Laki-laki itu mengacak rambutnya frustasi. Dua hari ini dia menjadi uring-uringan dan susah tidur. Setengah hati diambilnya buku Biologi dan mulai berkutat di sana.
Namun beberapa detik kemudian dia membanting kasar buku itu. Padahal lusa akan dilaksanakan try out.
Pikirannya buyar ketika suara ponselnya memecah keheningan. Dia mengecek ponselnya dan menggeser layar untuk menjawab.
" Halo "
" Ben. Kamu di mana? "
" Rumah. Kenapa? "
" Aku baru dari sekolah kamu. Berkas-berkasnya udah selesai diurus. Senin aku udah bisa sekolah " Orang di seberang sana menggantung kalimatnya. Ben tercekat untuk beberapa saat. " Kamu jemput aku yah. Temenin aku selama masa penyesuaian di sana "
" Aku ada try out, Len. Kamu tau aku gak bisa " Ben menggentikan kalimatnya dan menarik napas pelan.
" Lagipula ini bukan pertama kali kamu pindah sekolah dan aku yakin bakal mudah untuk kamu menyesuaikan diri "" Tapi Ben........ "
" Aku harus belajar, Len. Aku tutup dulu "
Ben mengacak rambutnya frustasi. Hari senin. Hari senin akan menjadi awal hari dan suasana yang berbeda. Dan dia tidak berharap hari itu akan datang.
🐢🐢🐢🐢🐢
" Ben. Lo ke mana aja? Hilang dari peradaban deh, rasanya " Sapa Rido saat menjumpai Ben di gerbang sekolah. Ben hanya mengedikkan bahunya tak acuh kemudian berjalan masuk dengan lengan Rido masih bertengger di pundaknya.
" Gue denger, ada anak baru di kelas sebelas" Perkataan Rido sukses menghentikan langkah Ben. Rido juga ikut berhenti dan menatap Ben heran.
" Jangan bilang...... " Rido yang mulai mengerti dengan situasi kemudian menarik Ben ke arah taman belakang sekolah." Tolong bilang ke gue kalau itu cewek gak sekolah di sini " Rido membuka pembicaraan saat mereka sampai di taman belakang.
" Lo udah tau, Do. Dan gue kalut banget sekarang " Ben duduk di atas rumput dan mengacak kasar rambutnya.
" Ya ampun. Ribet amat hidup lo Ben " Rido menoleh dan menatap Ben. "Beberapa hari yang lalu gue ketemu Alda di supermarket dekat kafe yang lo datengin bareng cewek itu. Dan Alda juga baru dari sana " Rido menjelaskan dengan hati-hati. Ben mengangkat kepalanya dan menatap Rido menunggu penjelasan walau hatinya ketar-ketir.
" Dan waktu gue tanya apa dia ngeliat lo atau gak, dia bilang gak. Mari kita berharap dia jujur. Tapi gue gak yakin, karena dari ceritanya dia, dia sama Riana habisin waktu cukup lama di sana. Gak menjamin dia gak ngeliat lo " Rido menghela napas pelan.
" Gue gak siap. Dia datang tiba-tiba di saat gue hampir sepenuhnya ngelupain janji itu, saat gue udah sayang sama orang lain " Ben menghembuskan napasnya kasar.
" Maka dari itu, Ben. Jangan jadi pengecut. Lo harus menentukan pilihan. Lo gak bisa bilang sayang sama Alda dan lo nyakitin dia. Begitupun sebaliknya. Lo juga punya janji, Ben. Dua janji " Rido mengakhiri kalimatnya bersamaan dengan bunyi bel. Dan pembicaraan mereka terhenti sampai di situ.
🐢🐢🐢🐢🐢
Musim hujan, 2013
" Ben. Mama sama papa gak sayang sama aku " Gadis itu masuk ke kamarnya dan berhambur ke pelukan sahabatnya.
" Hushh. Jangan ngomong kayak gitu. Mereka sayang sama kamu. Kamu tau itu. " Ben menenangkan sahabatnya itu sambil mengelus kepalanya dengan sayang.
" Tapi mereka mau cerai. Dan aku gak suka. Aku gak mau. Aku mau mama sama papa tetap sama-sama " Gadis itu mulai terisak. Ben mengeratkan pelukannya. Turut merasa sedih dan teriris. Dia paling tidak bisa melihat air mata gadis ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Petrichor
Teen FictionKau tau? Aku suka hujan. Akan selalu begitu. Aku suka momen-momen ketika bau petrichor menelusup masuk ke hidung, menyambangi relung hati, menelisik jiwaku, membisikkan namamu dan membuat lengkungan pada tiap-tiap sudut bibirku ketika kenangan aka...