Cowok itu mendengus keras saat lapangan basket tempatnya berlatih diambil alih oleh para pemain futsal dengan alasan perbaikan lapangan futsal. Menyebalkan.
Dia beranjak pergi bersama teman-temannya saat menyadari kehadiran gadis itu. Gadis yang ditembaknya dua hari yang lalu. Sudut bibirnya tertarik ke atas. Niatnya untuk pergi ia urungkan. Dia ingin menghampiri gadis itu. Namun langkahnya terhenti saat gadis itu berjalan malu-malu menyodorkan botol air mineral pada sang kapten futsal. Deno. Ah, dia ingat. Bahwa Alda menyukai Deno. Bahwa Alda sedang memperjuangkan Deno. Bahwa dia sedang mengejar seseorang yang mengejar orang lain. Dia berjalan pergi dengan langkah berat.
Ben duduk di perpustakaan sambil meletakkan kepala di lipatan tangannya. Hatinya tergelitik saat mengingat gadis itu. Emeralda. Itu namanya. Hanya itu. Gadis yang membenci hujan lebih dari apapun sehingga membuatnya penasaran setengah mati. Gadis yang membuatnya menghabiskan waktu satu setengah tahun untuk menyiapkan diri untuk mengungkapkan perasaanya. Gadis yang membuatnya senyum sendiri saat mengingatnya. Gadis yang dia pandangi dari jauh. Dia jatuh pada pandangan pertama pada gadis itu. Ya, gadis yang menyukai orang lain itu menjungkirbalikkan hatinya.
🐢🐢🐢🐢🐢
" Yaampun Ra. Hujan nih. Gue jadi malas pulang deh. Mana becek lagi di depan" Omel Alda di telepon. Ternyata Vira telah berada di rumahnya . Alda telat pulang karena harus memimpin rapat dadakan anggota klub jurnalis. " Lo tunggu aja. Kalo ujannya reda gue langsung balik" Katanya lalu menutup telepon.
Dia membaringkan tubuh di kasur empuk UKS. Berkali-kali menghela napas kasar saat hujan bukannya makin reda malah makin deras disertai petir."Gue gak tau lo segitu bencinya sama hujan" Kata suara di seberang mengagetkan Alda. Dengan cepat dia membuka tirai penghalang dan tampaklah sosok laki-laki yang paling dihindarinya. Ben.
"Gue gak tau kalo lo suka ngintilin orang" balas Alda sarkastik.
"Sebenarnya gue udah di sini sejak jam 12 " Balas Ben santai, membuat Alda kikuk. Mukanya memerah karena malu. Tapi raut wajahnya kembali berubah datar. Ben terkekeh pelan lalu merogoh tasnya dan mengeluarkan sebuah payung berwarna hitam. Dia menyodorkan payung itu pada Alda. "Ambil aja. Gue bawa mobil "
Alda melihat sebentar payung itu lalu menggeleng pelan. "Gak. Gak usah. Biar hujannya reda dulu baru gue pulang"
" Sekolah mulai sepi lho, Alda. Serem banget kalo udah sepi. Apalagi hujannya lebat. Ada cerita kalau dulu.... " perkataanya terhenti saat payung di tangannya disambar.
" Oke. Payung lo gue pinjem. Ntar bakal gue balikin " katanya sambil berlalu meninggalkan Ben yang tersenyum senang menatap punggung Alda hingga punggung itu menghilang. Dia mulai maju selangkah.
Ben melangkah keluar UKS saat sekolah sudah sepi. Bahkan mungkin hanya dirinya dan penjaga sekolah di sana. Dia melirik jam tangannya. Pukul 5.30. Langit masih menumpahkan airnya. Dia menghirup napas dalam-dalam. Menikmati bau petrichor yang menenangkannya. Selalu seperti itu. Tak peduli pakaiannya yang sudah basah kuyup. Payungnya dia pinjamkan pada gadis itu.
Ben melangkah menuju parkiran. Dia tersenyum lalu naik ke motornya dan melesat pergi.
Well well.. Gak sabar pengen segera update. So this is it. Part 2 dari cerita Hujan.
Jangan lupa tinggalkan jejak.Salam saya,
L
KAMU SEDANG MEMBACA
Petrichor
Teen FictionKau tau? Aku suka hujan. Akan selalu begitu. Aku suka momen-momen ketika bau petrichor menelusup masuk ke hidung, menyambangi relung hati, menelisik jiwaku, membisikkan namamu dan membuat lengkungan pada tiap-tiap sudut bibirku ketika kenangan aka...