Jordan dan Aldo membawa kantong plastik besar ditangan masing-masing. Jordan membawa buah-buahan sedangkan, Aldo membawa beraneka macam camilan. "Dia gak pindah?" tanya Aldo begitu sampai di depan pintu apartemen Audy.
"Audy gak pernah pindah semenjak, kabur dulu."
"Terus waktu kita cari dia, kenapa Audy gak ada disini?"
Jordan menghela napasnya. "Audy gak pernah kemana-mana, Do. Dia cuman sembunyi." Aldo diam, dia membiarkan otaknya mencerna penjelasan Jordan sebelum menanyakan hal lainnya.
Jordan menekan bel apartemen Audy. Keduanya diam menunggu sang pemilik membukakan pintunya. Kurang lebih lima menit, Audy belum juga membukakan pintu. Jordan menekan bel lagi.
Ceklek.
Pintu terbuka sedikit. Menampakan separuh wajah cantik milik Audy. "Jordan?" sapanya dengan suara serak, dia kemudian melirik Aldo. Matanya membulat, seketika Audy membuka pintu apartemennya lebar. "Aldo?!"
Aldo ragu-ragu menyunggingkan senyumnya.
"Udah lama ya, kangen!" pekik Audy senang.
"Hm? I-iya," ada jeda dikalimat Aldo sebelum dia mengungkapkan perasaannya yang tak pasti. "Gue juga."
Audy tersenyum, perempuan yang tampak sedikit berantakan itu mempersilahkan Jordan dan Aldo masuk. "Anggap aja rumah sendiri. Kan, dulu sering kesini."
Jordan menarik napasnya panjang, kata-kata yang cukup menohok hati Jordan.
"Kalian mau minum apa?" tanya Audy pada Jordan dan Aldo yang baru saja duduk disofa.
"Air putih aja, gak usah re-"
Audy segera memotong ucapan Jordan. "Kalian masih suka good day moccacino kan? Gue bikin itu aja ya!"
Mereka hanya bisa diam tanpa menolak tawaran Audy karena, perempuan itu sudah berlari riang menuju dapurnya. Butuh waktu sekitar sepuluh menit Audy kembali dari dapur. Kali ini dengan wajah yang lebih segar dan nampan dengan tiga cangkir berisi good day moccacino.
"Jangan diminum dulu, masih panas." Katanya setelah meletakkan tiga cangkir yang dibawanya ke atas meja.
Aldo memberikan kantong plastik berisi camilan pada Audy. "Lo masih suka nyamil kan?" tanya Aldo dengan nada sebiasa mungkin.
Audy mengangguk cepat, dia menerima plastik besar itu dan segera membukanya. "Yeay pejoy! Thanks ya, Do."
Aldo tersenyum. Pikir Aldo, ada banyak hal yang berubah dari Audy. Nyatanya, perempuan itu tidak berubah sama sekali. Kini giliran Jordan yang menyodorkan kontong plastik belanjaannya. "Nih, buah. Biar lo ada gizinya dikit."
Audy mencibir. "Kamu aja kurus gitu kayak Ald— eh, yang paling kekar Bima,sih."
Aldo yang menyeruput good day-nya tersedak. Jordan segera menepuk-nepuk punggung Aldo. Sedangkan, Audy berlari ke kamarnya mengambil tisu.
Audy menyodorkan sekotak tisu pada Aldo. "Udah gede masih aja keselek."
"Yee, emang kalau udah gede gak boleh keselek." Debat Aldo tak mau kalah. Dan sejak saat itu, suasana mencair menjadi hangat. Mereka saling bercanda tanpa menyinggung masa lalu. Meskipun, yang bercerita Aldo lalu dilanjutkan Jordan dan Audy hanya sebagai pendengar.
Mereka sudah berusaha memancing Audy seperti; 'Lo emang gak pernah kelepasan kentut di tempat umum?', 'Emang lo gak pernah keluar dari sini?', 'Teman gue tuh, sengklek semua! Teman lo pasti ada yang gitu juga kan?.
Tapi, hal itu sia-sia. Audy hanya menggeleng setiap ditanya hal-hal kecil yang menurut Jordan dan Aldo berarti. Setidaknya mereka ingin mengenal teman-teman Audy.
KAMU SEDANG MEMBACA
From The Start
Teen Fiction[ C o m p l e t e ] Feel close but, distant fact. || Pemenang Wattys 2017 Kategori The Storysmiths || Copyright 2017, Nabila Wardani - All Rights Reserved.