" Siang, ma " Alda yang baru melangkahkan kakinya masuk ke rumah sedikit terkejut mendapati mamanya sedang duduk sambil menonton televisi.
" Hai, sayang. Kok pulang cepat? " Tanya mamanya tanpa melepaskan pandangan dari televisi.
" Ada rapat guru, ma. Ngebahas Try Out minggu depan. Mama kok udah pulang? " Alda membatalkan niatnya masuk kamar. Dia berjalan dan duduk di sebelah mamanya.
" Belajar yang baik, sayang. Bentar lagi ujian nasional. Mama mau kamu lulus dengan nilai baik " Jawab mamanya membuat Alda mengangguk. " Mama baru aja selesai pertemuan sama klien. Sisanya diurus om Bima " Alda mengangguk lagi lalu memusatkan perhatiannya pada televisi yang tengah menayangkan berita tentang kepala daerah yang menuai kontroversi akan kasus suap yang dilakukannya. Sungguh miris.
" Oh iya. Ada kiriman buat kamu tuh. Udah mama taruh di kamar " Kata mamanya sambil beranjak menuju dapur. " Kamu mau makan apa? Mama lagi pengen sup ayam nih " Kata mamanya sambil menengok ke arah Alda.
" Sama deh ma. Aku juga mau " Alda segera mengambil tasnya dan berlari kecil menaiki tangga menuju kamarnya. Dia penasaran dengan 'kiriman' yang dimaksud mamanya.
Alda membuka pintu kamarnya dengan tergesa-gesa. Biasanya jika mendapatkan kiriman, hanya dari sepupunya di Bandung, atau di Malaysia. Dan biasanya, jika mereka mengirimkan sesuatu, mereka akan terlebih dahulu memberitahu dia atau mamanya. Jadi wajar saja Alda penasaran bukan main.Di atas tempat tidurnya, sebuah kotak besar berwarna cokelat. Alda tiba-tiba merasa gugup. Bagaimana kalau bom. Lalu ia menepis pemikirannya jauh-jauh. Mana mungkin bom?
Alda berjalan dengan langkah santai menuju tempat tidurnya kemudian membuka kotak itu. Dahinya mengernyit heran mendapati di dalam kotak itu ada dua kotak lain yang berbeda ukuran.
Dengan cepat dibukanya kedua kotak itu dan matanya membelalak kaget mendapati sepasang sepatu dan tas dengan merek yang tidak main-main. Dua benda yang diincarnya sejak sebulan lalu. Dia mengecek ukuran sepatu, dan ternyata pas dengan kakinya.
Dia menelan ludahnya susah payah membayangkan nominal yang harus dikeluarkan untuk barang-barang ini. Sekali lagi diceknya nama penerima dan benar namanya. Dia mulai berpikiran aneh-aneh. Bisa saja ini jebakan. Siapa orang misterius nan aneh ini sebenarnya? Dahinya mengernyit curiga karena pengirim ini tahu dua barang incarannya, bahkan merek dan ukuran sepatunya.
Ketika akan berjalan keluar menuju mamanya, Alda menangkap sesuatu seperti surat. Berwarna keemasan. Indah sekali. Alda mengambilnya hati-hati kemudian membuka dan membacanya.
Dear
Alda.....
Kamu apa kabar? Papa harap baik-baik saja. Papa di sini juga baik. Bagaimana sekolahmu? Kamu punya teman yang baik kan?
Papa kangen kamu dan mamamu. Papa tau papa cukup menjadi pengecut dengan pergi meninggalkan kalian dan tidak berani muncul sampai saat ini. Tapi percayalah, papa sayang kalian. Dulu, sekarang, selamanya.
Papa menyesal dan papa minta maaf, nak, walau papa tahu sejuta permintaan maaf tak akan cukup menyembuhkan sakit hati kalian. Papa sekali lagi menjadi pengecut karena tidak berani meminta maaf secara langsung dan hanya melalui surat.
Delapan tahun yang papa lewati tanpa kalian, terasa bagai neraka. Papa merasa bagai tak punya jiwa. Karena ketika papa memiliki kalian, jiwa papa adalah kalian. Kamu tentu bertanya-tanya, alasan papa pergi, bukan? Akan ada saatnya kamu tahu, nak.
Papa tahu kamu dan mamamu melewati masa-masa yang berat delapan tahun belakangan ini. Papa minta maaf. Ketahuilah nak, papa pun begitu. Kehilangan kalian bagai kehilangan semangat dan harapan hidup.
KAMU SEDANG MEMBACA
Petrichor
Teen FictionKau tau? Aku suka hujan. Akan selalu begitu. Aku suka momen-momen ketika bau petrichor menelusup masuk ke hidung, menyambangi relung hati, menelisik jiwaku, membisikkan namamu dan membuat lengkungan pada tiap-tiap sudut bibirku ketika kenangan aka...