Jordan baru saja memparkirkan mobilnya di parkiran depan sekolah. Bukan hal baru bagi Jordan datang ke sekolah lewat dari bel masuk. Bagi laki-laki itu yang penting absennya tidak bolong.
Takk!
Jordan meringis, dia mengusap bahunya lalu berbalik untuk melihat siapa yang berani memukulnya.
"GAK PUNYA KAPOK!"
Jordan menghela, rupanya Bu Sri. "Apa sih Ibu, sekolah salah gak sekolah diancam drop out."
Tangan Bu Sri meraih telinga Jordan susah payah karena, perbedaan tinggi yang terlampau jauh untuk menjewer telinga Jordan.
"Aduh!"
"Kenapa sakit? hah?!"
Jordan menyengir lebar. "Biasa aja sih, Bu."
Bu Sri melepaskan tangannya, lalu mengayunkan penggaris kayu ke pantat Jordan.
Bukk!
"Lari sepuluh kali!"
***
Gia dan Ifa berjalan beriringan menuju toilet. Beberapa menit yang lalu Ifa memaksa untuk mengantarkannya ke toilet. "Gue tunggu di depan ya, Fa."
Ifa mengangguk cepat, dia sedikit berlari masuk ke toilet. Sembari menunggu Ifa, Gia mengeluarkan ponselnya memainkan game andalannya, one more brick.
Fokusnya teralih saat dirinya tidak sengaja melihat beberapa teman seangkatannya menenteng baju olahraga dari kejauhan. Gia kembali menunduk. Kembali fokus pada ponselnya. Sampai tangan kurus menampis ponsel pink yang dia pegang hingga terjatuh ke lantai. Gia mendongak, matanya membulat melihat seorang perempuan berdiri angkuh di depannya.
"Ini yang bikin heboh satu sekolah?" tatapan remeh sekaligus berusaha mengintimidasi menghiasi sorot matanya.
"Itik buluk gitu, libas Van!" seru salah seorang di sebelahnya. Itu Vanya, cewek yang beberapa hari yang lalu dibahas dengan Ifa dan Salsha.
Vanya mendekat, tangan kanannya memainkan rambut Gia yang terurai bebas. "Lo deket sama Kak Jordan?" tangannya menarik rambut Gia kasar. "Gue tanya lo deket sama Kak Jordan, hah?!"
Gia bergeming sambil meringis menahan sakit di kulit kepalanya. Sebenarnya, dia tidak takut dengan teman seangkatannya ini, tapi menurut Gia diam adalah cara terbaik untuk menghadapi Vanya.
Vanya memberi isyarat kepada keempat temannya. Mereka mengangguk patuh, dua memegangi tangan kanan-kiri Gia, dan dua lagi berjaga di belakang, sedangkan Vanya memimpin jalan. Gia diseret entah kemana. Sejenak Gia jadi merasa seperti maling yang tertangkap basah mencuri ayam tetangga. Mereka berbelok, rupanya tujuan mereka adalah ruang bekas laboratorium. Vanya mendorong Gia ke dinding membuat Gia meringis merasakan nyeri menjalar dipunggungnya.
"Lo—" Vanya mengibaskan tangannya di depan wajahnya. "Bau apaan sih?" dia menutup hidungnya dengan punggung tangannya. Lantas keempat dayangnya mengendus seperti anjing.
"Gue gak bau apa-apa," kata salah seorang berambut pendek.
"Iya, gue juga."
"Sama, gue juga enggak, lo Na?"
"Gak tahu deh, pilek gue."
Vanya memutar bola matanya. "Ada yang bawa parfum gak?"
Nana, perempuan berambut sebahu itu merogoh saku roknya. "Nih gue bawa."
Vanya menyemprot parfum berwadah kotak kecil itu ke sekitarnya. "Gini kan enak."
Gia menatap Vanya datar. Baru kali ini dia melihat orang melabrak yang sibuk dengan kegiatannya sendiri. Merasa jenuh memperhatikan sikap Vanya akhirnya, Gia angkat bicara. "Mau lo apa deh, Van? Jauhin Kak Jordan?" Gia menatap Vanya lekat. "Bilang sama orangnya, lo gak perlu khawatir sama gue. Gue suka rela jauh-jauh dari Kak Jordan."
KAMU SEDANG MEMBACA
From The Start
Teen Fiction[ C o m p l e t e ] Feel close but, distant fact. || Pemenang Wattys 2017 Kategori The Storysmiths || Copyright 2017, Nabila Wardani - All Rights Reserved.