Kamu pergi. Pergi tanpa pamit. Bahkan kamu masih membawa hatiku bersamamu. Sekarang aku tak yakin bisa memberi hatiku pada orang lain. Karena yang kamu bawa adalah hatiku seutuhnya.
➖➖➖➖➖
Ben terbangun perlahan sambil memegangi kepalanya yang berdenyut pelan. Dia meringis tertahan begitu merasa tenggorokannya kering dan butuh air secepatnya.
Dengan gerakan perlahan, dia bergerak mengambil air di nakas dan minum. Dia mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan dan mendesah pelan.
Ini kamarnya. Dia sudah kembali ke kamarnya.
Diliriknya pintu kamarnya yang berderit terbuka. Menampilkan sosok Rido yang berdiri diam memandangnya dengan sorot tak terbaca. Ben menghela napas pelan dan memalingkan wajah, berusaha menetralisir sesak yang tiba-tiba menyergap ketika ingatan pahit dua minggu yang lalh kembali hadir.
" Lo sebaiknya tidur lagi. Ini baru jam 5 pagi. Lo butuh banyak istirahat kalau mau balik sekolah " Kata Rido sambil berjalan menuju sofa dan duduk di sana. Ya, sudah dua hari ini Rido menginap di rumah Ben.
" Gue gak bisa tidur lagi. Lagipula bentar lagi gue bakal berangkat sekolah " Kata Ben sambil mengangkat ponselnya dan mengecek beberapa notifikasi di sana.
" Ya. Terserah lo. Kalau sampe lo kenapa-kenapa di sekolah kan gue juga yang repot " Kata Rido tak acuh sambil memainkan ponselnya.
Namun tak bertahan lama. Rido mematikan ponselnya dan menatap Ben yang sedang serius. Atau pura-pura serius?
" Jangan banyak pikiran. Gue tau lo sedih karena dia pergi. Tapi bukan berarti lo harus diemin semua orang kayak gini. Kita semua juga sedih, kita juga merasa kehilangan. Jangan bersikap seolah lo yang paling kehilangan " Kata Rido dalam satu tarikan napas. Suaranya tak setegar kata-katanya.
" Lo bisa bilang begitu karna lo gak tau gimana jadi gue, Do. Gue yang paling salah di sini " Ben menatap Rido dengan nanar.
" Terserah, Ben. Gue udah capek denger penyesalan lo. Emang lo pikir dengan ngomong gitu, dia bakal balik? " Rido menatap Ben tajam.
" Gue... "
" Gak. Lo tau itu. Gue tau bersalah itu seperti apa, Ben. Gue tau. Maka dari itu, untuk tebus rasa bersalah lo, jangan jadi cengeng dong. Lo harus kuat dan jalanin hidup lo seperti saat lo belum kenal dia " Suara Rido meninggi. Ben terdiam.
" Ini udah lewat 2 minggu, Ben. Udah empat belas hari sejak saat itu. Gue tau lo cinta sama dia, tapi lo juga punya kehidupan sendiri. Cinta emang pake hati, tapi jangan sampai perasaan mengambil alih logika. Itu goblok namanya " sambung Rido.
Lalu dia keluar dari kamar Ben.Ben masih terdiam mencerna setiap kata yang keluar dari mulut Rido. Dia menghela napas pelan lalu bangkit dan bergegas mandi. Mungkin sudah saatnya dia kembali. Kembali menjadi Ben yang dulu. Yang belum mengenal Alda.
Alda. Kamu apa kabar?
Aku rindu.🐢🐢🐢🐢
" Ben. Lo udah baikan? " Vira menghampiri Ben yang baru saja masuk kelas bersama Rido. Ben mengangguk. Rido mendengus.
" Gue gak ditanya apa?" Tanya Rido. Gantian Vira yang mendengus.
" Emang lo sakit apa? Sini gue patahin kaki lo. Abis itu baru gue tanya kabar lo " Jawab Vira sambil melotot membuat Rido mematapnya dengan datar.
" Ya, seperti yang lo liat. Gue harus terus jalan, jangan diam di tempat " Jawab Ben pelan. Vira tercekat. Rido memandang Ben lalu tersenyum.
" Lo bener. Life goes on. Lebih baik lo liat tugas dan ulangan lo yang menumpuk " Vira mengalihkan pembicaraan. Mencoba meredakan pukulan hebat di dadanya. Menahan sesuatu di pelupuk mata yang hampir saja tumpah. Untung tak ada yang melihat.
" Gue tiba-tiba nyesel cepat sembuh. Lelah tiap kali liat sekolah. Bawaannya pengen bakar aja " Kata Ben dengan dramatis. Vira dan Rido tertawa.
" tinggal sebulan doang. Jangan putus asa gitu dong " Kata Riana yang tiba-tiba muncul. Ben tersenyum.
" Ya. Sebulan doang. Sebulan seperti neraka " Mereka tertawa. Mungkin ini yang seharusnya. Tidak lagi bersedih. Karena dia benci mengetahui orang yang disayanginya bersedih.
🐢🐢🐢🐢
" Gue kangen Alda, Vir " Kata Riana saat mereka sedang duduk berdua di kantin. Vira menatapnya dengan sorot mata sedih.
" Bukan hanya lo, Ri. Kita semua kangen. Kita hanya berpura-pura kuat. Dan gue capek berpura pura " Jawab Vira. Kali ini air matanya benar-benar tumpah.
" Kita emang harus pura-pura " Jawab sebuah suara. Diiringi sodoran sapu tangan pada Vira. Itu Rido.
" Kita bakal pura-pura sampai kepura-puraan itu jadi kebiasaan dan kita bakal lupa sepenuhnya kalau kita pernah sesedih ini " Sambung Rido. Riana dan Vira menatapnya.
" Ini berat, Do " Kata Vira sambil menyeka air matanya dengan sapu tangan Rido.
" Gue tau. Tapi kita harus usaha kan? Ben juga lagi usaha. Walau gue tau dia yang bakal paling keras dan paling lama berusaha" Vira dan Riana mengangguk membenarkan.
Halo, Alda. Kamu apa kabar?
Kami rindu.🐢🐢🐢🐢🐢
Selamat hari pendidikan nasional semuanya.
Saya bener-bener minta maaf soal keterlambatan ini.
Jadi, untuk part ini, cuma ini dulu yah. Saya tau kok pendek banget. Tapi emang rencananya segini dulu.
Maaf kalau kalian bingung sama alurnya. Tapi di part selanjutnya pasti bakal mulai ngerti deh. 😁😁See ya on the next part..
Salam saya, penulis yang telat apdet...
KAMU SEDANG MEMBACA
Petrichor
Teen FictionKau tau? Aku suka hujan. Akan selalu begitu. Aku suka momen-momen ketika bau petrichor menelusup masuk ke hidung, menyambangi relung hati, menelisik jiwaku, membisikkan namamu dan membuat lengkungan pada tiap-tiap sudut bibirku ketika kenangan aka...