BAB 17

397 22 3
                                    

SISWA-SISWI SMA Cakrawala hari ini tengah dilanda perasaan gelisah. Hasil Ujian Nasional akan dibagikan pada hari ini. Dan hari ini gerbang menuju kehidupan yang baru perlahan mulai terbuka.

Setiap sisi SMA Cakrawala yang terdapat papan mading digerumuni oleh siswa-siswi yang sibuk mencari namanya. Siswa-siswi yang sudah mengetahui hasilnya itu histeris dan saling peluk satu sama lain. Tangis haru pun mendominasi.

Alana berjalan mendekat ke arah papan mading dan mencari namanya dengan berusaha untuk tetap tenang.

Matanya menelusuri jajaran nama-nama siswa SMA Cakrawala, hingga akhirnya terhenti tepat pada namanya. "Alana Calista lulus dengan nilai--WAHHH GUE LULUS!" Alana terlihat sangat antusias dan langsung memeluk Hana dan Manda.

Ketiganya berpelukan dengan sangat erat karena ketiganya berhasil menyelesaikan pembelajarannya selama 3 tahun ini di SMA tercinta. Ketiganya perlahan mulai melepaskan manis, asam, asin, pahitnya berada di SMA, dan menyimpan kenangan itu pada memori tersendiri dan dijadikannya sebagai pembelajaran.

"Gue ke Arfan dulu, ya," ucap Alana ketika pelukannya terlepas.

Baik Hana maupun Manda mengangguk seraya tersenyum. "Gue juga mau ke Rayhan, kok."

"Iya, gue juga. Radit udah nunggu gue."

Alana langsung berjalan--sedikit berlari--untuk mencari Arfan. Alana yakin, Arfan pasti tidak jauh dari papan mading dekat kelasnya. Alana pun langsung menuju papan mading dekat kelas Arfan.

Alana menemukan Arfan yang dengan santainya keluar dari kerumunan siswa-siswi. Alana tersenyum menatap Arfan dan langsung menghampiri laki-laki itu.

"Fan, gimana?"

Arfan hanya menaikkan sebelah bahunya, membuat Alana sedikit kesal. Akhirnya, Alana berjalan menuju papan mading dan menemukan nama Arfan yang tertera di urutan pertama.

"Lo lulus di peringkat pertama? Waaaah! Selamaaat Arfaaaan!" seru Alana dengan refleks memeluk tubuh Arfan.

Arfan sedikit terkejut dengan aksi Alana yang membuat jantungnya seolah berhenti berdetak. Namun Arfan bersikap seolah biasa saja, tidak seperti degup jantungnya yang tak karuan.

"Terima kasih Pak Guru Arfan yang udah bantu Alana belajar selama iniii!" Alana semakin mengeratkan pelukannya.

Tanpa keduanya sadari, seseorang tengah memerhatikannya dari jarak jauh dengan hati yang terasa teriris. Dan seseorang itu hanya mampu tersenyum getir.

***

ARFAN terdiam menatap lapangan futsal dari arah balkon depan kelasnya. Disaat yang lain sedang asyik menikmati hari-hari terakhir bersama orang terkasih di SMA, Arfan justru memilih untuk terdiam di balkon depan kelasnya seperti ini.

Entahlah. Arfan hanya merasa bahwa ia sedikit malas melakukan aktivitas apapun.

Arfan merasa seseorang menyentuh bahunya. Ia pun menoleh untuk mengetahui siapa yang baru saja menyentuh bahunya.

"Kayla?" Arfan terkejut ketika mendapati Kayla yang kini berdiri di hadapannya. Entah perasaan apa yang Arfan rasakan ketika ia menatap kehadiran Kayla saat ini.

Kayla tersenyum menatap Arfan. "Apa kabar, Fan?"

"B-baik," jawab Arfan masih belum berhasil menetralisir rasa bingungnya. "Sendirinya?"

Kayla menganggukkan kepalanya. "Baik juga."

Arfan mengangguk mengerti. Setelah menetralisir perasaan bingungnya, kini perasaan yang melanda Arfan hanyalah perasaan--biasa saja. Dan Arfan bersyukur akan hal itu.

BianglalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang