4.Petrikor

73 52 45
                                    

Bel pulang sekolah telah berbunyi semenjak 10 menit yang lalu, tapi Yola masih sibuk berkelana mencari keberadaan Jo.

"Perpus udah, UKS udah, kantin udah, kelas-kelas udah, toilet udah. Terus dia kemana dong ya?" Yola bermonolog sambil mengetukkan jarinya di pelipis layaknya orang sedang berpikir.

"Apa di taman ya?" Yola bergegas menuju taman untuk memastikan tebakannya itu.

Yola celingak-celinguk mencari keberadaan Jo dan masih belum ketemu. Yola menghela nafas kasar dan berbalik badan.

"ASTAGA ASTAGA YAAMPUN!" teriaknya saat melihat seseorang berdiri tepat di belakangnya.

"Ngapain?"

"eh itu lagi... lagi apa ya?" Yola menimbang-nimbang jawaban apa yang harus diberikannya pada Jo.

"Yaudah gue duluan deh." Jo hendak pergi meninggalkan Yola, tapi Yola menahan tangannya.

"Kenapa?" dahi Jo mengeriput melihat cekalan tangan Yola.

"e-eh anu. Gue..."

"Gue..?"

"Gue gak papa kok. Maaf ya." Yola segera melepaskan cekalan tangannya.

"Emang gue ada nanya elo kenapa?" Jo berusaha kuat menahan senyumnya. Yola seketika membeku mendengar perkataan Jo. Memang benar, Jo tidak ada menanyakan dirinya. Lalu... kebodohan apa lagi yang telah tercipta ini?

"Ya ga-ga ada sih hehe.." Yola menggarut kepalanya yang bahkan tidak gatal.

"Gue becanda. Mau pulang bareng nggak?"

"HAH?!" ups Yola keceplosan mengatakan kata bodoh itu.

"Lo kenapa?"

"Lo tadi bilang apa?"

"Gue bilang mau pulang bareng nggak?"

"MAU!" sahut Yola cepat. Sesaat kemudian dia diam dan memandang kearah Jo yang juga sedang menatapnya.

"Ma-maksud gue, kan ini mau hujan terus kayaknya gaada bus deh kalau jam segini. Jadi..."

"Iya iya gue ngerti. Yaudah ayo." potong Jo sebelum Yola sempat menyelesaikan perkataannya.

❄❄❄

"Neduh gak?" Jo sedikit berteriak agar Yola mendengarnya karena suara hiruk pikuk kendaraan.

"Iya deh. Hujan." jawab Yola.

Dan disinilah mereka sekarang. Di dalam sebuah kafe bernuansa monokrom sambil menikmati teh hangat.

"Gue suka bau tanah yang disirami air hujan. Selalu bisa bikin gue tenang." Jo berucap dan hal tersebut menarik perhatian Yola. Namun, dia hanya diam dan menunggu Jo melanjutkan ceritanya.

"Petrikor." lanjut Jo masih tetap menatap keluar. Keduanya diam dan sibuk dengan pemikirannya masing-masing.

"Kenapa setiap lihat hujan, orang-orang bawaannya galau mulu?" Yola mengalihkan pandangannya dari luar jendela dan menatap Jo.

"Mungkin karena suasananya tenang, pikiran dan otak jadi mudah merangkai angan-angan semu. Jadi... ya galau." Jo melakukan hal yang sama.

"Angan-angan semu?"

"hmm"

"Maksudnya?"

"Kita bermain dengan otak dan pikiran kita sendiri. Merangkai hal-hal yang sebenarnya kita tau kalau hal itu gaakan bisa terjadi." jelas Jo.

"Semacam pengharapan yang terlalu tinggi?"

"Something like that." Yola hanya mengangguk. Detik selanjutnya mereka kembali diliputi keheningan. Dua insan ditemani 2 cangkir teh hangat di bawah atap sebuah kafe monokrom yang diguyur oleh hujan.

"Selama ini seperti yang tidak kamu ketahui, aku selalu menyelipkan beribu rindu di dalam setiap doa yang ku panjatkan kala derai hujan membasahi bumi."

"ap-apa?" Yola mengerjap dan menatap Jo, menuntut penjelasan dari setiap rentetan kata yang tadi dilontarkannya. Namun, bukannya memberikan jawaban, Jo hanya mengedikkan bahu.

"Mau pulang nggak? Kayaknya udah reda." Jo berucap dan hanya ditanggapi Yola dengan anggukan.

Keduanya berjalan beriringan keluar dari kafe tersebut dan perlahan meninggalkan pekarangan kafe bersamaan dengan bau petrikor yang menyeruak, membawa ketenangan tersindiri bagi dua insan tersebut.

❄❄❄

"Makasih ya, Jo."

"Iya, sama-sama." sahut Jo sambil tersenyum ramah kepada Yola.

"Yaudah. Lo hati-hati ya."

"Lo gak mau basa-basi nawarin gue mampir gitu?"

"eh?" mata Yola mengerjap bodoh. Jo yang melihatnya hanya terkekeh. "Lo mau mampir dulu gak?" akhirnya Yola mengucapkan kalimat itu. Jo menghidupkan mesin motornya dan bersiap untuk memakai helm full face-nya.

"eh, mau kemana?" Yola menahan pergerakan Jo. "Mau pulang lah!" jawab Jo santai dan mulai memakai helm-nya, tapi lagi-lagi Yola menghentikannya.

"Tadi katanya mau mampir?"

"Siapa?"

"Elo! 'kan tadi bilangnya mau mampir" kesal Yola dan hanya ditanggapi Jo dengan kekehan. "Gue pulang. Mampirnya lain kali aja. Gak enak sama Fandi." katanya dan segera mengenakan helm-nya.

"Bye." sebelum menjalankan motornya, dia memberikan seulas senyuman pada Yola.

Sepeninggal Jo, Yola masuk ke dalam rumah dengan wajah yang dipenuhi dengan senyuman.
"BUNDA... YOLA PULAAANG!" Yuli-ibu Yola- yang sedang memasak di dapur terkejut mendengar teiakan putrinya yang menggegerkan seisi rumah.

"Bundaaaaa..." Yola memeluk sang ibu yang sedang memasak.

"Kamu tumben seneng banget." Yola tersenyum dan mencium pipi sang ibu. "Aku kek atas aja deh ya. Gerah, bun" katanya dan naik ke kamarnya yang berada di lantai atas.

Di kamar, dia kembali mengingat rangkaian kejadian yang seharian ini dilaluinya bersama Jo. Mulai dari dia yang dengan semangatnya berkeliling-keliling kesana kemari untuk mencari Jo. Sampai akhirnya mereka bertemu di taman, pulang bersama, berteduh dibawah atap sebuah kafe karena hujan, sampai diantar sampai ke rumah dengan selamat.

"Ya ampun. Kenapa tadi gue gak minta catatan itu? Dasar bego!" Yola menepuk jidatnya.

"Tapi... ya bagus deh. Gue kan jadi bisa ngobrol lagi sama dia." tandasnya.

Dia mengambil handphone-nya dan membuka aplikasi blog. Dia menulis rentetan kalimat di blog pribadinya tersebut.

Cintamu adalah penghibur disaat ku sedih, Penyembuh disaat ku sakit dan Penyemangat disaat ku terpuruk.
Cintamu bagai candu dan hatimu bagai tempat untukku berteduh.

RepeatedlyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang