14. Everything has changes

38 17 1
                                    

"Lo... sebenernya suka gak sama gue?" Yola menatap Fandi. Fandi tampak menimbang-nimbang sejenak.

"Ya..." Fandi menggantungkan kalimatnya. "Nggaklah!" lanjutnya. Yola bernafas lega.

"Bagus kalau gitu"

"Kenapa?"

"Jadi gue gak harus ngerasa canggung lagi kalau lagi sama temen-temen lo. Gue tuh rada risih kalau ditanyain 'lo gebetannya Fandi apa Jo sih?'. Gue ngerasa... kayak cewek murahan, tau gak?" Fandi melotot mendengar ucapan Yola.

"Mereka becanda!" Memang itu lah yang ditangkapnya dari sikap teman-temannya selama ini. Tapi kenapa cewek di hadapannya ini menanggapi terlalu serius?

Yola menatap Fandi lamat-lamat. Dia harus mengatakannya.
"Sesekali mungkin becanda. Kalau setiap ketemu nanya kayak gitu, apa masih bisa dianggap becanda?" Diam-diam Fandi membenarkan. Teman-temannya memang sering berkata begitu; terutama Galen.

❄❄❄

Sivia menyambut kedatangan Yola pagi ini dengan semangat. Dia sampai berdiri saat melihat Yola baru sampai di ambang pintu.

"Eh gimana kemarin? Dia udah nembak lo?" Sivia memulai aksi interogasi nya.

"Mati kali gue kalau ditembak!" Yola meletakkan tas nya dan pergi meninggalkan kelas.

"YOLA! LO MAU KEMANA?" Sivia berteriak memanggil Yola. Yola melambaikan tangannya dan tetap berjalan keluar kelas.

"Jo?" lirihnya saat melihat Jo lewat tepat di depannya tapi Jo hanya berjalan tanpa sama sekali menghiraukan panggilannya.

Yola bingung. Apa yang salah? Apa yang telah diperbuatnya sehingga Jo mengabaikannya seperti tadi?
Yola menghela nafas. Semuanya sudah kembali seperti sebelum mereka saling mengenal. Merasa kehilangan bahkan sebelum sempat memiliki itu; sakit!
Yola berjalan menuju ke perpustakaan. Dia berjalan tepat di belakang Jo.

'lagi-lagi gue cuma bisa lihat punggung lo.' Diam-diam hati Yola teriris. Rasanya lebih sakit dari sebelum mereka 'pernah' saling mengenal.

Yola memasuki perpustakaan dan langsung berjalan ke bangku paling belakang di perpustakaan itu. Dia mengeluarkan handphone dan earphone yang selalu dibawanya.

Sometimes I start to wonder, 'was it just a lie?'
If what we had is real, how could you be fine?
'cause I'm not fine at all.

Semua yang terjadi belakangan ini, semua sikap manisnya selama ini; termasuk waktu dia tiba-tiba berkunjung ke rumah, apa itu adalah sebuah kebohongan?

Yola termenung menikmati setiap bait dari lagu tersebut.
'Semuanya cuma kebohongan!' batinnya.

Di suatu tempat di sekitar perpustakaan, seseorang sedang mengamati Yola. Diam-diam hatinya juga terluka melihat Yola terluka.

"Andai lo tau kalau gue jauh lebih terluka." Dia menahan diri sebisa mungkin untuk tidak berlari masuk ke dalam perpustakaan dan merengkuh tubuh gadis yang sedang termenung itu.

From: +628523700xxxx

Gue tau apa yang lo rasain karena secara nggak langsung, setiap lo berharap sama Jo, lo mengiris beberapa bagian di hati gue.

Yola membaca pesan itu. Siapa sebenarnya orang ini? Dari mana dia tau kalau Yola menyukai Jo. Darimana dia tau kalau Yola sedang bersedih? Darimana dia tau itu semua?

Yola berjalan keluar dari perpustakaan dan memutuskan untuk kembali ke kelas.

Di depan kelas dia bertemu dengan Sivia yang kebetulan ingin pergi ke kantin.

"Ikut, yuk!" ajak Sivia. Yola mengangguk dan mengikuti langkah Sivia menuju kantin.

Di kantin, Sandi- pacar Sivia- sudah menunggu.
"Sayang.." Sivia berlari-lari menghampiri Sandi. Yola berdecih melihat tingkah Sivia dan Sandi.

"Kamu lama banget" kata Sandi sambil mengelus-elus kepala Sivia.

"Kayak kucing di elus-elus gitu!" Cibir Yola dan mendapat sorakan-sorakan dari Sivia dan Sandi.

"Eh aku pesen dulu, yah. Kalian mau apa?"

"Aku bakso sama es teh aja deh, yang"

"Gue bakso sama jus jeruk." Sivia mengangguk mengerti.

"Gue pesen dulu. Jant kangen, ya!" Yola menatap Sivia jijik. Tinggallah Yola dan Sandi di meja kantin itu.

"Eh, Yol!" Sandi memanggil.

"Hmm"

"Lo lagi deket sama Jo?"

"Kata siapa gitu?" Yola melihat Sandi. Sandi adalah teman sekelas Jo dkk tapi dia memang tidak terlalu dekat dengan mereka karena Sandi sibuk dengan Sivia.

"Gue denger-denger aja sih beberapa kali mereka nyebut-nyebut nama loe."

"Oh ya?" Sandi mengangguk.

"Tentang?" Sandi melihat Yola. "Jadi bener?" tanya-nya. Yola mengedikkan bahu.

Sandi mulai menceritakan hal-hal yang di dengarnya dari percakapan Jo dkk. Yola menyimak dengan seksama setiap kata yang diucapkan Sandi.

"Haiiii... Lagi pada ngomongin apa sih? Seru banget kayaknya." Sivia datang membawa pesanan mereka dan mengganggu kegiatan bercerita Sandi.

"Kamu lama banget" Sandi mengambil pesanannya dan mulai memakannya.

Sementara Yola hanya mengaduk-aduk bakso yang ada di depannya. Ternyata itu alasan Jo mulai menjauh, walaupun pada kenyataannya mereka tidak pernah dekat.

"Heh!" Sivia menepuk pundak Yola. Yola terkejut dan sadar dari lamunannya.

"Kasian tuh bakso diaduk-aduk gitu! Lagian lo kenapa sih?" Yola menggeleng lemas.

"Dia galau gara-gara si Jo!" Sandi menjawab. Yola melotot kearah Sandi sementara yang ditatap hanya terkekeh.

"Jo? Jovian Andreas yang sekelas kamu itu?" Sandi mengangguk. Yola mengalihkan pandangannya.

'Dasar cepu!' batinnya.

"Lo deket sama Jo?" kali ini Sivia menatap sepenuhnya kearah Yola. Sivia seratus kali lebih menyebalkan kalau sedang kepo seperti ini.

"Nggak" jawabnya singkat.

"Waktu yang masalah buku itu ya?" Sandi mengernyit. "Buku?" dia melirik Yola yang masih diam.

"Iya, yang. Jadi buku si Yola itu pernah ada di si Jo. Ya gak sih, Yol? Jo yang itu 'kan?" Yola mengangguk.

"Buku yang sampulnya baymax itu?" tanya Sandi. Yola mengangguk, lagi.

"Gue gak pernah deket sama Jo. Dia cuma beberapa kali nganter gue pulang. Dia juga kebetulan adalah orang yang nemu buku Bahasa Indonesia gue. Dia orang yang kebetulan ada waktu pulang sekolah gak ada bus. Gue gak se-deket itu sama dia!" Yola mengeluarkan semua isi hatinya. Air matanya hampir menetes waktu mengatakan rentetan kalimat itu.

'Gue gak se-deket itu sama lo, Jo. Bahkan untuk mimpi deket sama lo pun gue gak berani. Lebih jelasnya; gue gak bisa!'

RepeatedlyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang