" Senyum terus dari tadi, Al" Tegur Vira saat Alda hanya melamun menatap makanannya dan sesekali tersenyum. Alda tersentak kaget.
" Hah? Apa Ra? " Tanya Alda membuat Vira mendengus kasar. Ini sudah kesekian kalinya dia menyadarkan Alda.
" Lo ngelamunin apa? Kok senyum terus? Lo bayangin yang iya-iya kan? " Tuduh Vira menuding Alda. Yang dituduh hanya bisa memutar malas kedua bola matanya. Tidak habis pikir dengan tuduhan sepupu sekaligus sahabatnya ini. Dia kembali memandang ke depan. Kantin masih lumayan ramai.
" Sembarangan lo Ra. Gue cuma lagi mikir aja,, mau pake baju apa nanti malam" Jawab Alda lalu lagi-lagi tersenyum. Kali ini Vira mulai merinding.
" Mau ke mana? Ritual babi ngepet? Lo jangan bikin gue ngeri dengan kelakuan lo yang aneh ini, Al. Serem deh, sumpah" Jawab Vira dengan ekspresi wajah takut. Alda hanya melihat sekilas lalu melanjutkan.
" Deno ngajakin nge - date, Ra. Tadi dia nembak gue dan pas mau gue iya-in, dia bilang jangan. Nanti malam aja, pas dinner sama dia. Gue gugup banget, Ra " Vira hanya diam. Pasalnya dia tau. Dia tau kalau Deno menyukai Alda. Dia tau kalau Alda sangat menyukai Deno. Dia tau kalau ada orang lain yang menyayangi Alda, dan sedang mati-matian mendapatkan hatinya. Dan dia juga tau kalau orang itu sedang duduk di seberang sana tanpa sepengetahuan Alda dan mendengarkan dengan baik perkataan gadis itu, lalu beranjak pergi dari sana dengan ekspresi tak terbaca.
" Lo yakin mau terima Deno, Ra? " Tanya Vira ragu. Alda menatapnya dengan tatapan heran .
" Iya, Ra. Gue nungguin saat ini dua tahun. Itu lama banget. Lo jangan bikin gue ragu deh "
" Walaupun ada orang yang menunggu lo selama dua tahun, Al?" Tanya Vira. Alda mengernyit bingung.
" Maksud lo? Ada yang suka sama gue? Dua tahun? Siapa?" Alda penasaran.
"Lupain aja, Al. Tapi lo pernah cerita kalau Ben masih berharap sama lo kan?" Vira mengalihkan pembicaraan dan Alda membuang napas tidak suka.
" Jangan bahas dia lagi, Ra. Gue udah bilang kalau gue gak mau kasih dia harapan. Gue sukanya sama Deno " Alda menggeleng tak habis pikir dengan Vira. Bisa-bisanya dia membicarakan laki-laki itu. Nafsu makan Alda hilang. Perlahan dia mendorong piringnya yang masih terisi setengah.
" Tapi, dia kan pengen buat lo jatuh--" Kata-kata Vira terpotong saat Alda melanjutkan sambil mengibaskan tangannya.
" Gak lagi, Ra. Dia gak bisa lagi bikin gue jatuh cinta kalau gue udah sama Deno "
🐢🐢🐢🐢🐢
" Ben " Panggil Vira pelan saat mereka sudah di kelas. Bu Ratih, guru sejarah mereka sedang sakit. Sebagian siswa sedang berkeliaran di luar kelas menyisakan beberapa orang saja di dalam termasuk Ben dan Vira.
" Ya Vira? " Tanya Ben dengan fokus pada ponselnya.
" Soal tadi siang, gue sama Alda gak berniat bikin lo sakit hati, Ben." Vira menatap Ben penuh penyesalan. Sementara laki-laki itu menghentikan permainan pada ponselnya dan memfokuskan perhatiannya pada Vira.
"That's okay, Vir. Gue ngerti Alda punya pilihan sendiri. Gue cuma orang baru di kehidupan dia. Wajar aja dia merasa asing dan...., yah pokoknya gue ngerti kok" Ben menyelesaikannya dalam satu tarikan napas. Vira menghembuskan napas lega. Dia pikir laki-laki itu akan marah atau setidaknya mendiaminya. Bagaimanapun dia tidak ingin mencari musuh.
" Gue lega dengernya. Gue harap abis ini lo bisa cepat lupain Alda. Walaupun gue tau dua tahun itu----" Vira berhenti berbicara Ben dengan cepat mengangkat tangan kanannya mengisyaratkan Vira untuk berhenti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Petrichor
Teen FictionKau tau? Aku suka hujan. Akan selalu begitu. Aku suka momen-momen ketika bau petrichor menelusup masuk ke hidung, menyambangi relung hati, menelisik jiwaku, membisikkan namamu dan membuat lengkungan pada tiap-tiap sudut bibirku ketika kenangan aka...