Part 3

214 14 0
                                    

" Alda. Lo ngelamunin apa sih? " Tanya Riana, teman sebangkunya mengagetkan Alda. Di jam istirahat seperti ini biasanya Alda akan langsung pergi ke kelas sebelah menemui Vira.

"Hah?  Oh, itu gue lagi kepikiran aja soal beasiswa ke Jerman. Pengumumannya kan tinggal 3 minggu lebih. Gue makin grogi aja. " Jawab gadis itu sambil menopang  dagunya dengan salah satu tangan sambil melihat ke papan tulis.

" Itu mah gak usah kawatir, Al. Lo pasti lolos. Kedokteran mah kecil buat anak pintar kayak lo" Jawab Riana menenangkan.

" Lo terlalu melebihkan deh,  Na" Kata Alda sambil memutar matanya,  namun tak urung mengaminkan ucapan temannya dalam hati.

"Alda! " Panggil Revan, sang ketua kelas, membuat Alda menoleh dan menaikkan alisnya tanda bertanya.

" Lo disuruh bu Siska ke ruangannya " Jawab Revan. Alda mengangguk kemudian berjalan keluar kelas sambil memperkirakan maksud sang wali kelas memanggilnya.

" Ibu manggil saya? " Tanya Alda setelah mengucapkan salam saat dia sudah berada di ruangan Ibu Siska.

" Oh,  iya, Alda. Ibu minta tolong kamu bawakan hasil ulangan kelas IPA 2, yah. Katakan juga pada mereka untuk mempersiapkan diri, karena akan ada remidi" Alda mengangguk sopan lalu berjalan keluar dengan kertas hasil ulangan di tangannya.

Sampai di depan kelasnya Alda baru menyadari bahwa itu kelas Vira. Dan kelas Vira berarti kelas Ben. Dia mulai gugup. Dia ingin menghindari laki-laki itu.

" Sekarang ternyata susah banget nyariin lo " Kata seseorang di sampingnya membuat Alda kaget. Namun sedetik kemudian hatinya bersorang senang, dan jantungnya mulai melompat. Itu Deno.

"Oh,  hai Den" Alda berusaha tersenyum sebaik mungkin. Menormalkan detak jantungnya.

" Mau ke IPA 2? " Tanya Deno menampilkan senyumnya,  dengan lesung pipi di sebelah kiri. Hati Alda semakin melumer melihatnya.

" Iya. Disuruh bu Siska. Kok lo tau? "

" Kita ada di depan IPA 2 sekarang " Jawab Deno sembari terkekeh pelan dan mengacak gemas rambut Alda.

"Mikirin apa sih sampe gak sadar? " Muka Alda memerah karena malu.

" Heheheh. Gak juga sih. Bentar yah Den" kata Alda lalu masuk ke kelas tujuannya. Cuma setengah kelas yang terisi termasuk Vira. Gadis itu melambaikan tangannya ke arah Alda. Lalu Alda menyampaikan tujuannya ke kelas itu. Tidak ada Ben di sana. Gadis itu bernapas lega.

Ketika akan keluar,  Vira memanggilnya. Alda menoleh ke arah Deno di luar yang juga sedang tersenyum ke arahnya. Meminta waktu sebentar untuk berbicara.

" Kenapa,  Ra? " Tanya Alda saat sudah duduk di samping Vira.

" Lo tau?  Ben udah dua hari gak masuk sekolah " Kata Vira, membuat Alda mendelik.

" Urusannya sama gue apa? " Tanya Alda dengan tatapan seakan-akan apa yang dikatakan Vira adalah hal paling aneh.

" Yakali aja lo penasaran. Katanya dia tuh demam. Kalo gak salah si Ando ngeliat dia kehujanan dua hari yang lalu. Emang sih tuh anak terkenal suka hujan. Tapi gak usah ujan-ujanan sambil bawa motor juga kali" Jawab Vira, membuat Alda membeku. Dua hari yang lalu?  Kehujanan?  Motor? Hari itu adalah hari di mana Ben meminjamkan Alda payungnya. Sedikit rasa bersalah mencubit hatinya.

" Gue balik,  Ra. Ada Deno di luar " kata Alda sambil beranjak pergi meninggalkan Vira yang mendengus karena ucapannya tidak ditanggapi.

🐢🐢🐢🐢🐢

"Permisi bu, Ben-nya ada? " Tanya seseorang pada asisten rumah tangga di rumah Ben.

"Ada non. Mari masuk dulu. Saya panggilkan aden"

" Makasih,  bu " Gadis itu lalu duduk di sofa. Mengamati ruangan tempatnya berada. Luas,  dengan suasana minimalis dan memanjakan mata.

"Alda? " Tanya Ben terkaget-kaget melihat Alda di rumahnya. "Lo Alda kan? " Alda mendengus.

" Iya. Gue mau balikin payung lo yang gue pinjem.Makasih ya. Dan... " Alda menghentikan ucapannya. Menarik napas panjang "Gue mau minta maaf. Gara-gara gue lo sakit karena kehujanan. Sebenernya lo gak perlu bohong kalau lo bawa mobil, Ben. Gue jadi makin ngerasa bersalah. " Ben tersenyum kecil. Hatinya menghangat. Gadis itu perhatian padanya. Walau hanya rasa bersalah.

" It's okay. Itu juga yang bakalan lo lakuin ke orang yang lo sayang, Al" Kata Ben membuat Alda kaget. Sefrontal itu kah? Namun tak urung jantungnya meloncat juga. Dua pernyataan cinta. Oleh orang yang sama. Alda kehilangan kata-katanya.

" Makasih ya Al, udah mau perhatian ke gue. Tapi,  karena gue sakit, lo harus tanggung jawab" Balas Ben membuat Alda mendapatkan kembali kata-katanya. Gadis itu melotot tak percaya. Orang ini menolong dengan pamrih.

" Karena lo ada di sini,  temenin gue belajar, ya Al. Gue tau lo pinter pelajaran eksak, dan gue udah ketinggalan pelajaran dua hari karena sakit. Ajarin gue yah? " Mohon Ben. Alda menggeleng pelan.

"Maaf, Ben. Gue gak bisa. Deno nungguin gue. Gue ada janji sama dia. Mungkin lain kali. Gue pergi dulu,  Ben" Jawab Alda dengan rasa bersalah. Hati Ben mencelos. Dia tersenyum masam. Menertawakan dirinya dalam hati. Sepenting itukah Deno? .

Alda makin merasa bersalah saat berjalan pergi apalagi melihat wajah Ben yang berubah sedih. Namun dia tidak mau dibilang memberi harapan palsu.

Sampai di depan pagar rumah Ben,  ponsel Alda berdering menandakan panggilan masuk.

" Hai,  Den. Gue baru mau nelpon lo. Lo ada di mana? "

Tidak lama kemudian mobil Deno berhenti di depan Alda. Alda masuk ke mobil namun mobil itu tak kunjung pergi. Ben mendengus pelan saat melihat itu. Apakah Alda berniat membuatnya cemburu? Dia lalu masuk kembali ke kamarnya setelah membanting kasar gorden yang ia sibak untuk melihat Alda.

Sekian dulu untuk part 3.......

Salam saya,

L

PetrichorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang