16.Tasya Gina

36 16 0
                                    

"Kamu kenapa tadi gak jemput aku?" Gadis yang baru turun dari motor itu menatap jengkel kearah lelaki di depannya.

"Gue 'kan udah tungguin tadi." Lelaki itu membuka helm full face-nya.

"Ya tapi 'kan-"

"Cerewet!" lelaki itu mengacak-acak rambut gadis di depannya.

"Ih berantakan, Jo!" Lelaki itu adalah Jo; Jovian Andreas.

"JO!" Jo menoleh ke sumber suara. Teman-temannya datang.

"Lo baru dateng?" tanya Galen. Jo mengangguk. Galen dan Gaga melihat gadis di samping Jo dengan teliti.

"Lo... Tasya 'kan?" Gadis itu mengangguk antusias.

"Tasya yang itu 'kan?" tanya Gaga. Gadis itu lagi-lagi mengangguk.

"Gebetan lo?" Galen menatap Jo. Jo tersenyum tipis. Fandi yang melihat itu segera pergi meninggalkan teman-temannya dan gadis bernama Tasya itu.

"Fandi!"
"Fan!" Fandi tidak menggubris panggilan teman-temannya. Yang dipikirannya sekarang adalah Yola. Pasti gadis itu sedang amat sangat bersedih.

❄❄❄

Yola berlari sekencang mungkin tanpa tau arah tujuan. Intinya, dia hanya ingin pergi, menghilang dan melupakan semua hal tentang Jo.

Berlari dengan air mata yang terus-menerus menetes membuat Yola tidak bisa melihat sekitarnya dengan jelas sehingga dia menabrak seseorang.

"aw! Lo kalau jalan pake mat-. Yola?" Orang yang di tabrak Yola adalah Sivia. Sivia melihat Yola menangis dan membuatnya panik.

"Yol?" Dia berusaha mengajak Yola berkomunikasi tapi sia-sia, tangis Yola malah semakin kuat.

"Lo kenapa?" tanya-nya. Yola segera menghambur ke pelukan Sivia dan menangis sejadi-jadinya. Sivia mengusap-usap punggung Yola; mencoba memberi ketenangan.

"Yaudah. Ayo kita ke tempat lain. Ga enak diliatin orang." Sivia menuntun Yola ke tempat yang lebih nyaman digunakan untuk curhat.

Sepanjang koridor, banyak orang yang melihat Yola dengan tampang penasaran. Tapi itu tidak menyurutkan niat Sivia membawa Yola ke tempat yang lain; yang lebih nyaman.

Sivia dan Yola sampai di taman belakang sekolah. Tempat ini memang jarang dikunjungi murid maupun guru karena letaknya yang jauh dibelakang gedung sekolah.

Sivia masih mengusap-usap punggung Yola, berharap dengan begitu dapat memberikan sedikit ketenangan. Yola menangis sampai sesenggukan.

Sekitar 10 menit Yola menangis, akhirnya tangis itu sedikit mereda.
"Lo kenapa?"

"…"

"Lo cerita dong kalau ada masalah. Jangan tiba-tiba nangis gini. Gue gak ngerti."

"Jo." Yola berkata lirih. Sivia mendesah. Dia sudah tau apa akar dari permasalahan ini. Biarpun Yola tidak pernah bercerita tentang perasaannya, bukan berarti Sivia tidak peduli dengan sahabatnya itu. Selama ini, dia hanya menunggu Yola untuk jujur tentang perasaanya.

"Gue tau gak ada gunanya nyuruh lo sabar karena pada kenyataannya, gak ada satu orang pun yang bisa sabar kalau dalam situasi kayak gini." Sivia menarik nafasnya dalam dan menghembuskannya perlahan.

"Dia dateng ke rumah gue, Vi. Dia nemenin gue ke toko buku, dia nganterin gue pulang. Itu maksudnya apa?" Yola mulai menangis lagi.

"Gue sama sekali gak pernah kepikiran untuk se-ngarep ini sama dia, sikap dia yang buat harapan itu tumbuh." lanjutnya. Sivia mendengar perkataan Yola itu dengan seksama, membiarkan sahabatnya itu mengeluarkan semua isi hatinya.

"Saat gue udah di titik tertinggi harapan gue, dia ngerusak semuanya! Dia buat gue sakit sebelum gue sempat kepikiran buat ngerasain kebahagiaan."

"…"

"Tiba-tiba dia kayak yang gak kenal sama gue..." Yola menghapus air matanya yang masih terus berjatuhan. "Dan tadi, dia berangkat bareng sama cewek." Sivia diam. Jadi ini masalahnya. Gadis itu ternyata sudah kembali.

"Tasya Gina." katanya. Yola menatap Sivia, meminta penjelasan.

"Namanya Tasya Gina. Dia sempat deket sama Jo waktu kelas X. Dia cewek satu-satunya yang pernah deket sama Jo, setau gue. Tapi beberapa bulan lalu dia ikut pertukaran pelajar ke Australia." Sivia menjelaskan sambil sesekali mengusap bahu Yola.

"Gue suka sama dia udah dari lama tapi gue gak tau dia pernah deket sama orang lain."

"Mereka emang gak ngumbar. Gue juga taunya dari Sandi karena mereka sekelas. Tapi semenjak Tasya ke Australia mereka gak pernah deket lagi kok."

"Itu waktu dia di Australia. Tapi sekarang dia balik dan mereka deket lagi." kata Yola lirih. Sivia mengangguk.

❄❄❄

"Kamu anterin aku ke ruangan kepala sekolah, bisa gak?" Tasya berjalan berdampingan dengan Jo.

"Gue... buru-buru. Lo belum lupa arah ke ruang kepala sekolah, 'kan?" Tasya memberengut sebal tapi tak ayal mengangguk juga.

Jo tersenyum dan mengacak rambut gadis dihadapannya. Ini adalah salah satu hal yang disukainya dari Tasya, gadis itu tidak pernah memaksakan kehendaknya. Kalau Jo berkata tidak; maka dia akan mengerti dan tidak akan memaksa agar Jo menuruti permintaannya.

Setelah Tasya pergi, Jo melanjutkan langkahnya menuju kelas. Di kelas, sudah ada Galen dan Gaga yang sibuk dengan handphone-nya masing-masing. Jo masuk dengan langkah santai.

"Seneng deh loe! Sang pujaan hati udah balik." itulah sambutan pertama yang di dapatkan Jo dari Gaga. Jo tersenyum.

"Dia kapan baliknya sih?" tanya Galen.

"Baru kemarin." jawab Jo. Galen dan Gaga mengangguk.

"Terus gimana?" Tanya Galen lagi.

"Gimana apanya?"

"Ya hubungan lo berdua!" Jo mengedikkan bahunya. "it's complicated, actually." jawabnya.

Tiba-tiba Fandi datang ke kelas mereka, padahal tadi dia meninggalkan teman-temannya itu di parkiran.

"Lo deket lagi sama si Tasya?" tanya-nya langsung. Jo bingung. Fandi baru datang dan langsung mengajukan pertanyaan yang sama sekali belum bisa dijawabnya.

"Lo deket lagi sama Tasya?" tanya-nya lagi. Dadanya sudah naik-turun menahan emosi yang siap meledak kapan saja. Jo mengedikkan bahu.

"Lo!" Fandi menunjuk tepat di depan mata Jo. Galen dan Gaga langsung berdiri; siap untuk melerai kalau-kalau Jo dan Fandi bertengkar.
Jo menepis tangan Fandi.

"Kenapa sih? Masalahnya apa kalau gue deket lagi sama Tasya?" tanya Jo.
Fandi menjambak rambutnya frustasi dan

bugh!

Satu pukulan mendarat tepat di pipi Jo, membuatnya terhuyung sampai jatuh ke lantai. Galen langsung menarik Fandi sedangkan Gaga membantu Jo berdiri.

"Lo apa-apaan sih?!" Galen menarik Fandi menjauh dari Jo dan Gaga untuk menghindari terjadinya pemukulan; lagi.

Fandi melepaskan dirinya dari pegangan Galen dan melenggang meninggalkan kelas itu.

RepeatedlyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang