BAB 25

387 20 0
                                    

PAGI ini Alana sudah berada di ruang dokter Rumah Sakit Harapan dengan Rangga yang kini memeriksanya. Alana terduduk di hadapan Rangga yang tengah membaca hasil laboratorium milik Alana.

"Semakin hari kamu terlihat semakin kurus, ya?" tanya Rangga yang membuat Alana tersenyum tipis. "Om perhatikan di data riwayat kamu, dalam waktu 1 minggu berat badan kamu turun 5 kilogram. Itu termasuk tidak normal."

Alana masih dengan senyum tipisnya. "Akhir-akhir ini Alana selalu merasa lelah, Om. Alana juga nggak ada napsu makan."

Rangga beralih menatap hasil rontgen milik Alana. Rangga menarik napasnya dengan berat membuat ia merasa nyeri di badian kerongkongan hingga dadanya. Sesak melihat hasil rontgen di hadapannya.

"Alana ...." Rangga menyebut nama Alana dengan lirih. "Kebocoran jantung kamu semakin parah. Itu akan membuat kamu semakin lemah dan selalu merasa lelah. Dan kita harus melakukan transplantasi jantung secepatnya."

Rasanya terlalu sakit sampai-sampai Alana tidak mampu untuk mengeluarkan airmatanya. "Om, Alana mohon--lakukan yang terbaik untuk Alana."

"Itu pasti, Alana. Kamu sudah ada di posisi pertama pencarian pendonor jantung. Tapi sampai saat ini pendonor yang pas itu belum ada."

Alana menundukkan kepalanya frustasi. "Alana boleh minta sesuatu sama Om Rangga?" Rangga menaikkan kedua alisnya seolah ingin mengetahui permintaan Alana. "Alana minta, Om jangan kasih tau hal ini sama siapapun. Ayah, Arfan, Tante Maysha, semuanya," ucap Alana dengan pasrah. "Alana nggak mau orang-orang yang Alana sayangi merasa sedih."

Rangga terdiam cukup lama, sebelum pada akhirnya ia mengangguk lemah.

***

SETELAH menemui Rangga di rumah sakit sebelum menuju kampus, Alana lebih banyak terdiam memikirkan nasibnya nanti. Alana tidak fokus dengan apa yang ada di sekitarnya, terutama dengan Farel yang kini duduk di sebelahnya di sebuah kantin gedung C sambil mengajaknya mengobrol.

"Na, lo nggak denger cerita gue, ya?" tanya Farel sedikit menyentuh Alana dan membuat perempuan itu tersadar.

Alana melemparkan senyum kakunya. "Denger, kok," jawab Alana bohong. "Terus gimana, Rel?"

Farel tersenyum dan langsung melanjutkan cerita yang sebenarnya tidak dimengerti oleh Alana. "Nah abis itu, gue sama Ana--"

Alana kembali melamun, entah melamunkan apa. Tatapannya menuju ke arah beberapa meter di hadapannya, dan langsung terfokus ketika mendapati Arfan tengah terduduk bersama Bella dengan kotak makan pink yang sebenarnya dibawa oleh perempuan berambut ombre tosca itu.

Alana juga melihat dengan jelas bahwa Bella seperti menawarkan diri untuk menyuapi Arfan. Arfan sempat menolak namun pada akhirnya Bella berhasil menyuapi sesendok makanan yang Bella bawa.

Alana bergidik geli. Katanya nolak, nggak pacaran. Tapi apa nyatanya? Malah mesra-mesraan di kantin, suap-suapan lagi. Norak!

"Rel, kita ke kelas aja, yuk. Gue mendadak unmood," ucap Alana yang langsung melangkah pergi mendahului Farel.

Farel yang kebingungan pun langsung mengejar langkah Alana dan berusaha menyejajarkan langkahnya dengan langkah Alana. Farel sedikit bingung ketika Alana tiba-tiba mengajaknya menuju kelas disertai dengan kerucutan di bibirnya.

Sesampainya di kelas, Alana langsung terduduk di bangkunya, tepat di sebelah Olivia. Ia menopang dagunya menggunakan tangan kanannya. Wajahnya kali ini memperlihatkan ekspresinya yang kesal dicampur cemburu. Bibir Alana tak henti-hentinya berkerucut membuat Olivia keheranan.

BianglalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang