Tidak ada usaha yang menghianati hasil.
➖➖➖
Gadis itu duduk termenung di tempat tidurnya sambil memandangi kado-kado yang telah dia bungkus dengan warna dan bentuk berbeda-beda. Dia menghitung semua kadonya. 6 buah kado. Mama, Riana, Vira, Ben, Deno...... Dia memandangi kado terakhir lalu menghembuskan napas panjang. Beranjak dari tempat tidurnya, gadis itu membawa kado terakhir ke dalam lemarinya. Kado yang terakhir ini untuk dirinya saja.
Sebuah foto di atas nakas menarik perhatiannya. Fotonya dan Deno saat mereka pergi 'kencan' ke dufan. Ah, laki-laki itu. Beberapa hari yang lalu Deno harus pergi ke rumah neneknya yang sedang sakit di Bogor sehingga mereka tidak bertemu. Sesuatu yang aneh mengusik hatinya kala dia menyadari bahwa dia benar-benar tidak lagi menyukai laki-laki itu. Perasaannya biasa-biasa saja saat mereka bersama.
Dua tahun dia mengagumi Deno dan saat laki-laki itu mendekatinya, hatinya tidak memberikan efek apapun lagi. Sungguh tragis. Ternyata benar perkataan Vira bahwa dia adalah gadis paling tidak punya perasaan. Alda meringis dalam hati.
Ingatannya kembali berputar pada satu titik. Ben. Hatinya menghangat kala mengingat laki-laki yang sampai saat ini masih setia mengejarnya walau dia terus berusaha menolak. Dia pada awalnya tidak ingin memberikan kesempatan, karena memang tidak mempunyai perasaan apapun pada laki-laki itu. Selain itu, dalam hatinya yang paling dalam, dia tidak yakin dengan Ben. Karena papanya. Masih karena papanya. Alda menghembuskan napas kasar.Ingatan tentang papanya kembali berputar dalam ingatannya. Matanya menangkap foto di dalam bingkai di atas lemarinya. Foto yang disobek di bagian tengah. Fotonya kala kecil bersama mamanya. Hanya mamanya. Karena sebagian fotonya sudah Alda sobek. Hatinya meringis mengingat kenangan itu. Kenangan menyesakkan 7 tahun yang lalu.
"Kamu pikir apa yang sudah kamu lakukan mas? Kamu pikir aku dan Alda hanya mainan? Kamu datang saat kamu butuh, dan pergi saat kamu bosan " Teriak Amanda sambil menuding suaminya.
" Aku tidak pernah bemaksud begitu, Amanda. Aku dihadapkan pada pilihan yang sulit saat ini. Tidak bisakah kamu mengerti? " Balas Bram sambil menjaga agar nada suaranya tetap normal. Namun perkataannya menambah emosi sang istri.
" Lalu kenapa kamu menikahi aku kalau pada akhirnya kamu lebih memilih pergi? Bukankah kita bisa menyelesaikan masalah ini bersama? Lagipula jika orang tuamu tidak merestui hubungan kita kenapa baru sekarang? Kenapa setelah 10 tahun kita menikah? " Tanya Amanda lirih. Suaranya sedikit tidak jelas karena terisak. " Bahkan Alda sudah berumur 9 tahun " sambung Amanda pelan, yang tak pelak menghantam hati Bram. Laki-laki itu meraih tangan istrinya, namun ditepis.
" Aku berjanji akan menyelesaikan masalah ini. Beri aku waktu dan aku akan meyakinkan kedua orang tuaku. Aku benar-benar mencintaimu dan Alda. Kalian adalah harta yang paling berharga yang pernah aku miliki. Tolong beri aku waktu " Kata Bram sambil berusaha menahan dirinya untuk tidak segera memeluk istrinya yang telah menangis tersedu. Istrinya menolaknya.
" Ceraikan aku " Dua kata. Dua kata itu sanggup mengguncang Bram. Dua kata itu sanggup mengirimkan tamparan keras ke dasar hatinya. Tangannya gemetar menahan pedih dan amarah. Semudah itukah istrinya mengucap kata cerai, sementara masih ada rasa cinta dan rasa ingin memiliki antara mereka? Masih ada putri kecil yang lucu yang masih membutuhkan perhatian mereka. Harta mereka yang paling berharga.
" Kamu gila, hah? " Bentak Bram seraya mencengkeram lengan istrinya. " Kamu anggap apa sepuluh tahun ini? Kamu pikir pernikahan kita hanya main-main? Sampai kapanpun kita tidak akan pernah bercerai. Ingat itu " Kata Bram dengan emosi. Amanda tertawa mengejek.
" Bukankah kamu yang main-main? Kamu menikahi aku, dan sekarang kamu mau pergi dengan alasan orang tuamu tidak setuju dan kamu minta waktu untuk menyelesaikan tanpa mau aku ikut campur. Kamu gila? Aku ingin membantu karna aku istri kamu . Ah, atau jangan-jangan, kamu dijodohkan dengan orang lain? Kamu punya simpanan hah? " Amanda berteriak tak kalah keras. Tepat saat dia selesai berteriak, tangan Bram melayang menuju pipinya. Menamparnya hingga bunyinya mengalahkan suara hujan. Merobek bagian dalam pipinya. Amanda membelalak kaget. Bram juga tak kalah kaget. Dia memandang tangannya yang bergetar setelah menampar istrinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Petrichor
Teen FictionKau tau? Aku suka hujan. Akan selalu begitu. Aku suka momen-momen ketika bau petrichor menelusup masuk ke hidung, menyambangi relung hati, menelisik jiwaku, membisikkan namamu dan membuat lengkungan pada tiap-tiap sudut bibirku ketika kenangan aka...