Satu hal yang baru Vira sadari selama 17 tahun menjadi sepupu Alda dan bersahabat kian dekat adalah ' Alda adalah aktor yang handal '. Sangat handal sampai-sampai hampir semua perasaannya tertutup rapat dengan tingkah lakunya.
Walau terkadang Alda bisa menjadi kian rapuh, tapi tetap saja, perasaanya tertutup dengan sangat baik.
Setelah kemarin Mama Alda meneleponnya dan memberi tahu bahwa Alda pingsan karena hujan-hujanan, hari ini Alda tidak masuk sekolah. Anak itu demam tinggi. Tentu saja.
Vira sempat mengernyit bingung karena kabar kalau 'Alda hujan-hujanan' adalah hal yang sedikit mustahil mengingat bagaimana gadis keras kepala itu amat tidak suka dengan hujan. Namun mendengar cerita secara garis besar dari mulut tante Amanda membuat Vira cukup banyak mengerti akan masalah yang mulai terlihat penyelesaiannya ini.
Vira tersenyum membayangkan Alda tidak akan menjadi gadis batu tak berperasaan lagi. Vira tentu melihat bagaimana Alda membenci papanya.
Tapi dia juga bisa merasakan bagaimana Alda merindukan sang papa. Mungkin tidak semua orang tau. Tapi jangan meragukan Vira. Bersahabat dengan Alda sejak lahir membuatnya dengan mudah membaca gadis itu. Walau ada yang tak bisa dia pahami.
Sudah Vira bilang, kan. Alda adalah aktor handal.
" Kavira Bimasena. Kamu melamun di pelajaran saya? " Teriak bu Ema. Guru itu memandang Vira dengan geram, pasalnya sudah dua kali gadis itu dia tegur.
" Ma... Maaf, bu. Saya.... " Vira tergagap. Dia kedapatan lagi. Di depannya Rido berbalik dan tersenyum mengejek membuatnya mendelik jengkel.
" Kamu boleh keluar, Vira. Istirahat di UKS. Ibu tidak mau ada yang melamun di pelajaran ibu " Kata Bu Ema sedikit melembut melihat raut wajah Vira yang memucat. Rupanya guru itu mengira Vira sedang sakit.
Dengan cepat Vira mengangguk dan berjalan keluar. Sampai di sebelah meja Rido, dengan sekuat tenaga diinjaknya kaki laki-laki itu. Lalu berjalan santai keluar kelas. Rido hanya bisa meringis dalam hati. Tidak mungkin berteriak di jam pelajaran guru paling galak seantero sekolah. Ben tertawa pelan.
" Sangar amat tu cewek. Lo juga. Teman sakit malah ketawa. Gue cabein juga tuh mulut " Kata Rido sambil meringis pelan. Ben berusaha menahan tawanya.
" Makanya. Udah tau galak, masih juga diledek. Tau rasa deh " Ejek Ben. Rido mendengus.
" Bernardo dan Farido! Keluar dari kelas saya! " Teriak bu Ema dengan lantang. Seisi kelas melihat Ben dan Rido sambil menahan tawa. Kedua sahabat itu pun akhirnya keluar.
Untung saja sang guru tidak mengancam penurunan nilai seperti biasanya.
🐢🐢🐢🐢🐢
" Vira. Alda gak masuk hari ini? Gak ada chat gue yang dibalas semalam. Telpon juga gak diangkat " Kata Ben tanpa basa-basi saat Vira sedang makan di kantin bersama Riana.
Gadis itu mengangguk lalu menatap Ben. Dia mendengus ketika melihat Rido berdiri di sebelah laki-laki itu.
" Sakit. Kemaren pingsan karna ujan-ujanan " Jawab Vira santai membuat Ben mengernyit bingung.
" Kok bisa? "
" Panjang ceritanya. Pulang sekolah gue mau ke rumah Alda. Lo mau ikut? " Tanya Vira. Ben mengangguk.
" Ada syaratnya "
" Apa? "
" Jangan bawa si kutu kupret itu. Belekan ntar mata gue " Kata Vira sambil menuding Rido. Yang dituding hanya tersenyum miring.
" Lo belekan liat gue atau terpesona sih Vir? Gue yakin lo sengaja biar gak tenggelam dalam pesona gue" Rido membalas dengan percaya diri. Vira mendengus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Petrichor
Teen FictionKau tau? Aku suka hujan. Akan selalu begitu. Aku suka momen-momen ketika bau petrichor menelusup masuk ke hidung, menyambangi relung hati, menelisik jiwaku, membisikkan namamu dan membuat lengkungan pada tiap-tiap sudut bibirku ketika kenangan aka...