Papat

797 76 4
                                    


Tangan dan kaki bergerak tegap ke depan dengan kekuatan besar. Keringat mengalir dengan pergerakan yang senada dengan energi yang terpusat pada sistem pergerakan pada diriku. Tendang, pukulan, menahan, dan menangkis sebuah individu yang terpaksa aku sebut sebagai lawan. Mental adalah dasar pondasi untuk melakukan pergerakan yang sengit.

"Jangan terlalu cepat, pusatkan kekuatan di ujung tangan, Rio. Rendra, kau juga sangat gugup, saya mau kau jangan gugup kedepannya," Seorang pelatih Ju-Jitsu mengutarakan kekurangan yang terjadi pada kami.

"Osh!" Seru Rendra dan diriku.

"Oke kita selesaikan latihan kita disini dulu, balik kanan," Serunya sambil berbalik kanan.

Saat berbalik kanan seorang Jujitsan wajib melepas sabuk yang terpasang di badannya. Setelah melepas terdapat hal yang harus dilakukan, seperti konsentrasi, doa, pengucapan sumpah, dan semboyan serta diakhiri dengan salaman sesama jujitsan atau mengutarakan yel - yel.

"Pak ujian kenaikan sabuk kapan?" Tanya Rendra sambil melepas Gi yang ia kenakan.

"Kalian kan terlibat dalam misi besar, jangan pikirkan itu dahulu," Balas Sang Pelatih dengan muka yang tenang.

"Tapi, kalau dipikir kita stuck di sabuk jingga terus. Padahal pada saat saya kuliah kenaikan sabuk jingga senior saya tidak selama ini," Jelas Rendra dengan nada mengotot.

"Itu kuliah, sekarang kau berada di suatu lembaga yang lebih mementingkan nasionalisme daripada ke-egoisan individu. Tapi, saya janji setelah kau berhasil menyelesaikan misi, kita ujian naik sabuk," Balas pelatih sambil bersenyum membawa suasana positif.

"Hahaha, kita juga sekarang sudah setara sabuk hitam kekuatannya, Ndra," Cetusku sambil menepuk pundaknya.

"Tapi materi dan pengalaman tetap tidak setinggi seorang sabuk hitam," Balas Pelatih.

"Osh! Maaf ya, Pak Har," Balasku

Martial Art adalah pilihan yang wajib diikuti oleh para intelijen. Walaupun kami sudah dilatih mempertahankan diri secara dasar dan tingkat lanjut, namun tetap dibutuhkan suatu ilmu yang juga mengutamakan estetika pergerakan tubuh dalam mempertahankan diri. Jujit - su, karate, pencak silat, taekwondo, dan lainnya adalah contoh dari ilmu bela diri yang terdapat kepentingan estetika dan spiritual.

Eyot adalah sabuk hitam dalam Pencak Silat sejak duduk di SMA. Eyot lebih sering menggunakan ilmu beladiri dari pada ilmu dasar, karena menurutnya ilmu beladiri lebih ampuh dalam menghadapi setiap rintangan di depan. Nisa, dia memilih bela diri Kung - Fu karena menurutnya Sang Naga yang meliak - meliuk indah di dalam pergerakan tubuh ikut serta dalam menghancurkan rintangan dan lawan.

Mereka berdua adalah pedoman bagi para intelijen yang masih sangat baru, termasuk gua. Namun, jangan melihat ilmu apa yang ia pakai dalam menghadapi suatu hal di depan. Semua ilmu yang ada tidak akan muncul apabila kita tidak bisa menghancurkan ketakutan yang perlahan menggerogoti kekuatan asli seseorang. Tidak hanya Eyot dan Nisa yang bisa dijadikan contoh, seorang ayah yang pamrih seumur hidup menjaga keluarga juga bisa menjadi contoh.

"Selamat datang di Ruang Eye To Eye atau kalian bisa memanggilnya ETE Room. Ruangan ini adalah penuh dengan orang intelektual yang bertugas seperti kalian yaitu menyelidiki, namun mereka menggunakan komunikasi. Bisa dengan menyadap pembicaraan telpon, meretas akun sosial media, meretas situs berbasis web, akun bank, dan segala hal yang kita simpan di dunia maya. Mereka tidak akan menyerang, karena mereka hanya sebagai perantara kepada intelijen lapangan," Jelas Eyot setelah kami semua memasuki ruangan yang sangat tertutup dan dipenuhi oleh kabel, layar, suara ketikan, dan suara mouse.

"Dimana orang yang menyelidiki misi kita?" Tanyaku sambil melihat ke layar terbesar yang terpampang di depan ruangan tersebut.

"Semua orang disini menyelidiki misi kita," Jelas Nisa dengan senyum.

SKENARIO JAWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang