13. A day with Fandi Aldian

51 17 1
                                    

Yola terus menerus menggerutu. Hari ini dia harus pergi bersama Fandi, entah kemana.

'Besok malem jam 7 gue jemput. Gausah dandan, lo tetep ga bakalan cantik! seperti itu ucapan Fandi kemarin.

Yola terpaksa menuruti ajakan Fandi kemarin. Sekarang sudah pukul 5 sore dan Yola belum berniat untuk siap-siap. Toh Fandi juga melarangnya untuk berdandan. Dan kalaupun Fandi menyuruhnya berdandan, dia tidak akan mau!

Suara ketukan pintu memaksa Yola bangkit dari ranjang empuknya. Yuli berdiri di depan pintu kamar putrinya.

"Kenapa, bun?"

"Temen kamu dateng. Ada di bawah." Jawab Yuli. Yola terkejut. Dia melihat lagi jam dinding yang ada di kamarnya. Jam itu masih berfungsi; masih pukul 5 sore.

"Siapa, bun?"

"Gak tau. Kamu turun aja." Yola mengangguk dan segera turun ke lantai bawah.

Memang ada orang di ruang tamu; laki-laki.

"Fandi?" orang yang dipanggil melihat kearah Yola.

"Yuk!" Fandi berdiri tepat di depan Yola.

"Apaan lo yak yuk yak yuk?!"

"kan kita mau jalan"

"Ini masih jam 5!" Fandi mengangguk. "Ya terus lo ngapain dateng sekarang? Gue belum ngapa-ngapain!"

"Emang lo mau ngapain? Gue 'kan gak nyuruh lo dandan!"

"Ya iya sih. Tapi 'kan-"

"Gue tunggu 5 menit lo harus udah selesai." Fandi mendorong-dorong tubuh Yola kearah tangga.

❄❄❄

"Bun, aku pergi dulu" Yola mencium punggung tangan Yuli. Yuli mengangguk. "Hati-hati" Yuli mengusap kepala putrinya.

"Saya sama Yola pergi dulu yah, tante. Saya janji bakal jagain putri semata wayang, tante. Gak bakal lecet!" Fandi tersenyum kepada Yuli.

"Harusnya kamu bilang itu ke papanya Yola" jawab Yuli.

Yola melotot mendengar ucapan bundanya.
"Mama!" Yuli terkekeh.

"Iya, tante. 7 tahun lagi saya bakal bilang itu ke papanya Yola aw!" Yola mencubit pinggang Fandi.

"Yaudah, tante. Kita pergi dulu." Yuli mengangguk.

"Kita mau kemana?" Tanya Yola saat sampai di depan rumah.

Fandi menyerahkan helm pada Yola.
"Udahlah, jangan banyak tanya!" Yola mendengus.

Yola naik ke jok motor Fandi. Fandi menjalankan motornya dengan kecepatan sedang. Membelah jalanan yang tidak terlalu ramai sore itu. Hening menyelimuti mereka selama di perjalanan. Baik Fandi maupun Yola, tidak ada yang berniat membuka percakapan.

Motor yang dikendarai Fandi berhenti di salah satu tempat makan tradisional. Yola mencoba melepaskan helm yang dikenakannya, tapi tidak bisa. Fandi berdecak melihatnya.

"Bego! Make tau, ngelepas gak tau!" Fandi menarik kepala Yola agar mendekat kepadanya. Kalau kalian berpikir Fandi membuka helm itu perlahan, romantis; layaknya di novel-novel khas remaja, kalian salah!

"Pelan-pelan, anjir! Kepala gue sakit lo tarik-tarik."

"Berisik lo, alay!" Fandi sudah berhasil melepaskan helm itu dari kepala Yola.

"Lain kali gue gak mau pake helm lo lagi!" Yola mengomel sepanjang perjalanan mereka memasuki rumah makan itu.

"Sakit kepala gue!" gerutunya. Fandi menatap Yola sinis. Perempuan ini, selalu membuatnya kesal.

"Iya, nanti gausah pake. Biar kepala lo pecah sekalian!" Kata Fandi.

❄❄❄

"Lo gak alergi makanan tradisional 'kan?" tanya Fandi. Yola menggeleng. "Gue gak se-alay itu!" jawabnya.

"Bagus kalau gitu." Fandi memanggil pelayan dan memesan beberapa makanan tradisional.

"Lo masih sering stalking-stalking medsos temen gue?" Yola mendelik. Mereka akan selalu seperti ini; bertengkar.

"Gue tuh kasian sama lo. Terlalu ngarep!" Yola melotot. Dia baru akan protes, tapi memang benar, dia terlalu berharap sampai-sampai berpikir bahwa Jo menyukainya.

"Temen lo itu... orangnya gimana sih?" Yola memberanikan diri menanyakan hal itu. Fandi 'kan teman Jo, pasti dia sedikit banyaknya tau tentang Jo.

Fandi memutar matanya layaknya orang berpikir.
"Dia itu... ya gitu" jawabnya. Yola menahan diri untuk tidak memutilasi laki-laki di hadapannya ini.

"Serius dong! Lo bantu gue kek!"

"Bantu apaan? Lo kayak Pak Tarno minta bantu-bantu."

"HAHA! Garing lo!" Yola memutar bola matanya sebal. Fandi memeletkan lidahnya kearah Yola.

"Tipe ceweknya dia tuh gimana sih?" Yola mulai membuka percakapan lagi.

"Tipe ceweknya ya?" Yola mengangguk antusias. "Yang pasti bukan kayak elo lah!" ujarnya semangat. Yola tidak bisa lagi menahan emosinya. Dia memukul Fandi keras-keras. Menyalurkan emosi yang sejak tadi di tahannya.

"Udah! Sakit anjir!" Fandi menahan kedua tangan Yola. Jarak wajah mereka sangat dekat. Fandi menatap tepat di manik mata Yola.

"Lo gak mau sama gue aja?" tanya-nya sambil tetap memegang kedua tangan Yola dan menatap matanya.
Yola gugup diperlakukan seperti ini.

"Permisi mas, mbak. Ini pesenannya." Pelayan rumah makan itu mengganggu suasana 'romantis' yang tadi sempat tercipta diantara Fandi dan Yola.

"Makasih, mbak" kata Yola. Pelayan itu mengangguk dan pergi. Yola dan Fandi diam. Tidak ada yang mencoba menghapus kecanggungan ini.

"Masalah tadi..." Fandi menatap Yola tapi Yola menundukkan kepalanya. Fandi mengangkat dagu Yola agar menatapnya. "Gue... bercanda! hahaha.." dia terkekeh melihat wajah gugup Yola.

Sementara Yola tetap tertunduk malu. Bukannya Yola berharap, tapi yang tadi itu terasa berbeda. Ucapan yang tadi Fandi ucapkan itu terasa berbeda dari kata-kata yang pernah diucapkannya.

Fandi masih tertawa. Namun perlahan tawa itu mereda saat sadar bahwa dirinya tidak mendapat respon apa-apa dari gadis dihadapannya.

"Yol?" panggilnya. Yola mengalihkan pandangannya ke arah lain. Tidak mau menatap Fandi.

"Lo marah, ya?" Yola masih diam. Terlalu malu untuk menjawab pertanyaan Fandi.

"Gue gak maksud buat bercanda, tapi gue memang becanda. Sumpah! Gue gak pernah berniat buat naksir sama lo!" Fandi mengangkat jari tengah dan jari kelingkingnya membentuk huruf V. Yola diam. Untuk marah pun rasanya terlalu aneh.

"Fan?" Yola menatap Fandi. Sementara Fandi sibuk dengan makanannya dan hanya bergumam tidak jelas.

"Fan?" Panggil Yola lagi. Fandi menghentikan kegiatannya; menunggu Yola melanjutkan perkataannya.

"Lo... sebenernya suka gak sama gue?"

RepeatedlyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang