Nembelas

313 36 7
                                    

Namaku terucap di bibirnya. Aku yang baru saja tiba hanya bisa terpaku sangat keras di atas lantai. Air keringat perlahan membasahi seluruh wajah. Maheswara tahu aku sedang mati dilan kebingungan. Aku tidak boleh terlihat sangat terkejut. Tenang dan tetap menjadi Rolan.

"Siapa?" Tanyaku berupaya menciptakan suasana bingung.

"Jangan berpura – pura bego!" Kelvin dengan penuh emosi mendekati dirku.

"Maksudnya apa?" Aku tetap memasang ekspresi bingung.

Kelvin mendorong dadaku, "Tataran teknik geologi atau intelijen negara? Jujur udah siapa diri lu sebenarnya!"

Pasti diriku sudah sangat terbongkar identitasnya. Aku tidak bisa berbohong. Aku harus bisa mengimprovisasi dan apabila sudah tepat aku musnahkan kedua setan ini.

"Teknik geologi," Balasku dengan singkat.

Dia menarik kerahku dengan sangat kuat, "Jujur!"

"Dan Badan Intelijen Negara." Aku raih suatu alat berbentuk pulpen dari kantong belakang dan aku tusuk ujung pulpen itu ke leher yang dekat dengan nadi.

"Ah!" Kelvin langsung melepas kerahku dan dia terjatuh dengan kejang – kejang.

Maheswara hanya bisa melihat Kelvin terjatuh dan terdiam tanpa ekspresi. Saat Kelvin sudah tidak sadar, aku ubah pandanganku ke Maheswara. Aku perlahan mendekatinya dan pupilnya mulai mengarah ke diriku.

"Dasar anak buah iblis!" Aku tarik kerahnya dan aku angkat Maheswara dari kursi.

Dia tidak terlihat melawan. Dia melemaskan dirinya dan membiarkan tercekik oleh kerahnya, "Si anak buah iblis kayaknya sudah siap pulang."

Tetap tidak ada jawaban. Matanya seperti diam serIbu bahasa. Aku bingung. Aku ingin membunuh. Tapi, kalau dia tidak melawan rasanya sangat tidak pas. Aku coba terus bujuk agar dia mengelak atau setidaknya mengeluarkan suara. Aku terus goyang – goyang dirinya agar sedikit mengelak. Kepala dan lehernya tetap tercekik sambil mengarah ke jasad Kelvin.

"Seorang Maheswara serius tidak ingin membunuh lagi?" Cetusku sambil mengarahkan kepalanya untuk memandangku.

Dia tersenyum, "Sudah."

Aku merasakan suatu tusukan di kaki. Aku lihat ke paha kanan dan benar dia menusukan suatu jarum. Aku lepaskan dia dan langsung mencabut jarum itu dari kaki. Aku panik dan tetap berupaya menahan Maheswara agar tidak bangun.

"Sudah terlambat, dirimu akan mengalami kelumpuhan dalam waktu sepuluh hari," Cetus Maheswara dengan suara yang serak.

Aku melepaskan Maheswara dan berjalan mundur. Berjalan mundur dan berupaya meninggalkan rumah itu. Maheswara sekarang sudah berdiri dan berbalik badan, "Kabur saja, suntikan itu adalah karya dari tim bioteknologi. Kita bisa mengetahui keberadaanmu dan membunuhmu dengan satu tombol."

Mataku melotot dengan tajam dan terus berjalan mundur. Diriku seakan terus berkata untuk kabur dari tempat itu secepat mungkin. Sekarang dia terus melototi pergerakanku. Pandangannya sangat tajam dan penuh dengan ancaman. Psikopat, dia memang seorang pembunuh.

"Kenapa kau tidak melepaskanku?" Tanyaku.

"Buat apa kami bermain anjing dan kucing? Letih, buang – buang tenaga! Mendingan menguncinya dalam perangkap," Balasnya dengan dingin.

Diriku sudah sangat ketakutan setengah mati. Aku harus segera ke posko terdekat untuk melakukan pembedahan. Tapi, hal ini akan membuat BIN kalah telak. Pikir Rio! Jalankan otakmu!

SKENARIO JAWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang