru Sosiologi dengan perut buncit yang terkenal killer. Ia langsung tertunduk dengan wajah yang memerah bak kepiting rebus.

"Berdiri sekarang juga dan tutup pintu dari luar!!"

Alana tersentak. Perintah Pak Satrio sama sekali tidak bisa dibantah. Jika sekalinya dibantah, siap-siap saja hukumanmu akan bertambah hingga tiga kali lipat.

Dengan kepala yang terus ia tundukkan, ia berjalan keluar. Sekilas ia melihat teman-temannya yang menahan tawa. Kalau bukan Pak Satrio yang mengajar, Alana yakin teman-temannya sudah tertawa terbahak-bahak hingga kram perut.

BianglalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang