Aku tau sejak pertama melihatmu. Kita tidak dituliskan dalam satu cerita yang padu. ~B~✂✂✂✂✂✂✂
Hujan hari ini cukup membuat Rido harus terjebak di rumah Alda untuk waktu beberapa jam. Hujan deras dan motor bukanlah teman baik.
" Al. Ntar malam acara nikahannya Alvi gue pake apaan nih? " Tanya Rido sambil menunjukkan foto lemari beserta setelan jasnya pada Alda.
" Ampun deh, Do. Lo fotoin lemari lo buat apa coba? " Alda menggeleng gemas sambil memakan oreonya.
" Nyokap gue ribut soal baju. Nih ya, masa gue harus rutin kirimin foto kamar gue beserta segala isinya sekali seminggu. Gak berfaedah banget. Gue merasa bayi tau gak" Rido mendecak kesal mengingat kelakuan mamanya. Alda tertawa.
" Lo kan anak tunggal. Nyokap lo di Jogja sana. Ya wajar lah lo diperlakuin kayak gitu "Alda menjelaskan sambil menahan senyum.
" Ketawa aja, Al. Ketawain gue " Rido mencubit pipi Alda keras-keras hingga sang empunya berteriak kesakitan. " Rasain kan. Rasain "
" Yaudah sih. Pake yang biru itu aja. Kan acara nikahannya gede tuh " Alda menunjuk layar ponsel Rido.
" Yowis lah. Lo yakin gak ikutan nih? Alvi pengen ketemu katanya " Rido memastikan sekali lagi pada Alda sambil menyimpan ponselnya di atas meja.
Alda mengangguk " Gue ada janji sama dokter. Lagian mama papa pulang hari ini. Gak enak juga kalo mereka datang, guenya lagi kondangan " Rido mengangguk.
" Yaudah. Hujannya udah reda. Gue pulang dulu. Ntar diomelin Viko " Rido menyambar kunci motornya lalu menepuk pelan pipi Alda dan berjalan keluar.
" Do.. " Panggil Alda. Rido berhenti dan menoleh..
" Ya? "
"Lo...." Alda ragu-ragu. Rido menaikkan alisnya tanda penasaran.
" Gue kenapa, Al? "
" Lo gak homoan kan sama Viko? " Alda tertawa kencang dan Rido mencebik kesal.
" Gimana lagi, Al. Maunya sama lo, tapi lo-nya mikirin masa lalu mulu sih "
1 detik
2 detik
3 detik
Alda berhenti tertawa. Dia menatap Rido nelangsa. Putus asa. Tak berdaya.
" Do. Gue.. "
" Gue balik, Al. Ntar gue kabarin kalo mau dateng" Dan tanpa menunggu balasan Alda, Rido melangkah keluar. Sebagian hatinya lega. Tapi sebagian yang lain meneriakinya dengan putus asa. Dia baru saja membuat jarak kan? Iya kan?
✳✳✳✳✳✳
Ben duduk dengan gelisah di ruang tunggu. Nomor antriannya belum juga dipanggil daritadi. Hujan deras di luar membuatnya tidak nyaman.
"Nomor antrian 2094" Panggil petugas. Dan Ben mengeluh dalam hati. 1 nomor lagi. 1 nomor lagi. Mungkin dia harus ke toilet sekarang. Entah kenapa hujan membuatnya gelisah dan itu artinya dia harus ke toilet lagi.
Brak..
" Aduh " Seorang gadis mengeluh sesaat setelah pantatnya menyentuh lantai marmer yang keras.
" Maaf. Aku gak sengaja " Ben menyodorkan tangan dan minta maaf. Gadis itu mendongak lalu matanya membulat kaget. Benar-benar kaget hingga ingin menangis.
" Ben? "
" Maaf. Kamu kenal aku? " Tanya Ben sopan sambil menunjuk dirinya sendiri. Dan Ben melihat sejenak kilatan aneh di mata gadis itu. Sedikit tidak jelas. Tapi, seperti..... Entahlah...
KAMU SEDANG MEMBACA
Petrichor
Teen FictionKau tau? Aku suka hujan. Akan selalu begitu. Aku suka momen-momen ketika bau petrichor menelusup masuk ke hidung, menyambangi relung hati, menelisik jiwaku, membisikkan namamu dan membuat lengkungan pada tiap-tiap sudut bibirku ketika kenangan aka...