Penasaran
Jordan menekan password apartemen yang sudah dia hapal di luar kepala. Tangannya menarik ganggang pintu. Matanya bergerak liar mencari seseorang yang beberapa menit lalu menelponnya. Rahang Jordan mengeras begitu melihat kondisi perempuan berambut sebahu meringkuk di sudut ruangan. Dia berjalan tergesa-gesa menghampiri perempuan itu. "Audy?"
Audy, perempuan bertubuh mungil itu semakin terlihat mengenaskan begitu mendengar suara Jordan. Audy mendongak, air matanya perlahan mengalir, dan kini dia berdiri memeluk Jordan erat. Jordan diam mematung, dia enggan membalas pelukan Audy. Lama mereka dalam posisi seperti itu sampai akhirnya, Audy mengeluarkan suaranya meski begitu pelan Jordan bisa mendengarnya samar.
"Aku tadi ketemu Dimas," lirihnya.
Jordan menarik napasnya panjang. Menurutnya, Dimas tidak akan pernah kembali. Jordan melepaskan pelukan Audy. "Kamu gak boleh cari Dimas lagi, Dy."
Audy mengusap air matanya. Tersenyum gentir. "Kamu bisa sekali aja percaya sama aku Jo?" Audy meraih tangan kanan Jordan lalu menggenggamnya erat. "Aku tadi benaran ketemu Dimas."
Jordan menghela. Sampai kapan Audy hidup dalam bayangan Dimas. Dan sampai kapan dia harus melindungi Audy dari cowok brengsek itu. "Iya, aku percaya."
Senyum manis Audy mewakilkan perasaan perempuan itu, Jordan membalas dengan menarik Audy ke dalam pelukannya. Menyembunyikan rasa kecewanya pada perempuan itu.
***
Suasana ramai kantin menjadi backsound pembicaraan Gia, Ifa, dan Salsha. Sesekali mereka berdecak kesal karena tawa cekikikan kakak kelas mereka yang cukup membuat telinga penging.
"Ck! Gue gak ngerti sama Vanya!" Salsha menuang saos ke mangkuk baksonya. "Dia itu gak punya kerjaan banget, sumpah!"
Kata Salsha untuk kesekian kalinya. "Belajar kek, ke perpustakaan kek, apa kek. Ngurusin banget urusan orang!"
Gia menghela. "Ya kali Sal, gak semua orang suka belajar. Ke perpustakaan apalagi."
"Ya gak harus belajar kan, Gi. Baca novel kan bisa."
"Duh udah-udah," lerai Ifa sambil mengacak rambutnya. "Kenapa jadi ngeributin Vanya gini sih?"
"Tahu si Salsha."
Salsha melempar gulungan tisu ke Gia. "Yeee orang gue belain lo gini, Gi."
Gia balas melempar tisu. "Gue gak mau dibelain lo."
"Terus lo mau dibelain siapa? Kak Jordan gitu?"
"Ish! Ya gak gitu juga, Sal."
Dua orang itu saling membalas sampai Ifa menggebrak meja mereka membuat keduanya saling melempar tatapan satu sama lain. "Udah sih, bikin makin pusing aja!"
Gia dan Salsha saling lirik.
"Lo PMS ya?" tanya Salsha yang disambut delikan dari Ifa.
Tak lama setelah itu, suara gaduh terdengar mendekat. Rupanya, kakak kelas mereka baru saja memasuki area kantin. "Van, bisa mati gue kalau remed kimia," rengek Aldo dengan wajah kusut mengacak rambutnya kesal.
"Kan gue bilang sabar ntar akhiran gue kasih. Lo malah ribut, mampus kan dipindah ke depan."
Bima menanggapi keduanya dengan kekehan kecil. Tak sengaja matanya bertemu dengan mata Ifa, tapi tidak berlangsung lama karena perempuan itu cepat-cepat memalingkan wajahnya.
Pandangan Revan menjelajahi kantin SMA Gharda yang memang sangat luas, tapi seluas apapun itu dia tidak bisa menemukan bangku kosong. "Ck! Bisa gak mak— GIA!"
KAMU SEDANG MEMBACA
From The Start
Teen Fiction[ C o m p l e t e ] Feel close but, distant fact. || Pemenang Wattys 2017 Kategori The Storysmiths || Copyright 2017, Nabila Wardani - All Rights Reserved.