Dentuman musik mengalun keras. Ditambah lagi suara hura-hura kaum remaja memeriahkan suasana club yang terletak di kawasan Jakarta. Beberapa remaja meliuk-liukan tubuhnya mengikuti irama musik sambil sesekali mereka menegak alkohol yang dibawanya.
Bertepatan dengan itu seorang cowok masuk ke dalam club, matanya menyusuri sudut-sudut ruang gemerlap itu. Ia berjalan menuju bar.
"Jordan?" Sapa seorang bartender bernama James.
Jordan tersenyum, ia duduk di salah satu kursi. "Masih disini lo?"
"Iyalah, gue mau kerja dimana lagi." James mengambil sebotol vodka lalu meletakanya di depan Jordan. "Selera lo masih sama kan?"
Jordan menggeleng, tangannya mendorong botol vodka itu kearah James. "Gue udah gak minum."
"Anjir, tobat lo." James mengambil botol itu lalu menuangkannya ke dalam gelas. Lalu menyodorkannya kembali pada Jordan "Minum dikitlah, gue tau lo kangen beginian."
Jordan terkekeh. Ia mengangkat gelas itu, meminumnya dengan sekali teguk. Rasa pahit membuat Jordan mengernyit. Sudah dua tahun Jordan menghindari alkohol, dan sekarang ia meminumnya lagi. Usaha yang sia-sia. Jordan tersenyum kecut mengingat masa lalunya.
"Nice Jo."
Jordan tersenyum lalu mengangguk. Ia menatap James lamat. "Gue nyari orang."
James terkekeh. "Gue tau."
"Lo tau?"
James menunjuk sudut ruangan. Lebih tepatnya pada sofa yang terletak paling ujung. "Hati-hati, tuh cewek kalo mabuk sangar!"
Jordan mengerutkan keningnya. Matanya mengikuti arah yang ditunjuk James. Rahangnya mengeras begitu mengerti apa yang dimaksudkan oleh James.
®®®
Hari minggu ini adalah hari minggu kedua Gia mendekam di kamarnya. Tentu saja ini hukuman dari ibunya karena kejadian UKS.
Gia mengotak-atik laptopnya, membuka satu persatu folder film miliknya. Ia membuka salah satu folder. Matanya menyusuri nama-nama drama yang ada dalam folder itu. Tak lama Gia berdecak, mengetahui tidak ada drama yang bisa ia tonton lagi. "Ck!"
Gia berguling ke sisi kanan kasurnya lalu mengambil ponselnya. Ia membuka instagramnya, ada 21 notif komentar untuk foto yang baru saja ia unggah sekitar setengah jam yang lalu. Beberapa komentar membuatnya tersenyum.
"Siang Giaaaa."
Suara melengking milik Salsha membuat Gia menoleh kearahnya. Cewek itu memakai dress selutut berwarna denim. Dengan tas kecil kekinian yang ia selempangkan dibahu kanannya.
"Tumben pintu kamar lo gak dikunci?" Salsha menarik kursi belajar Gia. Lalu duduk manis disitu.
"Bang Reno dari kamar gue ambil speaker. Kebiasaan gak nutup pintu dia." Ia memperhatikan penampilan Salsha. "Lo mau kemana sih?"
Salsha mengulum senyumnya kemudian ia menggeleng. "Gak mau kemana-mana. Gue mau kesini, ke kamar lo. Bosen gue di rumah."
"Kesini doang ngapain pakai dandan?" Gia mengubah posisinya menjadi duduk. Ia menepuk jidatnya. "Lo masih ngarep sama abang gue?"
"Anjir gak usah kenceng-kenceng!" Salsha berjalan cepat lalu menutup pintu kamar Gia, ia juga menguncinya.
Gia tertawa lepas. Masalahnya abangnya itu tampangnya kayak orang belum mandi gak pernah kelihatan fresh. Mungkin karena, Bang Reno udah semester tujuh jadi, rada stres gitu. Tapi, tetap aja Gia gak tau dari segi apa yang membuat Salsha jatuh hati sama abangnya itu. "Lo gila Sal, empat tahun woi."
KAMU SEDANG MEMBACA
From The Start
Teen Fiction[ C o m p l e t e ] Feel close but, distant fact. || Pemenang Wattys 2017 Kategori The Storysmiths || Copyright 2017, Nabila Wardani - All Rights Reserved.