21.The Power of Fandi

44 10 0
                                    

Bel pulang sekolah sudah berbunyi dan koridor sudah dipadati oleh siswa/i yang hendak pulang.
Yola dan Sivia sedang berjalan di koridor yang ramai.
Sejak tadi, Sivia terus meminta maaf karena mengabaikan Yola di kantin tadi.
"Santai aja, Vi," begitulah yang selalu di katakan Yola setiap Sivia meminta maaf.

"Tapi gue gak enak banget sama lo. Lo mau apa? Gue turutin deh!" Sivia bersikeras meminta maaf kepada Yola. Yola melirik Sivia sekilas, "Bener? Apapun?" tanya-nya. Sivia mengangguk.

"Gue peng—"

Seseorang menepuk pundak Yola sebelum dia menyelesaikan kalimatnya. "Hai, Yol. Hai, Vi." sapanya.

"Hai, Fan," jawab Yola dan Sivia serentak.

"Kalian mau pulang?" tanya Fandi menatap Yola dan Sivia bergantian. Yola dan Sivia bersitatap. "Kita mau pergi sih rencananya," jawab Sivia.
Bersamaan dengan itu, datanglah Sandi menghampiri mereka.

Sandi melirik Fandi sekilas. "Hai, Fan," sapanya yang dibalas Fandi dengan senyuman.

"Tadi lo bilang pengen apa, Yol?" tanya Sivia.

"Gue pengen makan es krim yang di kafe biasa," jawab Yola semangat. Sudah lama mereka tidak makan es krim di kafe itu.

Sivia mengangguk. "Yaudah, yuk," katanya. Mereka berempat berjalan menuju parkiran. Sivia dan Sandi berjalan bersisian, Yola berjalan agak di belakang Sivia dan Fandi berjalan tepat di belakang Yola.

Tujuan mereka sekarang adalah parkiran motor. Yola sebenarnya tidak ingin ikut kesana karena takut bertemu Jo. Tapi Sandi memaksa, jadi Yola terpaksa ikut.

Motor Fandi dan Sandi di parkirkan berjauhan. Sandi dan Sivia sudah pergi untuk mengambil motor Sandi. Begitu pun Yola dan Fandi yang sedang menuju tempat dimana motor Fandi diparkirkan.

Gaga yang menyadari kedatangan Fandi dan Yola langsung berdiri dari motornya.
"Eh, Fan. Kemana aja?" tanya-nya. Fandi hanya membalasnya dengan senyuman tipis sedangkan Yola mencuri lirik kepada Jo yang juga sedang duduk di atas motornya.

"Mau kemana lo?" tanya Galen. Fandi menatap temannya itu satu persatu. "Mau jalan," jawabnya singkat.

Gaga bertepuk tangan girang mendengar jawaban Fandi. "Waah! Kalian makin deket aja," katanya sambil geleng-geleng. Fandi tersenyum melihat kelakuan temannya itu.

"Gue mah kalau dekat sama satu cewek, ya satu aja. Mungkin karna gue jelek kali ya? Mau jadi playboy juga ga pantes," saat mengatakan itu dia menatap Jo tajam. Jo juga balas menatapnya tidak kalah tajam.

Galen yang menyadari ketegangan itu langsung mencoba mencairkan suasana.
"Eh, Fan. Buruan sana. Kasian si Yola nunggu lama, tuh!" katanya. Fandi pun segera menaiki motornya, begitu juga dengan Yola. Setelah itu, motor Fandi melesat meninggalkan parkiran.

❄❄❄

Fandi, Sandi, Yola dan Sivia berjalan memasuki kafe yang tidak terlalu ramai. Mereka mengambil tempat di dekat jendela. Sivia dan Sandi duduk berhadapan, Yola dan Fandi duduk berhadapan.

"Eh, Yol. Tadi lo kemana?" tanya Sandi.

"Ada kok. Di taman," jawabnya. Sandi mengangguk-angguk. "Sorry ya," kata Sandi lagi. Yola dan Sivia menatap Sandi bingung. "Buat apa?" tanya Yola.

Sandi memperbaiki duduknya dan menarik bangkunya ke depan.
"Tadi itu... gue rencananya mau buat lo deket sama Jo. Tapi..." Sandi menggantungkan kalimatnya.
"Gue gak antisipasi kalau tiba-tiba Tasya dateng," lanjutnya.

Fandi berdeham. Kini perhatian tertuju padanya.
"Lo tuh kelihatan patah hati banget, tau gak?" tanya-nya kepada Yola.

Yola menunggu Fandi melanjutkan kalimatnya.
"Harusnya lo tuh biasa aja kalau di deket Jo, walaupun sekarang udah ada Tasya. Bukannya lo udah biasa jadi pengagum rahasia gitu?" lanjutnya.

Yola menerawang. Memang benar, dia sudah terbiasa menjadi pengagum rahasia. Tapi...
"Sehebat apa pun antisiapasi gue, tetap aja rasanya sakit Fan. Di sini!" Yola menunjuk dada-nya.

"Gue tau, Yol. Gue tau banget rasanya. Tapi lo harus bisa karna kalau lo sedih pun, dia gak bakal peduli. Jadi, buat apa sedih karena orang yang sama sekali gak tau kalau lo sedih?" kata Fandi.

Sandi dan Sivia menatap Yola dan Fandi. "Kenapa kalian gak jadian aja sih?" kata Sivia tiba-tiba. Yola memukul kepala Sivia pelan. "Ngasal!" katanya.

❄❄❄

Fandi menjalankan motornya ke salah satu mall di kota mereka bersama dengan Yola di boncengannya. Setelah dari kafe tadi, Fandi meminta Yola menemaninya ke mall entah untuk apa. Setiap Yola bertanya, dia hanya menjawab "Udah ikut aja!" begitu terus sampai Yola bosan.

Fandi memarkirkan motornya dan melepaskan helm full face-nya, begitu juga Yola. Fandi mengamati pergerakan Yola saat mencoba membuka helm.
"Bisa gak?" tanya-nya saat melihat Yola tidak kunjung bisa melepaskan helm itu.

"Bisaaa!" jawab Yola sambil tetap berusaha melepaskan helm yang melekat di kepalanya itu.
5 menit Fandi menunggu Yola dan tetap tidak bisa. Fandi segera menghampiri Yola dan membantu melepaskan helm itu.

Saat ini wajah mereka hanya berjarak satu jengkal. Yola bisa merasakan hembusan nafas Fandi yang teratur. Dia mengamati wajah Fandi yang tampak serius.
"Jangan ngeliatin gue gitu!" kata Fandi. Yola sontak mengalihkan pandangannya.

Fandi sudah melepaskan helm yang melekat di kepala Yola namun Yola masih mengalihkan pandangannya. Fandi meletakkan helm itu di motor dan kembali mendekati Yola yang masih sibuk mengalihkan pandangannya. Dia mendekatkan bibirnya ke telinga Yola...
"Lo keliatan kayak orang bloon kalau ngelamun gitu!" bisiknya.
Yola langsung menatapnya tajam, setajam silet; sedangkan yang ditatap hanya terkekeh.

Mereka berjalan memasuki mall. Sampai saat ini Yola belum tau untuk apa mereka datang ke tempat ini.
"Mau ngapain, sih?" tanya-nya untuk yang kesekian kali.

"Main time zone yuk!" Fandi langsung menariknya ke tempat bermain itu. Mereka mengisi saldo terlebih dahulu, lalu mulai mencoba berbagai permainan.

Semua permainan mereka coba sampai mereka harus beberapa kali mengisi ulang saldo. Terakhir mereka bermain basket; saat bola terakhir, lemparan Yola mengenai besi pembatas dan memantul kearah Fandi, Fandi yang tidak sempat mengelak pun harus merelakan kepalanya terkena bola.

Yola terkekeh geli melihat keterkejutan Fandi.
"Maaf-maaf," katanya sambil mengelus-elus kepala Fandi yang terkena bola tadi.

Fandi menatap Yola lekat-lekat. Yola yang merasa ditatap pun, menatap balik Fandi. Mereka saling tatap untuk beberapa saat. Yola lah yang pertama kali memutuskan pandangan itu.

Fandi menggenggam tangan Yola erat. "Yol," panggilnya. Yola melihat kearah Fandi.
Fandi masih menatap Yola dalam.
"Lo harus move on," katanya.

Yola diam tak bergeming. Berusaha mencerna ucapan Fandi tadi.
"Gue bakal bantu," kata Fandi lagi.
Yola akhirnya mengangguk dan tersenyum lembut.

"Thanks, Fan. Thanks untuk semuanya. Gue bisa ngelupain beberapa persen dari kesedihan gue, itu berkat lo. That's the power of you," katanya.

RepeatedlyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang