Songo Las

334 44 4
                                    

Aku hanya bisa terdiam. Air mataku masih mengalir, namun tumpahannya sudah berkurang. Seluruh individu di depanku hanya bisa terdiam penuh pertanyaan dan pemikiran. Di dalam hati, aku hanya berharap mereka sekarang sudah sadar dan siap memberikan bantuan dengan bentuk apapun.

"Aku mohon bantuannya, terima kasih," Aku menutup acara pemberitahuan isi hati dan pikiran.

Bapak Deputi kemudian maju, "Mungkin Bapak Wakil Presiden bisa mewakilkan semua orang di sini untuk menanggapi masalah yang terjadi di NKRI."

Bapak Wakil Presiden dengan kopiahnya yang khas bangkit dari kursinya dan maju menuju podium. Bapak Deputi bersalaman dengan Wakil presiden dan mempersilakannya untuk berdiri di depan podium.

"Assalammualaikum dan selamat siang bagi para pejuang. Saya di sini menggantikan Bapak—Presiden—yang sampai sekarang terjebak di Palembang, karena keadaan bandara di Jakarta, Bandung, dan Kertajati yang tidak menjanjikan." Bapak Wakil Presiden kemudian melirik ke arahku.

Dia menghela nafas, "Di belakang saya adalah orang yang menjadi topik pembicaraan paling hangat antara saya dan Bapak. Bapak tidak henti – hentinya mengagumi orang ini hanya karena dia berhasil menginvestigasi suatu oknum yang berusaha menghancurkan pancasila selain melewati provokasi, hate-speech, hoaks, dan penghinaan secara SARA, yaitu dengan menghancurkannya dengan teknologi pemicu gempa atau genosida. Ketika gempa itu terjadi, saya langsung bersembunyi di bawah meja dan menyatakan bahwa inilah gempa yang dimaksud Bapak. Saya awalnya ingin berserah diri kepada-Nya, tapi ketika BIN memberikan klarifikasi bahwa gempa berasal dari kelompok yang dipimpin oleh duo penambang, Maheswara dan Daniel. Saya langsung berseru kepada seluruh pejabat untuk berjuang seperti 100 tahun lalu. Dengan kata lain, saya mewakilkan Bapak Presiden dan seluruh petinggi – petinggi negara siap membantu BIN dengan seluruh kerangka NKRI."

Bulu kudukku berdiri sangat tegang. Perasaan lega mendominasi bagian dada dan kalimat syukur terucap sangat kencang di dalam kepala. Bapak Wakil kemudian berbalik badan dan bersalaman dengan Bapak Deputi, "Selamat berjuang."

Ketika dirinya sudah berhadapan di depanku, aku raih tangannya dan aku cium secara halus. Tangan kirinya dengan perlahan menepuk punggungku, "Harapan kami hanya dirimu, jadi berjuanglah dengan baik."

Kalimat berjuang mendominasi ruangan ETE dengan penuh harapan besar. Perjuangan itu perlahan langsung terasa, ketika aku digiring keluar ruangan ETE semua orang terus bersorak, "NKRI harga mati." Suara dan nadanya terdengar sangat jelas dan mirip dengan dokumentasi perjuangan – perjuangan ketika Belanda ingin menguasai Indonesia kembali.

Ternyata aku digiring menuju ruang sebaguna utama di salah satu bagian di gedung utama BIN. Ketika aku membuka pintu, orang – orang dengan seragam TNI lengkap berdiri dan langsung memberikan hormat tegap kepada diriku. Aku berhenti dan langsung memberikan tanda hormat balik kepada seluruh TNI yang ada. Aku tidak digiring sendirian. Bapak Deputi, Jenderal tinggi seluruh angkatan, dan polisi, serta Bapak Wakil Presiden juga masuk ke ruangan serbaguna utama.

"Kali ini, misi kita adalah melumpuhkan suatu lokasi dengan luas lahan sekitar 120 hektar dan memiliki ketinggian bangunan maksimum 450 meter dengan catatan sekitar 350 meter tertanam di dalam tanah. Lokasi ini berada di Kabupatem Sukabumi yang berjarak sekitar 20 km Timur Pelabuhan Ratu dan 25 km Barat Laut Kota Sukabumi. Setelah pertemuan ini, seluruh ketua skuadron angkatan darat dan ketua skuadron angkatan udara segera bergerak menuju pasukannya masing – masing untuk bersiap menyerbu tempat ini." Jenderal TNI – AD membuka pertemuan dengan penjelasan lokasi.

Bapak Deputi maju menggantikan Jendereal TNI AD, "Pada misi kali ini, kita membagi seluruh pasukan menjadi empat yaitu Skuadron Utara, Skuadron Timur, Skuadron Selatan, dan Skuadron Barat sesuai dengan gambar yang ditunjukkan di layar. Pertama – tama seluruh pasukan langsung berpencar ke tempatnya masing – masing, kecuali skuadron selatan yang harus melindungi Rio agar berhasil masuk ke dalam kawasan. Setelah Rio sudah masuk, kalian semua harus bersembunyi hingga akhirnya Rio berhasil membunyikan alarm yang juga memicu suar. Ketika itu terjadi, segera serang tempat itu tanpa mengenal maaf, untuk Angkatan Udara jangan menggunakan rudal atau bom secara langsung. Kemudian tugas Rio adalah terus mengejar Maheswara serta Daniel dan saya mau mereka berdua dalam keadaan hidup!"

SKENARIO JAWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang